Langsung ke konten utama

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an



PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: Mufidah, M.Pd.i







DI SUSUN OLEH :

1.    MUSTOFA                              ( 133111043 )
2.    YUSUF  HAMDANI               ( 133111044 )
3.    SITI CHAIZATUL  M.            ( 133111045 )
4.    USWATUN  KHASANAH      ( 133111046 )





FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN WALISONGO SEMARANG
2013

I.       PENDAHULUAN
Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kitab terakhir ini merupakan sumber utama ajaran Islam dan pedoman hidup bagi setiap Muslim. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhan, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya ( Hablum min Allah wa hablum min an-nas), serta manusia dengan alam sekitarnya. Untuk memahami ajaran Islam secara sempurna (kaffah), diperlukan pemahaman terhadap kandungan al-Quran dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara sungguh-sungguh dan konsisten.

Al-Quran merupakan mukjizat terbesar nabi Muhammad SAW. Diturunkan dalam bahasa Arab, baik lafal maupun uslub-nya. Suatu bahasa yang kaya kosa kata dan sarat makna. Kendati al-Quran berbahasa Arab, tidak berarti semua orang Arab atau orang yang mahir dalam bahasa Arab, dapat memahami al-Quran secara rinci. Al-Quran adalah kitab yang agung, memiliki nilai sastra yang tinggi. Meskipun diturunkan kepada bangsa Arab yang lima belas abad lalu terkenal dengan jiwa yang kasar. Al-Quran mampu meruntuhkan dominasi sya’ir-sya’ir Sastrawan Arab, hingga tidak berdaya dihadapan Al-Quran.

Kitab suci al-Quran sebagai pedoman umat Islam harus dipahami dengan benar. Hasbi Ash-Shidieqi menyatakan untuk dapat memahami al-Quran dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya sekalipun, diperlukan sejumlah ilmu pengetahuan, yang disebut Ulumul Qur”an.[1]

II.    RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian dari Ulumul Qur’an ?
B.     Apa saja Objek dan Ruang lingkupnya?
C.    Bagaimana sejarah dan pertambahan Ulumul Qur’an?



III. PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Berbicara tentang Ulumul Qur’an haruslah ditinjau makna idhafy-nya dan makna ishthilahy-nya.
Dari segi idhafatnya adalah segala yang ada hubungannya dengan Al Qur’an. Maka segala ilmu yang bersandar kepada Al Qur’an  termasuk ke dalam Ulumul Qur’an, seperti : ilmu Tafsir, ilmu Qira’at, ilmu Rasmil Qur’an, ilmu Ijazil Qur’an, ilmu Asbabun nuzul, ilmu Nasikh wal Mansukh, ilmu I’rabil Qur’an, Ulumuddin, ilmu lughah dan lain-lain, Karena ilmu-ilmu itu merupakan sarana untuk memahami al qur’an.

Berdasarkan makna inilah Abu Bakar Ibnul Araby mengatakan bahwa ilmu-ilmu Al Qur’an berjumlah 77450 buah. Ini apabila kita hitung menurut bilangan kosakata Al Qur’an yang dikalikan empat, karena tiap-tiap kosakata mempunyai dhahir,batin, haq dan mathla’. Dan bila dipandang kepada urutannya dan hubungan-hubungan yang ada di antara tertib-tertib itu, maka ilmu-ilmu Al Qur’an tidak dapat dihitung dan dhinggakan.

Perkataan ‘ulumul Qur’an berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu “’uluum” dan “al-Qur’an”. Kata “’uluum” adalah bentuk jama’ dari kata al ‘ilm yang berarti ilmu , ‘uluum berarti ilmu-ilmu. Adapun kata Al qur’an secara harfiah berasal dari kata qara’a yang berarti membaca atau mengumppulkan. Kedua makna ini mempunyai maksud yang sama, membaca berarti juga mengumpulkan karena orang yang membaca bekerja mengumpulkan ide-ide atau gagasan yang terdapat dalam sesuatu yang ia baca.

