FILOSOFI EVALUASI PENDIDIKAN
Tugas Mata Kuliah
Filsafat Manajemen Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Dr. Asyhuri
Disusun
Oleh :
SITI
CHAIZATUL MUNASIROH
NIM
: 1710432
PROGRAM
STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NAHDLATUL ULAMA
KEBUMEN
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kegiatan evaluasi merupakan salah satu komponen penting yang harus
ada dalam dunia pendidikan. Dalam pelaksanaan pendidikan, evaluasi menjadi
salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan disamping adanya kegiatan
sertifikasi dan akreditasi. Dengan adanya evaluasi ini, maka akan mempermudah
jalan menuju tujuan/ sasaran yang telah direncanakan. Dan sekaligus menjadi
kegiatan inti dalam memantau mutu pendidikan. Bagaimanapun baik dan sempurnanya
suatu sistem dan program pendidikan, tidak akan optimal manakala tidak
dibarengi dengan kegiatan evaluasi.
Akan tetapi masih jarang karya-karya yang membahas tentang evaluasi
dengan pendekatan filosofis. Masih jarang karya tentang evaluasi pendidikan
yang melakukan penelusuran sampai ke akar-akarnya. Sehingga dalam makalah ini
penulis menyajikan evaluasi sebagai salah satu ilmu pengetahuan dengan pendekatan
filosofis. Dengan harapan akan memberikan pemahaman komprehensif. Pembahasan
tidak terbatas kepada obyek tetapi juga berusaha menulusuri asal-mula ilmu
evaluasi pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian dan pendekatan dalam filsafat evaluasi pendidikan?
2.
Bagaimana
tujuan evaluasi pendidikan?
3.
Bagaimana
praktik evaluasi pendidikan di sekolah?
C.
Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian filsafat evaluasi pendidikan
2.
Mengetahui
pendekatan dalam filsafat evaluasi pendidikan
3.
Mengetahui
praktik evaluasi pendidikan di sekolah
4.
Mengetahui
tujuan evaluasi pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filsafat Evaluasi Pendidikan
Secara etimologi, kata filsafat diambil dari bahasa Arab yaitu falsafah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Philosophia, kata majemuk yang
berasal dari kata Philos yang artinya
cinta atau suka, dan kata Sophia yang
artinya bijaksana. Dari kata tersebut lahirlah kata bahasa Inggris, philosophy
yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.[1]
Secara terminologi, filsafat mempunyai arti yang bermacam-macam, sebanyak
orang yang memberikan pengertian. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi
tersebut:
1. Plato (477-347 SM). Ia seorang filsuf Yunani terkenal, gurunya Aristoteles,
ia sendiri berguru kepada Socrates. Ia mengatakan bahwa filsafat adalah
pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat untuk mencapai
kebenaran yang asli.
2. Aristoteles (381-322 SM), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang
meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu; metafisika, logika,
etika, ekonomi, politik, dan estetika.
3. Al-Farabi[2]
(870-950 M), seorang filsuf muslim mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang
sebenarnya dari segala yang ada (al-ilmu bil maujudat bi ma hiya al-maujudat).[3]
4. Pengetahuan dan penyelidikan dng akal budi mengenai hakikat segala yg ada,
sebabnya, asalnya, hukumnya; atau teori
yg mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan.[4]
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa filsafat adalah mengerahkan segala pemikiran
dan usaha untuk mencapai pengetahuan yang real atau sesungguhnya.
Setelah dipaparkan secara ringkas mengenai filsafat, berikut akan
dipaparkan mengenai pengertian evaluasi. Evaluasi secara bahasa berasal dari
kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Term evaluasi dalam wacana
keislaman tidak dapat ditemukan padanan yang pasti tetapi terdapat term-term
tertentu mengarah pada makna evaluasi seperti, Al-Hisab (mengira, menafsirkan, dan menghitung) , Al-Hukm (putusan atau vonis) , Al-Qadha (putusan) , Al-Nazhr (melihat), Al-Imtihan (ujian).[5]
Dalam Kamus Bahasa Indonesia evaluasi dikatakan sebagai kegiatan pemberian penilaian.[6]
Sedang menurut istilah evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi
tentang bekerjanya sesuatu yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk
menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan.[7]
Definisi ini menerangkan secara langsung gabungan evaluasi dengan tujuan suatu
kegiatan yang mengukur derajat di mana suatu tujuan dapat dicapai. Hampir
senada dengan pendapat tersebut, Zainal Arifin berpendapat dalam bukunya
Evaluasi Pembelajaran, Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dan
bekelanjutan untuk menetukan kualitas (nilai dan arti) dari sesuatu berdasarkan
pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan.[8]
Selain itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil
pengukuran dan standar kriteria. Pengukuran dan evaluasi merupakan dua kegiatan
yang berkesinambungan. Evaluasi dilakukan setelah dilakukan pengukuran dan
keputusan evaluasi dilakukan berdasarkan hasil pengukuran. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan membandingkan hasil pengukuran dengan kriteria yang ditetapkan.[9]
Jadi kegiatan mengevaluasi
artinya menilai semua kegiatan untuk menemukan indikator yang menyebabkan
sukses atau gagalnya pencapaian tujuan berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya.