Sedangkan menurut istilah al-Qur’an adalah perkataan Allah yang diturunkan kepada Muhammad shallallau ‘alaihi wasallam sebagai Rasul dan penutup para Nabi, diawali dengan surah al-faatihah dan diakhiri dengan surah an-naas.[2]

Maka secara bahasa ‘Uluumul Qur’an berarti ilmu-ilmu al-Qur’an . adapun secara istilah para ulama telah merumuskan berbagai definisi ‘uluumul Qur’an, diantaranya :
1.        Al-Zarkani mendefinisikan ‘uluumul Qur’an sebagai berikut: “Beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an al-Karim ,dari segi turunnnya, urut-urutannya,pengumpulannya, penulisannya,bacaannya, penafsirannya, kemukjizatannya, nasikh dan mansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan terhadapya, dan sebagainya.[3]
2.        Manna’ al-Qahtthan memberikan definisi sebagai berikut: “ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Qur’an, dari segi pengetahuan, tentang sebab-sebab turunnya, al-Qur’an dan urutan-urutannya, pengetahuan tentang ayat-ayat makkiah dan madaniah, dan hal-ha lain yang ada hubungannya dengan al-Qur’an.[4]
3.        Imam Al-Suyuthi dalam kitab itmamu al-dirayah mengatakan, Ulumul Qur’an adalah : “ ilmu yang membahas tentang keadaan al-qur’an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna – maknanya, baik yang berhubungan dengan lafal-lafalnya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya, dan sebagainya”.
4.        Menurut T.M Hasbi As-Shiddiqie, ‘Ulumul Qur’an ialah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur’an, dari segi nuzulnya, tertibnya, mengumpulnya, menulisnya, membacanya dan menafsirkannya, I’jaznya, nasikh mansukhnya, menolak syubhat-syubhat yang dihadapkan kepadanya.[5]

Definisi pertama dan kedua di atas pada dasarnya sama, keduanya menunjukkan bahwa ‘uluumul Qur’an adalah kumpulan sejumlah pembahasan yang pada mulanya merupakan ilmu-ilmu yang berdiri sendiri. Ilmu-ilmu ini tidak keluar dari ilmu Agama dan bahasa. Masing-masing menampilkan sejumlah aspek pembahasan yang dianggapnya penting. Objek pembahasannya adalah al-Qur’an.
Jadi dapat disimpulkan bahwa semua ilmu yang berkaitan dengan Al Qur’an termasuk dalam perbincangan ulumul qur’an.

B.     OBJEK DAN RUANG LINGKUP ULUMUL QUR’AN
Berdasarkan pengertian ‘Ulum AL-Qur’an di atas dapat dipahami tentang ruang lingkup Ulum Al-Qur’an mencakup bahasan  yang  begitu luas. Sebab, segala segi pembahasan yang ada kaitannya dengna al qur’an, maka daplat dimasukkan dalam bidang kajian ulum al qur’an. Dalam definisi disebutkan bahwa ulum al qur’an meliputi semua ilmu yang ada kaitannya dengan al qur’an, seperti ilmu tentang  ilmu nuzul al qur’an , asbab an nuzul ,urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya,  qira’atnya , tafsirnya, kemukjizatannya,  ilmu an nasikh wa al mansukh, ayat-ayat makkiyah dan madaniyah, ayat muhkamah dan mutsyabihahnya. Apa yang di sebutkan dalam defiisi itu, sebenarnya hanyalah sebagian dari pembahsan pokok ulum al qur’an. Sebab, masih banyak lagi ilmu-ilmu lain yang tercakup di dalamnya, seperti ilmu gharib al qur’an, ilmu badi’ al qur’an, illmu tanasub al ayat al qur’an, ilmu adab tilawah al qur’an, dan sebagainya. Bahkan sebbagian ilmu ini masih dapat dipecah kepada beberapa cabang dan macam ilmu yang masing-masing mempunyai objek kajian tersendiri. Setiap objek dari ilmu-ilmu ini menjadi ruang lingkup pembahasan ulum al qur’an. [6]
Imam  As-Suyuthi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Syadali memperluasnya sehingga memasukkan kedokteran, ilmu ukur, astronomi dan sebagainya ke dalam pembahasan ‘Ulumul Qur’an.[7]

Seperti yang dikutip oleh Az-Zarkasyi, Ibnu Arabi ( w. 544 H ) juga menyebutkan , ulumul quran mencakup 77.450 ilmu sesuai dengan bilangan kata-katanya.[8]  Hal ini sesuai dengan pendapat sebagian kaum salaf yang melihat bahwa setiap kata dalam Al Qur’an mempunyai makna lahir dan batin, selain terdapat pula hubungan-hubungan dan susunan-susunannya. Dengan demikian, ilmu ini tidak terkira banyaknya dan hanya Allah sajalah yang mengetahuinya secara pasti.

Dari sekian banyak cakupan ulumul qur’an, yang menjadi induk atau focus utamanya adalah tauhid, tadzkir ( peringatan ), dan hukum.[9]
Secara garis besar ulumul qur’an dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu ilmu-ilmu yang di istinbath-kan dari Al qur’an, yang kemudian dapat di pedomani oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini. Yang termasuk dalam kategori ini, misalnya ilmu fiqh, usul, tafsir, balaghah, kaidah-kaidah bahasa, akidah, akhlak, dan sejarah. Dan yang kedua, ilmu-ilmu yang menjadi syarat atau alat untuk memahami Al qur’an.[10]

Namun As-Shiddiqie sebagaimana yang dikutip oleh Ramli Abdul Wahid mengatakan bahwa segala macam pembahasan ‘Ulumul Qur’an kembali kepada beberapa pokok persoalan sebagai berikut:
1.      Persoalan Nuzul, ayat-ayat Makiyah atau Madaniyah, sebab turun ayat, yang mula-mula turun dan yang terakhir turun, yang berulang-ulang turun, yang turun terpisah pisah, dan yang turun sekaligus
2.      Persoalan sanad, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan sanad yang muthawatir, yang ahad, yang Syaz, bentuk-bentuk Qirat, para periwayat dan penghafal Al-Qur’an dan cara tahammul ( penerimaan riwayatnya)
3.       Persoalan adad Qiraat, masalah waqaf (berhenti), ibtida’ (cara memulai), imalah( cara memanjangkan) takhfif Hazah (cara meringankan Hamzah), idgham (memasukkan bunyi huruf nun mati ke dalam huruf sesudahnya)
4.      Persoalan yang menyangkut lafal Al-Qur’an yaitu Gharib (pelik), Mu’rab (menerima perubahan akhir kata), majaz (metafora), musytarak, muradif (sinonim), isti’arah (metaphor), tasybih (penyerupaan).
5.      Persoalan makna al-Qur’an yang berhubungan dengan hukum yaitu ayat yang bermakna umum yang dikhususkan oleh sunnah, yang nash, yang zhahir, yang mujmal (global), yang munfashal (yang terinci), yang manthuq (makna yang berdasarkan pengutaraan), nasikh mansukh, mutlaq (tidak terbatas) dan muqayyad (terbatas) dan lain sebagainya.
Persoalan makna Al-Qur’an yang berhubungan dengan lafal fashl (pisah), washal (berhubungan), ijaz ( singkat), ithnab ( panjang) musawah (sama) dan Qashr (pendek).[11]