Sedangkan evaluasi pendidikan adalah pemberian estimasi terhadap
pelaksanaan aktivitas pendidiakan untuk menentukan efektivitas dan kemajuan
lembaga pendidikan dan perbaikan pengajaran yang melibatkan penetuan perubahan
yang terjadi pada periode tertentu.[10]
Hal senada diungkapkan oleh lembaga Administrasi negara yang mengemukakan
batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai proses atau kegiatan untuk
menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah
ditentukan serta usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feedback)
bagi penyempurnaan pendidikan.[11]
Adapun evaluasi pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan
penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap
jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban
penyelenggaraan pendidikan.[12]
Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa
filsafat evaluasi pendidikan adalah pemikiran dan pengkajian secara mendalam dalam
menilai semua kegiatan untuk menemukan indikator yang menyebabkan sukses atau
gagalnya pencapaian tujuan sesuai kriteria yang telah ditetapkan, sehingga
hasil menilai tersebut dapat dijadikan bahan kajian berikutnya dalam menjaga kualitas
dan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan.
Setelah mengetahui makna tentang filsafat evaluasi pendidikan di
atas, maka kegiatan pembahasan selanjutnya tentang filosofi evaluasi pendidikan
ini tidak akan terlepas dari landasan-landasan yang digunakan dalam penelaahan filsafat
mengenai ontologi, epistemologi dan aksiologi.
1.
Ontologi
Ontologi mempertanyakan dan mengkaji tentang hakikat dari evaluasi
pendidikan. Menjawab pertanyaan tersebut, maka hakikat evaluasi pendidikan
adalah kualitas atau mutu pendidikan. Karena tanpa adanya kegiatan evaluasi
dalam pendidikan akan sulit melakukan pengendalian mutu pendidikan. Dalam upaya
menyempurnakan dan meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan ke depan, akan
memerlukan informasi-informasi hasil evaluasi kualitas atau mutu pendidikan
sebelumnya. Dalam rangka mempermudah pemahaman, berikut penulis paparkan dalam
bentuk bagan di bawah ini :
Melihat bagan di atas pada bagian informasi, menunjukkan adanya dua
kemungkinan, yakni sesuai/ tidak sesuai
atau berhasil/gagal dalam mencapai tujuan. Dari hasil yang tidak sesuai
dan gagal dalam mencapai tujuan pendidikan tersebutlah evaluasi lahir untuk memperbaiki
dan menyempurnakan pendidikan selanjutnya. Kalaupun proses pendidikanpun
berhasil dan sukses mencapai tujuan yang disusun, tetaplah akan melahirkan
evaluasi pendidikan. Hal ini karena perkembangan dunia dan pengetahuan yang
bersifat dinamis serta terus bergerak, maka mau tidak mau para praktisi
pendidikan tetap perlu untuk merancang evaluasi pendidikan guna memberikan
pelayanan dan penyelenggaraan pendidikan yang sempurna.
2.
Epistemologi
Epistemologi mempertanyakan dan mengkaji tentang hakikat
pengetahuan dengan menekankan dari mana sumber atau asal ‘pengetahuan itu’
dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan itu [13].
Secara lebih perinci tentang apa yang
dibahas epistemologi, Mahfud Junaedi mengutip pendapat Katsoff yang menjelaskan
bahwa epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal mula,
susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan.[14]
Membaca dari beberapa referensi tentang evaluasi pendidikan,
penulis berpendapat bahwa ketidakcocokan antara hasil program pendidikan yang
telah disusun dengan kenyataan dari hasil proses pembelajaran, yang secara
otomatis berakibat pada tidak tercapainya tujuan dari pendidikan, menjadi
tonggak utama lahirnya evaluasi dalam pendidikan. Dari ketidakcocokan inilah
lahir pemikiran untuk bagaimana caranya mengetahui ‘indikator-indikator’ yang
menyebabkan kegagalan dan menghambat untuk mencapai tujuan. Maka lahirlah
usaha-usaha untuk mengetahui penyebab dan solusi apa yang dapat digunakan.