C.    SEJARAH PERTUMBUHAN ULUMUL QUR’AN
1.      Ilmu-ilmu Al Qur’an pada abad I dan II H
Di masa Rasulullah dan para sahabat, Ulumul Qur’an belum dikenal sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri dan tertulis.  Para sahabat adalah orang Arab asli yang dapat merasakan struktur bahasa  Arab yang tinggi dan memahami apa yang diturunkan kepada Rasul SAW. Rosul  bagi para sahabat adalah sebagai mahaguru dan sumber ilmu. Apabila timbul sesuatu kemusykilan mereka segera bertanya kepada nabi saw. Seperti yang dilakukan di waktu turun ayat 82 surat Al-An’am. Di waktu ayat itu desampaikan kepada mereka, mereka berkata satu sama lain :” siapakah di antara kita yang tidak mendzalimi dirinya?” maka Nabi saw pun menafsirkannya zhulum dalam ayat itu dengan syirik. Beliau mendasarkan penafsirannya kepada firman Allah swt, dalam ayat 13 surat Al-Luqman.

Pada masa Nabi, masa pemerintahan Abu Bakar dan masa Umar, ilmu-ilmu al qur’an belum dibukukan, karena umat islam pada waktu itu terdiri dari kalangan sahabat belum memerlukannya. Pada umumnya kalangan sahabat nabi, baik dari suku Quraisy maupun suku-suku lainnya mempunyai kemampuan memahami al qur’an dengan baik, mengingat mereka adalah murid-murid langsung Rosulullah saw, di samping bahwa bahasa al qur’an adalah bagasamereka sendiri dan mereka mengetahui sebab-sebab turunnya al qur’an. Ilmu- ilmu al qur’an di masa Rosulullah dan kedua khalifah sesudah beliau dipelihara dalam bentuk periwayatan, berjalan dengan musyafahah, yakni dari mulut ke mulut.

Pada masa pemerintahan Utsman, ketika bangsa arab mulai mengadakan kontak pergaulan rapat dengan bangsa non-arab mulai terlihat ada perselisihan di kalangan umat islam, terutama mengenai pembacaan al qur’an. Khalifah ustman mengambil tindakan penyeragaman tulisan al qur’an demi menjaga keseragaman al qur’an dan untuk menjaga persatuan umat islam.

Khalifah utsman pun memerintahkan kepada para sahabat dan umat islam supaya berpegang pada mushaf al qur’an yang telah diseragamkan itu, lalu mushaf itu digandakan dan disebarkan ke berbagai kota besar, dan satu mushaf disimpan khalifah sebagai mushaf al-Imam. Tindakan ustman ini merupakan peletakan batu dinamai Ilmu Rasmil Qur’an atau Ilmu Rasmil Utsmany.

Pada masa pemerintahan Ali, umat islam banyak dari bangsa-bangsa non-arab. Sudah tentu mereka tidak menguasai bahasa arab, oleh sebab itu banyak terjadi di kalangan mereka kesalahan membaca al qur’an, karena mereka tidak mengerti soal I’rab, sedang al qur’an waktu itu belum mempunyai tanda-tanda syakal ( harakat, titik dan tanda-tanda ) yang memudahkan membaca bagi yang membacanya. Karena itu, sebagaimana masyhur dalam sejarah, khalifah ali memerintahkan kepada Abul Aswad Ad-Daudy ( wafat 691 H ) untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa arab, guna menjaga keselamatan bahasa arab yang menjadi bahasa al qur’an, tindakan khalifah ali ini, kemudian dipandang sebagai perintis bagi lahirnya Ilmu Nahwu dan Ilmu I’rabil Qur’an.
Pada zaman Bani Umayyah, kegiatan para sahabat dan tabi’in terkenal dengan usaha-usaha mereka yang tertumpu pada penyebaran ilmu-ilmu Al-Qur’an melalui jalan periwayatan dan pengajaran secara lisan, bukan melalui tulisan atau catatn. Kegiatan-kegiatan ini dipandang sebagai persiapan bagi masa pembukuannya. Orang yang paling  berjasa dalam usaha periwayatan ini adalah : Dari kalangan sahabat :

·         khalifah yang empat,
·         Ibn Abbas,
·         Ibn Mas’ud,
·         Zaid Ibn Tsabit,
·         Abu Musa al-Asy’ari,
·         Abdullah Ibn al-Zubair.