Kegiatan itulah yang kemudian dikenal dengan mengevaluasi. Dari pengalaman di lapangan pendidikan
tersebut, terlihat bahwa seharusnya dari pengalaman tersebutlah seseorang
pertama kali memperoleh pengetahuan tentang evaluasi pendidikan. Kemudian pengetahuan
tentang evaluasi pendidikan tersebut diperkuat dan ditangguhkan oleh
kesepakatan para ahli pendidikan setelah melewati hasil uji dan revisi. Hal ini
dapat terlihat dari setiap negara, khususnya negara Indonesia yang memiliki
kementerian pendidikan dan kebudayaan yang khusus mengurus terkait pendidikan
agar memenuhi standar nasional pendidikan termasuk di dalamnya juga tak
terlepas dengan evaluasi pendidikan.
Demikian pentingnya evaluasi
pendidikan di dalam konteks peningkatan kualitas pendidikan maka terminologi
tersebut secara khusus diatur tersendiri di dalam UU Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas). Secara khusus Pasal 57, 58 dan 59 UU Sisdiknas mengatur tentang
evaluasi pendidikan; yang dalam hal ini termasuk didalamnya adalah evaluasi
pembelajaran. Pasal 57 ayat (1) UU Sisdiknas menyatakan evaluasi dilakukan
dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepen-tingan;
sementara itu pada ayat (2) disebutkan bahwa evaluasi dilakukan terhadap
peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal
untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan. Pasal 58 ayat (1) UU
Sisdiknas menyatakan evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh
pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta
didik secara berkesinambungan; sementara itu pada ayat (2) pasal yang sama
disebutkan bahwa evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program
pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh,
transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional
pendidikan.
Masih menyangkut soal evaluasi; dalam Pasal 59 ayat (1) disebutkan
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola,
satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; sementara itu pada ayat (2) pasal
yang sama disebutkan bahwa masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat
membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58; dan pada ayat (3) disebutkan ketentuan mengenai evaluasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.[15]
Sebagaimana ada di dalam teori, evaluasi pendidikan dengan evaluasi
belajar atau pembelajaran memang dibedakan; kalau evaluasi pendidikan adalah
evaluasi terhadap program-program pendidikan secara makro seperti halnya
program pemberian Bantuan Operasional Sekolah (BOS), program pemberian Bantuan
Siswa Miskin (BSM), program Wajib Belajar Sembilan Tahun (WBST), dsb.;
sementara itu kalau evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap program-program
pendidikan secara mikro seperti teknis penentuan kelulusan siswa, teknis
penentuan soal dalam seleksi masuk perguruan tinggi negeri, dan sebagainya.[16]
Selain itu, evaluasi juga memiliki beberapa prinsip yang mesti
dipenuhi. Berikut beberapa prinsip evaluasi pendidikan menurut Mada Sutapa yang
dikutip oleh Beni Ahmad S. Dan Koko Komaruddin[17],
adalah sebagai berikut :
a.
Komprehensif
: evaluasi pendidikan mencakup keseluruhan bidang sasaran pendidikan dan
menyeluruh baik aspek personalnya materialnya maupun aspek operasionalnya.
b.
Komparatif
: evaluasi pendidikan dilaksanakan oleh semua orang yang terlibat dalam
aktivitas pengendalian pendidikan.
c.
Kontinue
: Dilakukan secara berkesinambungan selama proses pelaksanaaan program pendidikan.
Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicpai tetapi telah
dilakukan sejak pembuatan rencana hingga tahap laporan.
d.
Objektif
: Menilai sesuai dengan kenyataan. Evaluasi memerlukan data dan atau fakta yang
akurat. Data fakta yang objektif diolah kemudian disimpulkan
e.
Berdasarkan
kriteria yang valid : kriteria evaluasi pendidikan yang obejektif berkaitan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan inilah yang dijadikan kriteria
keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Evaluasi pendidikan harus memiliki
kriteria metodologis yang berkaitan dengan patokan teknik analisis hasil
evaluasi pendidikan misalnya menggunakan perhitungan matematis atau pendekatan
kuantitatif.
f.
Fungsional
: hasil evaluasi supervisi pendidikan digunakan untuk memperbaiki situasi yang
ada pada saat itu. Dengan demikian evaluasi pendidikan memiliki nilai guna
untuk perbaikan lembaga pendidikan dan kegiatan pendidikan yang telah
direncanakan.
g.
Diagnostik
: harus mampu mengidentifikasi kekurangan atau kelemahan lembaga pendidikan dan
seluruh pelaksana kegiatan pendidikan sehingga dapat dilakukan upaya
perbaikannya. Oleh karena itu setiap hasil evaluasi pendidikan didokumentasikan
dan dijadikan dasar penemuan kelemahan atau kekurangan yang kemudian dicari
solusinya yang tepat dan akurat.
Selanjutnya dalam rangka melakukan evaluasi pendidikan, berikut
langkah-langkah yang dapat ditempuh menurut kementerian pendidikan Nasional
adalah sebagai berikut[18]
:
a.
Merumuskan
tujuan evaluasi
Tujuan evaluasi dirumuskan dari hasil survei atau penelitian
sebagai usaha menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan evaluasional suatu situasi.
b.
Menyeleksi
alat-alat evaluasi
Tidak semua alat standar dalam evaluasi pendidikan sesuai dan dapat
digunakan untuk setiap tujuan evaluasi pendidikan.
c.
Menyusun
alat evaluasi
Dalam evaluasi pendidikan mikro misalnya, pendidik harus menyusun
alat-alat evaluasi seperti alat evaluasi tes dan non-tes. Alat tes ini seperti
menyusun alat tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Sedang non-tes seperti
menyusun alat skala bertingkat, wawancara, pengamatan, dan check list.[19]
d.
Menerapkan
alat evaluasi
Setelah disusun maka langkah selanjutnya adalah menerapkan
alat-alat tersebut pada objek yang akan dievaluasi.
e.
Mengolah
hasil-hasil evaluasi
f.
Menyimpulkan
hasil-hasil evaluasi
g.
Follow
up evaluasi
3.
Aksiologi
Aksiologi mempertanyakan dan mengkaji tentang fungsi dan manfaat
evaluasi pendidikan. Evaluasi sebagai fungsi manajemen merupakan aktivitas
untuk meneliti dan mengetahui pelaksanaan yang telah dilakukan dalam proses
keseluruhan organisasi mencapai hasil sesuai dengan rencana atau program yang
telah ditetapkan dalam rangka pencapaian tujuan. Setiap kegiatan, baik yang
dilakukan oleh unsur pimpinan maupun oleh bawahan. Dengan mengetahui kesalahan-kesalahan
atau kekurangan-kekurangan, perbaikan dan pencarian solusi yang tepat dapat
ditemukan dengan mudah.[20]Evaluation
is a process which determines the extent to which objectives have been
achieved.[21]
Evaluasi merupakan proses yang menentukan kondisi di mana suatu tujuan
telah dapat dicapai. Demikian pula dalam pendidikan. Dengan adanya evaluasi
pendidikan akan teridentifikasi kekurangan atau kelemahan lembaga pendidikan
dan seluruh pelaksana kegiatan pendidikan sehingga dapat dilakukan upaya
perbaikannya.
Melalui evaluasi pendidikan dapat diktehui kemampuan pelaksanaan pengendalian
pendidikan mencapai kemajuan dan memberikan pertimbangan demi perkembangan
pendidikan masa yang akan datang. Selain itu, evaluasi pendidikan dapat
memperbaiki pola pembinaan tenaga kependidikan melibatkan partisipasi orangtua
siswa dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pendidikan, memberikan
pertimbangan, dan saran untuk peningkatan pengelolaan sarana dan prasarana lembaga
pendidikan dan membina tenaga kependidikan agar lebih ahli dan terampil
menjalankan semua kinerja kependidikan. [22]
Dengan demikian, evaluasi pendidikan
membatu menanggapi peningkatan usaha lembaga pendidikan secara menyeluruh dan
akhirnya akan menggiring pada penyempurnaan dan peningkatan mutu pendidikan.
B.
Tujuan
Evaluasi Pendidikan
Tujuan evaluasi pendidikan adalah menemukan kebutuhan lembaga
pendidikan yang dinilai kemudian digunakan untuk merencanakan pengalman belajar
yang dapat memenuhi kebutuhan lembaga pendidikan dengan semua aktivitasnya.
Efektivitas pendidikan dapat dinilai dengan cara mengukur atau mendeskripsikan
perubahan atau perbaikan yang terjadi dalam keseluruhan program pendidikan.