Sedangkan dari kalangan tabi’in ialah :

·         Mujahid, Atha’,
·         Ikrimah,
·         Qatadah,
·         Al-Hasan al-Bashri,
·         Sa’id Ibn Jubair,
·         Zaid Ibn Aslam.

Kemudian Malik bin Anas dari generasi tabi’tabi’in. mereka semuanya dianggap sebagai peletak batu pertama bagi apa yang disebut ilmu tafsir, ilmu asban al-nuzul, ilmu nasikh danmansukh, ilmu gharib al- Qur’an dan lainnya.

2.      Ilmu Al Qur’an pada abad ke III dan IV H.
Pada abad III H, selain kitab-kitab tafsir dan ilmu tafsir, para ulama mulai menyusunpula beberapa ilmu al qur’an misalnya :

- Ali bin al-Madani (wafat 234H), guru Bukhari, menyusun karangannya mengenai asbaabun nuzuul.
- Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam (wafat 224H), menyusun kitab ilm al-Nasikh wa al-Mansukh dan Qira’aat, serta ilm Fadhail al qur’an.
- Ibn Qutaibah (wafat 276H), menyusun tentang problematika Qur’an / Musykilatul Qur’an.
- Muhammad bin ayyub al-Dihris ( wafat 294 H ) menyusun kitab dalam ilmu al-makky wa al-madany.

Pada abadke IV H mulai disusun ilmu gharib al qur’an dan beberapa kitab ulum al qur’an, yang telah mempergunakan istilah  ulum al qur’an. Di antara ulama yang menyusun ilmu gharib al qur’an dan kitab-kitab ulum al qur’an di abad IV ini, antara lain :
- Muhammad bin Ali al-Adfawi (wafat 388H), menyusun al-Istignaa’fi ‘Uluumil Qur’an.
- Abu Bakar as-Sijistani (wafat 330H), menyusun Ghariibil Qur’an.
- Abu Muhammad bin Qasim al-Anbari (wafat 351H), juga menulis tentang ilmu-ilmu Qur’an.
- Abu Hasan Al- Asy’ary ( wafat 324 H ) menyusun kitab bernama al-mukhtazan fi ulum al-qur’an.
- Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad bin ali al-kurakhy ( wafat 360 H )menyusun kitab bernama :Nuqath al qur’an al-Dalatu ‘ala al-Bayan fi Anwa’ al-Ulum wa al-Ahkam al-Munbiati ‘an ikhilafi al-Anam.

3.      Ilmu-ilmu al-Qur’an pada abad V dan VI H
Pada abad V H telah mulai disusun ilmu I’rab al qur’an dalam suatu kitab. Di samping itu penulisan kitab-kitab dalam ulum al qur’an oleh para ulama di masa ini terus dilakukan. Nama-nama ulama yang sangat berjasa dalam pengembangan ulum al qur’an pada abad V, antara lain :
a.       Ali Ibn Ibrahim Ibn Sa’id al- Hufi, kitabnya Al- Burhan fi Ulumul Qur’an dan I’rab Al-Qur’an
b.      Abu Amr al- Dani, kitabnya Al-Taisir fi al-Qiraat al-Sab’I dan Al- Muhkam fi al- Nuqath.
Pada abad VI H, di samping banyak ulama yang melanjutkan pengembangan ulum al qur’an, juga terdapat ulama yang mulai menyusun ilmu Mubhamat al qur’an, di antaranya :
a.       Abul Qasim Abdurrahman al-Suhaily-lebih dikenal dengan al-Suhaily- (wafat 581H) menyusun kitab entang Mubhamatal-Qur’an ( menjelaskan maksud lafazd-lafazd al qur’an yang mubham atau tidak jelas apa/siapa yang dimaksudkan).
b.      Ibn al-Jauzi ( wafat 597 H )menyusun kitaab yang berjudul funun al-afnan fi ajaib al qur’an dan kitab al mujtaba fi ulum tata’allaqu bi al qur’an.