Tujuan evalausi yang digambarkan melalui keseluruhan program pendidikan dapat
digunakan untuk melihat perubahan dan perbaikan dalam bidang :
1.
Pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik dalam mencapai tujuan
2.
Perbaikan
di bidang kurikulum
3.
Perbaikan
praktik mengajar
4.
Perbaikan
kualitas dan pendayagunaan materi pengajaran dan alat bantu mengajar
5.
Perkembangan
personal dan profesional guru secara umum
6.
Perbaikan
hubungan sekolah dengan masyarakat
Jadi ada prinsipnya, evaluasi pendidikan bertujuan untuk
meningkatkan usaha pelaksanaan program pendidikan secara menyeluruh, baik
personel, material, maupun operasionalnya.[23]
Adapun tujuan pendidikan secara mikro adalah sebagai berikut :
1. Menilai
ketercapaian tujuan.
2.
Mengukur
macam-macam aspek belajar yang bervaiasi dari aspek kognitif, psikomotorik dan
afektif.
3.
Sebagai
saran untuk mengetahui apa yang siswa telah ketahui.
4.
Memotoivasi
belajar siswa.
5.
Menyediakan
informasi untuk tujuan bimbingan dan konseling
6.
Menjadikan
hasil evaluasi sebagai dasar perubahan kurikulum.[24]
C.
Praktik
Evaluasi Pendidikan di Sekolah
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa evaluasi pendidikan
dapat dipahami secara makro dan mikro. Berikut ini penulis akan memberikan
contoh evaluasi pendidikan secara mikro. Dalam praktiknya, kegiatan evaluasi pendidikan;
yang dalam hal ini evaluasi pendidikan secara mikro, tidak bisa dipisahkan
dengan kegiatan penilaian (Assesment), karena evaluasi membutuhkan data
dari hasil penilaian tersebut. Adapun makna penilaian merupakan proses
pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
Peserta Didik.[25]
Penilaian tersebut dilakukan dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan tersebut seperti
nilai yang akan diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan
kelulusan.[26]
Berikut teknik dan bentuk evaluasi yang dipraktikkan dalam pendidikan formal di
Indonesia.
Bagan 2. Tteknik dan bentuk evaluasi di sekolah[27]
Dari bagan di atas, dapat diketahui bahwa ada dua teknik yang
digunakan dalam evaluasi. Yakni dengan tes dan non-tes. Melakukan evaluasi
dengan teknik tes ini biasanya digunakan untuk mengukur pengetahuan atau aspek
kognitif peserta didik. Teknik tes ini bisa berupa bentuk tulisan seperti
benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, jawaban singkat, uraian bebas ataupun
terikat. Selain itu juga bisa berupa tes lisan atau tindakan terhadap individu
maupun kelompok.
Adapun dengan teknik non-tes ini dapat digunakan untuk mengukur
sikap (aspek afektif) atau keterampilan (aspek psikomotorik) peserta didik.
Teknik non-tes ini bisa berupa observasi (pengamatan), melakukan wawancara,
membuat daftar ceklist, skala sikap dan skala bertingkat (Scale Rating).
Berikut penulis paparkan contoh melakukan praktik evaluas mikro.
1.
Merumuskan
tujuan evaluasi
Hal pertama dalam melakukan evaluasi adalah mengetahui tujuan
evaluasi yang ingin dilakukan. Seperti ketika ingin mengevaluasi peserta didik
dalam ranah kognitif (pengetahuan).
2.
Menyeleksi
alat-alat evaluasi
Untuk melakukan evaluasi dalam ranah kognitif maka menggunakan
instrumen penilaian tes yang tergolong menjadi 3 yaitu: tes tulis, tes lisan
dan penugasan adalah yang paling sesuai.
3.
Menyusun
alat evaluasi
Setelah menyeleksi alat-alat (instrumen) yang akan digunakan, maka
langkah selanjutnya adalah menyusunnya. Salah satu prosedur sebelum menyusun
instrumen penilaian tes tulis adalah menyusun kisi-kisi instrumen. Berikut
penulis paparkan contoh kisi-kisi instrumen tes.
Mata Pelajaran : Pendidikan
Agama Islam
Kelas/ Semester : X / Gasal
Tahun Pelajaran : 2015/2016
Kompetensi Dasar
|
Materi Pokok
|
Indikator
|
Penilaian
|
||
Jenis Instrumen
|
Bentuk Instrumen
|
Contoh Instrumen
|
|||
menunjukkan sikap semangat menuntut ilmu dan menyampaikannya
kepada sesama sebagai implementasi dari pemahaman QS at-Taubah (9): 122 dan
hadis terkait
|
Menuntut ilmu
|
1.siswa mampu memahami makna menuntut ilmu dan mengamalkannya.