4.      Ilmu-ilmu Al-Qur’an pada abad VII dan VIII H.
Pada abad ini, mulai tersusun ilmu Majaz al qur’an dan ilmu Qira’atal qur’an. Di antara ulama abad VII yang besar andilnya terhadap ilmu-ilmu al qur’an antara lain:
a.       ‘Allamuddin al-Sakhaqy ( wafat 643 H ) menyusun ilmu Qira’at, dalam kitabnya berjudul Jamal al-Qurra’ wa kama-l al-Iqra’.
b.      Abu syamah (wafat 655 H )menyusun kitab al-Mursyid al-wajiz fi ma Yata’allaqu bi al-qur’an.
c.       Ibn abd al-salman, terkenal dengan nama al- Izz( wafat 660 H ) mempelopori penulisan ilmu Majaz al-qur’an dalam satu kitab.

Pada abad VIII H, muncul beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al qur’an dan penulisan kitab-kitab ulumul qur’an masih tetap berjalan, di antara mereka ialah :
a.       Ibnu Abil Ishba’ menyusun ilmu Badai’ al qur’an, suatu ilmu yang membahas macam-macam badi’ (keindahan bahasa ) dalam al qur’an.
b.      Ibn Al-Qayyim ( wafat 752 H ) menyusun ilmu Aqsam al qur’an, suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang ada dalam al qur’an.
c.       Najmuddin al-Thufy ( wafat 716 H ) menyusun ilmu Hujaj al qur’an, suatu ilmu yang membahas tentang bukti-bukti/ dalil-dalil yang dipergunakan al qur’an dalam menetapkan suatu hukum.
d.      Abu al-Hasan al-Mawardy , menyusun ilmu Amtsal al qur’an, membahas tentang perumpamaan-perumpamaan yangada dalam al qur’an.
e.       Badr al-din al-zarkasy ( wafat 794 H 0 menyusun kitab al-Burhan fi ulum al qur’an ( 4 jilid )
5.      Ilmu-ilmu al qur’an pada abad IX dan X H.
            Pada abad IX dan permulaan abad X H, makin banyak karangan-karangan yang disusun oleh ulama-ulama tentang ilmu-ilmu al qur’an, dan pada masa ini perkembangan ulum al qur’an boleh dikatakan mencapai puncak kesempurnaannya. Di antara ulama yang menyusun ulum al qur’an pada masa ini adalah :
a.       Jalaluddin al- Bulqini, kitabnya Mawaqi’ al- Ulum min Mawaqi’ al- Nujum. Menurut Al-Suyuthi, Al-Buqini dipandang sebagai ulama yang mempelopori penyusunan Ulumul Qur’an yang lengkap.  Sebab  dalam kitabnya tercakup 50 macam ilmu Al-Qur’an
b.      Muhammad Ibn Sulaiman al-Kafiaji, kitabnya Al-Tafsir fi Qawa’id al-Tafsir. Di dalamnya diterangkan makna tafsir, takwil, al-Qur’an, surat dan ayat. Juga dijelaskan dalam kitabnya itu tentang syarat-syarat menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.
c.       Jalaluddin al-Suyuthi, kitabnya Al-Tahbir fi Ulum al-Tafsir(873 H). Kitab ini memuat 102 macam ilmu-ilmu Al-Qur’an. Menurut sebagian Ulama. Kitab ini dipandang sebagai kitab Ulumul Qur’an yang paling lengkap. Al-Suyuthi merasa belum puas, beliau menyusun lagi sebuah kitab Al-Itqan fi Ulum Al-Qur’an. Di dalam kitab ini terdapat 80 mcam ilmu-ilmu Al-Qur’an secara padat dan sistematis. Menurut al- Zarqani kitab ini merupakan kitab pegangan bagi para peneliti dan penulis dalam ilmu ini. Setelah wafatnya Al-Suyuthi tidak terlihat munculnya penulis yang memiliki kemampuan seperti kemampuannya. Sehingga terjadi kevakuman sejak wafatnya Imam Al-Suyuthi sampai dengan akhir abad ke 13 H.[12]

6.      Ilmu-ilmu al qur’an XIV H.
Setelah memasuki abad XIV H, perhatian para ulam ulumul qur’an untuk menyusun kitab-kitab yang membahas al qur’an dari berbagai segi dan aspeknya, bangkit kembali setelah agak lama terhenti. Di antara ulama al qur’an pada abad ini, misalnya :
a.       Syeikh Thahir Al-Jazairi, kitabnya Al-Tibyan li Ba’dh Al- Mabahits Al-Muta’alliqah bi Al-Qur’an. Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H) kitabnya, Mahaasin Al-Takwil
b.      Muhammad Abd Al-‘Azhim Al-Zarqani, kitabnya Manaahil Al-‘Irfan Fi ‘Ulum Al-Qur’an.
c.       Musthafa Shadiq Al-Rafi’, kitabnya I’jaz Al-Qur’an
d.      Sayyid Quttub, kitabnya Al-Thaswir al-Fanni Fi Al-Qur’an dan Fi Zilal Al-Qur’an
e.       Muhammad Rasyid, kitabnya Tafsir al-Mannar
f.       Shubhi al-Shalih, kitabnya Mabaahits Fi Ulum Al-Qur’an
g.       T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi, kitabnya ilmu-ilmu Qur’an
h.      Rif’at Syauki Nawawi dan Ali Hasan, kitabnya Pengantar ilmu Tafsir
i.        M. Quraish Shihab, kitabnya membumikan Al-Qur’an.
           
IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa ‘Ulumul Qur’an adalah ilmu yang membahas segala hal yang berhubungan dengan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang disandarkan kepada Al-Qur’an sebagai penunjang untuk memahami Al-Qur’an secara luas dan mendalam. Perlu kita pelajari agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang menjadi acuan dan pedoman hidup dalam rangka meraih kesuksesan di dunia dan akhirat.

V.    PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan. Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan. Maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini bisa memberikan banyak manfaat bagi pembaca pada umumnya dan pemakalah pada khususnya. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Al Buthi, Muhammad Said Ramadhan. Min Raw-a’I Al Qur’an; Ta’ammulat ‘ilmiyyah wa Adabiyyah fi kitab Allah ‘Azza wa jalla. Beirut: Mu’assasah Ar-Risalah, 1999.
Al-Qhaththan, Manna’. Mabaahits fi ‘uluum al-Qur’an. Beirut: al-Syarikah al-muttahidah li al-Tauzii’, 1973.
Al-Zarqani, Muhammad Abd al-‘Azim. Manaahil al-irfan fi ‘uluum al-Qur’an. Beirut: Daar Alfikr, jilid 1, 1988.
Ash-Shidieqi, T.M. Hasbi. Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir.Jakarta: Bulan Bintang, 1980.
As-Shiddiqie, T.M. Hasbi. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Az-Zarkasyi, Badaruddin Muhammad. Al- Burhan fi ‘Ulum Al Qur’an, Jilid I. Beirut : Dar Al- Jayl, 1998.
Ichwan, Mohammad nor. Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an. RaSAIL Media Group,2008.
Muhammad,Al-‘Allamah. Ushul fi attafsir, Dammam: Dar Ibnu al-Jauzi, 1426.
Syadali,Ahmad. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 1997.
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur’an.  Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002.
Yusuf, Kadar M. Studi Al Qur’an. Jakarta : Amzah, 2012.