2.Siswa mampu mengetahui dalil tentang menuntut ilmu dan
mengamalkannya
3.Siswa mampu mengetahui semangat para tokoh-tokoh dalam menuntut
ilmu
|
Tugas Individu
Tugas Individu
Tugas Kelompok
|
Pilihan ganda
Uraian singkat
Uraian
|
1.Kata ‘ilm dari segi bahasa berarti….
a. Orang alim
b. Ulama
c. Kejelasan
d.
Petujuk
e.
hidayah
1.
Jelaskan etika dalam menuntut ilmu!
Bagaimana pendapatmu tentang para pejabat di Negara kita yang
banyak melakukan tindak korupsi? Bukankah mereka adalah orang yang berwawasan
tinggi dan berpengalaman luas?
|
Di bawah ini beberapa contoh butir-butir soal
tes tulis :
1.
Kata ‘ilm dari segi bahasa berarti….
a.
Orang alim
b.
Ulama
c.
Kejelasan
d.
Petujuk
e.
hidayah
2.
surah pertama yang Allah turunkan berkaitan dengan perintah membaca
adalah...
a.
al-Falaq
d. al-‘Alaq
b.
al-A’la e. al-Iqra’
c.
al-Balad
Untuk
penskoran, dapat menggunakan rumus N= B X 10
N= Nilai
B= Jumlah jawaban benar
Misal:
Dari 10 soal Desta dapat menjawab pertanyaan benar sebanyak 8. Berarti nilainya
80.[29]
a.
Tes Lisan
Tes lisan
adalah tes yang pelaksanaannya dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara
langsung antara pendidik dan peserta didik. Tes
lisan dapat digunakan untuk menguji peserta didik, baik secara individual
maupun secara kelompok. Contoh pertanyaan[30] :
1.
Jelaskan yang dimaksud dengan menuntut ilmu?
2.
Jelaskan isi kandungan Q.S. at-Taubah:122!
3.
Lafalkanlah hadis tentang menuntut ilmu!
4.
Jelaskan etika dalam menuntut ilmu!
5.
Apa yang kamu pahami dari hadis nabi SAW, “sampaikanlah dariku
walau satu ayat”?
Contoh
instrument penilaiannya:
Soal
|
Rubrik
Penskoran
|
Skor
|
1.
|
Jika menjawab dengan tepat dan lancar
Jika menjawab kurang tepat namun lancar
Jika menjawab salah
|
5
4
1
|
2.
|
Jika penjelasannya tepat dan lancar
Jika penjelasannya kurang tepat namun lancar
Jika penjelasannya salah
|
5
4
1
|
3.
|
Jika melafakan dengan tepat.
Jika melafalkan kurang tepat.
Jika melafalakan salah
|
5
4
1
|
4.
|
Jika menjawab dengan tepat dan lancar
Jika menjawab kurang tepat namun lancar
Jika menjawab salah
|
5
4
1
|
5.
|
Jika penjelasannya tepat dan lancar
Jika penjelasannya kurang tepat namun lancar
Jika penjelasannya salah
|
5
4
1
|
Hasil skor tes lisan Desta
adalah:
Jawaban nomor 1 skornya 4,
soal nomor 2 skornya 4,
soal nomor 3 skornya 4,
soal nomor 4 skornya 4
soal nomor 5 skornya 4.
Nilai akhir Desta =
=
= 80
b.
Penugasan
Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah yang dikerjakan secara
individu atau kelompok sesuai dengan karakteristik tugas. Penilaian ini
bertujuan untuk pendalaman terhadap penguasaan kompetensi pengetahuan yang
telah dipelajari atau dikuasai di kelas melalui proses pembelajaran. Dalam
memberikan tugas kepada peserta didik hendaknya ditentukan lamanya waktu
pekerjaan.
pada tahap ini pendidik memberi tugas kepada peserta
didik berupa penugasan individual maupun kelompok dan bisa berupa tulis maupun
lisan. Penugasan individual biasanya menyuruh peserta didik untuk mereview
tentang materi yang telah disampaikan menurut pemahaman masing-masing.
Sedangkan dalam bentuk kelompok, biasanya pendidik akan membagi peserta didik
dalam beberapa kelompok untuk mendiskusikan suatu permasalahan yang berkaitan
dengan materi pembeljaran. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusinya
di hadapan kelompok lain. [31]
Contoh:
Diskusikan dengan temanmu!
Bagaimana pendapatmu tentang para pejabat di
Negara kita banyak yang melakukan tindak korupsi? Bukankah mereka adalah orang
yang berwawasan tinggi dan berpengalaman luas? akan
tetapi, perbutan mereka banyak merugikan bangsa dan masyarakat. Mengapa
demikian?[32]
No.
|
Rubrik
Penskoran
|
Skor
|
1.
|
Jika jawaban logis dan menjelaskan dengan lancar
|
5
|
2.
|
Jika jawaban logis namun menjelaskan kurang lancar
|
4
|
3.
|
Jika jawaban kurang logis namun menjelaskan kurang lancar
|
3
|
4.
|
Jika jawaban kurang logis dan menjelaskan tidak lancar
|
2
|
5.
|
Jika jawaban tidak logis dan menjelaskan tidak lancar
|
1
|
Hasil skor tes penugasan kelompok Rina
adalah 4 karena jawaban logis dan menceritakannya kurang lancar
Nilai akhir Desta =
=
= 80
4.
Menerapkan
alat evaluasi
Setelah disusun seperti poin sebelumnya, maka langkah selanjutnya
tinggal diterapkan kepada peserta didik.
5.
Mengolah
hasil-hasil evaluasi
Setelah instrumen tes diberikan kepada peserta didik, maka hasil
peserta didik pun akan didaptkan. Mengolah hasil-hasil tersebut menjadi langkah
selanjutnya.
Contoh :
Nilai Akhir
Desta =
=
= 80
Keterangan Penilaian:
1.
Nilai 91 – 100 berarti amat baik
2.
Nilai 81 – 90 berarti baik
3.
Nilai 71 – 80 berarti cukup
4.
Nilai 60 – 70 berarti kurang
5.
Nilai kurang dari 60 berarti sangat kurang
Jadi, nilai akhir kompetensi pengetahuan Desta
adalah 80, berarti cukup.
6.
Menyimpulkan
hasil-hasil evaluasi
Kesimpulannya adalah Desta telah mampu menguasai kompetensi
pengetahuan pada bab ini. Ini menandakan bahwa pembelajaran yang dilakukan bisa
dikatakan berhasil.
7.
Follow
up evaluasi
Melanjutkan program pembelajaran yang sebelumnya dilakukan dan
terus melakukan perbaikan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Filsafat
evaluasi pendidikan merupakan pemikiran mendalam tentang menilai semua kegiatan
untuk menemukan indikator yang menyebabkan sukses atau gagalnya pencapaian
tujuan, sehingga dapat dijadikan bahan kajian berikutnya dalam menjaga kualitas
dan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan. Secara ontologis evaluasi
pendidikan adalah menjaga kualitas atau mutu pendidikan. Sedang secara epistemologis
evaluasi pendidikan ada karena adanya ketidakcocokan antara hasil program
pendidikan yang telah disusun dengan kenyataan dari hasil proses pembelajaran,
yang secara otomatis berakibat pada tidak tercapainya tujuan dari pendidikan.
Dan secara aksiologisnya, melalui
evaluasi pendidikan dapat diktehaui kemampuan pelaksanaan pengendalian
pendidikan mencapai kemajuan dan memeberikan pertimbangan demi perkembangan
pendidikan masa yang akan datang.
Dalam
praktik evaluasi pendidikan, khususnya evaluasi
pendidikan secara mikro, sekolah di Indonesia menggunakan dua teknik yaitu, tes
dan non-tes untuk mengevaluasi peserta didik. Pengembangan kedua teknik
tersebut seperti tes tulis, tes lisan, penugasan, rating scale, checklist,
observasi, wawancara dan pengembangan lainnya, dapat digunakan untuk mengevaluasi ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik peserta didik secara komprehensif.
B.
Saran
Demikianlah
makalah yang dapat penulis susun, tentunya makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Maka dari itu pemakalah sangat mengharapkan kritik dan saran
untuk memperbaiki makalah ini. Penulis juga meminta maaf apabila ada penulisan
dan ulasan yang salah atau kurang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Amiin.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Asmoro, Filsafat Umum, Jakarta:
PT Raja Grafindo, 2001.
Arifin, Zainal, Evaluasi
Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013.
Arikunto, Suharsimi, Evaluasi
Program Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,
2010.
As-Said, Muhammad, Filsafat
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2011.