[1] T.M. Hasbi Ash-Shidieqi, Sejarah dan pengantar Ilmu Al-Qur’an/ Tafsir, (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), Cet. VII, hlm. 112
[2] Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Ushul fi attafsir, (Dammam: Dar Ibnu al-Jauzi, 1426), hlm.7.
[3] Muhammad Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manaahil al-irfan fi ‘uluum al-Qur’an (Beirut: Daar Alfikr, jilid 1, 1988), hlm. 27.
[4] Manna’ al-Qhaththan, Mabaahits fi ‘uluum al-Qur’an, (Beirut: al-Syarikah al-muttahidah li al-Tauzii’, 1973),hlm. 15-16.
[5] T .M. Hasbi As-Shiddiqie, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm.10-11

[6] Mohammad nor ichwan, M.Ag., Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an, (RaSAIL Media Group,2008), hlm.5
[7] Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 11
        [8] Badaruddin Muhammad az-Zarkasyi, Al- Burhan fi ‘Ulum Al Qur’an, Jilid I, (Beirut : Dar Al- Jayl, 1998), hlm. 17.
        [9] Dr. Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2012), Cet. Ke II, hlm.3.
[10] Al Buthi membuat kategori ulum al qur’an itu berdasarkan atas makna hakiki (tanpa takwil) dan bukan hakiki, atau berdasarkan takwil. Yang pertama mencakup ilmu fiqh, usul, tafsir, balaghah,dan lain sebagainya. Dan yang terakhir mencakup ilmu-ilmu, di mana al qur’an mendorong dan mengarahkan para pemvaca untuk mempelajarinya, termasuk dalam kategori ini ilmu-ilmu alam, ilmu kedokkteran, dan lain sebagainya.( Muhammad Said Ramadhan Al Buthi. Min Raw-a’I Al Qur’an; Ta’ammulat ‘ilmiyyah wa Adabiyyah fi kitab Allah ‘Azza wa jalla. Beirut. Mu’assasah Ar-Risalah, 1999, hlm.66).

[11] Ramli Abdul Wahid, Ulumul Qur’an, ( Jakarta: PT RajaGrafindo, 2002), Cet. Ke IV, hlm. 9.
[12] Mohammad nor ichwan, M.Ag., Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an, (RaSAIL Media Group,2008), hlm.11


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelemahan obyektif 1.       Testee main spekulasi atau menerka-nerka 2.       Menyusunya sukar 3.       Biaya administrasi besar 4.       Kerjasama mengerjakan lebih terbuka B.      Cara menangani kelemahan tes objektif 1.       Kesulitan menyususn tes objektif dapat diatasi dengan jalan banyak berlatih terus-menerus sehingga semakin lama semakin terampil. [1] 2.       Menggunakan tabel spesifikasi untuk mengatasi kelemahan nomor dua.

Manajemen dan Penilaian Kinerja

BAB I PENDAHULUAN A.           Latar Belakang Kinerja karyawan merupakan masalah yang sentral dalam keidupan sebuah organisasi karena sebuah organisasi atau perusahaan akan mampu mencapai tujuan atau tidak, sangat tergantung pada sebaik apa kinerja yang ditunjukkan oleh para karyawannya. Karyawanlah yang akan menentukan apakah sumber daya orgasisasi yang lain, seperti gedung-gedung, mesin, peralatan kerja, uang, bahan baku, dan lain-lain dapat memberikan kontribusi optimal atau tidak terhadap upaya pencapaian tujuan organisasi. Strategi apapun yang dipilih oleh organisasi dalam menjalankan bisnisnya terutama apabila strategi yang dipilih adalah deferensiasi atau bisnis bidang jasa, maka unsur karyawan memiliki posisi yang sentral, mereka menjadi penentu keberhasilan bisnis yang dijalankan. Pentingnya peranan kinerja seorang karyawan terhadap tujuan organisasi tersebut, membuat sebuah organisasi perlu untuk menerapkan manajemen beserta penilaian kinerja yang baik, transparan s