Data
Observasi di SMAN 6 Semarang pada bulan Oktober Tahun 2015
Hikmat, Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Jumadi, Pembelajaran Kontekstual Dan Implementasinya,
Yogyakarta: UNY, 2003.
Junaedi, Mahfud, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam. Depok :
Kencana. 2017.
Komaruddin, Beni Ahmad S.
& Koko, Filsafat Manajemen Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2016.
Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian
Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013), Depok: Raja Grafindo Persada, 2014.
Kusuma, Mochtar, Evaluasi pendidikan pengantar kompetensi dan
implementasi, Yogyakarta: Parama Ilmu, 2016.
Mudyahardjo, Redja, Filsafat Ilmu Pendidikan: Suatu Pengantar,
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012.
PP RI Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,
Jakarta: Pusat Bahasa, 2008.
Salim, Moh. Haitami & Syasul Kurniawan, Studi Ilmu
Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012.
Sukardi, Muhammad, Evaluasi Pendidikan: Prinsip &
Operasionalnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012
Sulistyorini, Evaluasi Pendidikan: Dalam Meningkatkan Mutu
Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2009.
Tafsir, Ahmad, Filsafat Ilmu : Mengurai Ontologi, Epistemologi,
dan Aksiologi Pengetahuan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
[1] Phytagoras
(572-497 SM) adalah orang pertama yang menggunakan istilah philosophia.
Ketika ditanya apakah ia orang yang arif, Phytagoras menyebut dirinya philosophos
yang berarti pecinta kearifan. Dari banyak sumber diketahui bahwa sophia
mempunyai makna lebih luas daripada sekedar “kearifan”. Jadi, filsafat pada
mulanya mempunyai makna yang sangat umum yaitu upaya untuk mencari keutamaan
mental. Lihat The Liang Gie Suatu Konsepsi, Ke Arah Penertiban Bidang
Filsafat, (Yogyakarta: Karya Kencana, 1977), hlm. 6.
[2] Nama lengkapnya
Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan. Sebutan “al-Farabi” diambil dari
nama kota di mana ia dilahirkan, yaitu kota Farab. Sejak kecil ia telah
menunjukkan kecerdasan yang luar biasa terutama dalam bahasa.
[3] Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum,
(Jakarta: PT Raja Grafindo,
2001), hlm. 2-3.
[4] Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008) , hlm. 410
[5] Moh. Haitami
Salim & Syasul Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 257
[6] Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, hlm. 400
[8] Zainal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran, (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), Hlm. 5
[10] Beni Ahmad S.
& Koko Komaruddin, Filsafat Manajemen Pendidikan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2016), hlm. 111
[11] Sulistyorini, Evaluasi
Pendidikan: Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, (Yogyakarta: Teras, 2009) ,
hlm. 50
[13] Ahmad Tafsir, Filsafat
Ilmu : Mengurai Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi Pengetahuan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006) , hlm. 69
[14] Mahfud
Junaedi, Paradigma Baru Filsafat Pendidikan Islam, (Depok : Kencana,
2017), hlm. 30
[16] Ki Supriyoko, Seminar
Nasional Evaluasi Pendidikan Tahun 2013: Implementasi Evaluasi Pendidikan Dalam
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Nasional.
[18] Beni Ahmad S.
& Koko Komaruddin, Filsafat Manajemen Pendidikan, hlm. 116
[21] Muhammad
Sukardi, Evaluasi Pendidikan: Prinsip & Operasionalnya, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2012) , hlm. 1
[22] Beni Ahmad S.
& Koko Komaruddin, Filsafat Manajemen Pendidikan, hlm. 113
[25] PP No. 32 Tahun
2013 Tentang Standar Nasional Pendidikan Perubahan No. 19 Tahun 2005 Pasal 1
ayat 24
[26] Zainal Arifin,
Evaluasi Pembelajaran, hlm.4
[27] Zainal Arifin,
Evaluasi pembelajaran teori dan praktik, (Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia, 2010), hlm. 7
[29] Anieq Nihlah
dkk, Makalah Model Instrumen Penilaian Kompetensi
Pengetahuan Pada MataPelajaran Pai Di SMAN 6 Semarang (Semarang: UIN
Walisongo, 2015)
[31] Kunandar, Penilaian Autentik (Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013), (Depok: Raja Grafindo
Persada, 2014), hlm. 231.
[32] Anieq Nihlah dkk, Makalah Model Instrumen Penilaian Kompetensi
Pengetahuan Pada Mata Pelajaran Pai Di SMAN 6 Semarang (Semarang: UIN
Walisongo, 2015)
Komentar