Langsung ke konten utama

Penelitian Hadits tentang Buah Mentimun



LAPORAN PENELITIAN HADITS TENTANG BUAH MENTIMUN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Naqd al-Hadits
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Muhammad Erfan Soebahar, M. Ag.




Di susun oleh :
Siti Chaizatul Munasiroh                        ( 133111045)
Muhammad Elhan Fikry                        (133111070)
Muhammad Lukmanul Hakim   (133111081)




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.                   PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah dua sumber utama hukum Islam yang memiliki sifat holistik dan menyeluruh.  Keduanya mengatur seluruh sendi kehidupan manusia, dari manusia itu hadir ke dunia ini hingga ia kembali kepada Ilahi. Al-Qur’an menjadi sumber utama hukum Islam yang membutuhkan perincian dari As-Sunnah (Al-Hadits), maka keduanya saling melengkapi dan tidak dapat dipisahkan. Berkaitan dengan kedudukan As-Sunnah yang begitu urgen sebagai sumber hukum Islam, disebutkan dalam sebuah hadits, Nabi bersabda : “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan al-Kitab (al-Qur’an) dan yang sepertinya (yaitu as-Sunnah) bersamanya. Tentunya hadits yang dimaksud adalah hadits yang telah mengalami seleksi keshahihan sehingga hadits tersebut terlepas dari segala bentuk cacat dan kelemahan.
Namun, muncul permasalahan bagaimana kita mengetahui bahwa hadits tersebut shahih? Maka di sini perlu adanya kegiatan penelitian hadits untuk mengetahuinya. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang contoh langkah-langkah penelitian hadits mengenai Buah Mentimun .

II.                PEMBAHASAN
A.     Takhrijul Hadits
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالُّرطَبِ
“Rasulullah SAW memakan ketimun dengan kurma”
Takhrijul hadits adalah penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalamnya dikemukakan secara lengkap matn dan sanad hadits yang bersangkutan.[1] Adapun dalam makalah ini, Pemakalah menggunakan metode Takhrijul Hadits bil Lafdzi. Yaitu menggunakan lafadz hadits “القثاءsebagai kata kunci untuk mencari dan menulusuri hadits pada tema yang sama dengan sanad dan periwayat yang berbeda di dalam kamus Al-Mu’jam Al-Mufahras li Al-Fadhil Hadits An-Nabawi.[2] Hasil penelusuran ditemukan hadits tentang makan mentimun ini dalam beberapa kitab, di antaranya :
1.      Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid 2 halaman 670.
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنَ جَعْفَرٍ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الْقُثَّاءَ بِالُّرطَبِ (رواه احمد)[3]

2.      Imam Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari Bab Makanan, Sub Bab 39 dan 45
حَدَّثَنَاعَبْدُ الْعَزِيْزِ بْنُ عَبْدُاللهِ قَالَ: حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الرُّطَبَ بِالْقِثَّاءٍِ (رواه البخارى)
حَدَّثَنِي إِسْمَاعِيْلُ بْنُ عَبْدِاللهِ قَالَ: : حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَاللهِ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ: رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الرُّطَبَ بِالْقِثَّاءِ (رواه البخارى)[4]

3.      Ibnu Majah dalam kitab Sunan Ibnu Majah Bab Makanan, Sub Bab 37
حَدَّثَنَا يَعْقُوْبُ بْنُ حُمَيْدٍ بِنْ كَا سِبٍ، وَإِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُوْسَي، قَالَا: حَدَّ ثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ. (رواه ابن ماجه)[5]

4.      Abu Dawun dalam kitab Sunan Abu Dawud Bab Makanan, Sub Bab 44
حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ النُّمَرِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :كَانَ يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ. (رواه أبو داود)[6]

5.      At-Tirmidzi dalam kitab Jami’ At-Tirmidzi Bab Makanan, Sub Bab 37
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُوْسَي الْفَزَارِيُّ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ. (رواه الترمذى)[7]

6.      Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim bab Minuman, Sub bab 23
حَدَّثَنَا يَحْيَ بْنُ يَحْيَ التَّمِيْمِيُّ وَعَبْدُاللهِ ابْنُ عَوْنٍ الْهِلاَلِيُّ قَالَ يَحْيَ: أَخْبَرَنَا، وَقَالَ ابْنُ عَوْنٍ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالُّرطَبِ. (رواه مسلم)[8]
B.     I’tibar Sanad
Untuk skema sanad secara keseluruhan dari hadits tentang makan mentimun yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam Muslim, Imam Bukhari, At-Tirmidzi dan Abu Dawud disampaikan dalam lampiran I.

C.     Jam’ur Ruwah
Pemakalah memilih hadits tentang memakan mentimun yang mukharijjnya adalah   Imam At-Tirmidzi, dengan hadits sebagai berikut :
حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيْلُ بْنُ مُوْسَي الْفَزَارِيُّ: حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ أَبِيْهِ عَنْ عَبْدِاللهِ بْنِ جَعْفَرٍ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: يَأْكُلُ الْقِثَّاءَ بِالرُّطَبِ. (رواه الترمذى)
Adapun Tabel periwayat dan urutan sanad dari Hadits memakan mentimun dari Imam At-Tirmidzi adalah sebagai berikut :

NO
Nama Periwayat
Urutan sebagai Periwayat
Urutan sebagai Sanad
1
Abdullah bin Ja’far
Periwayat 1
Sanad 4
2
Sa’ad bin Ibrahim
Periwayat 2
Sanad 3
3
Ibrahim bin Sa’ad
Periwayat 3
Sanad 2
4
Isma’il bin Musa Al-Fazariy
Periwayat 4
Sanad 1
5
Imam At-Tirmidzi
Periwayat 5
Mukharijjul Hadits


Tabel P
Tabel persambungan Periwayatan Hadits dapat dilihat pada lampiran II dan berikut adalah analisisnya :
1.      Periwayat pertama adalah Abdullah bin Ja’far (w. 80 H). Nama aslinya adalah Abdillah bin Ja’far bin Abi Thalib Qurasyiyu al-Hasyimiyu. Beliau mempunyai guru di antaranya, Nabi Muhammad Saw, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ammar bin Yasar. Sedangkan muridnya antara lain, Ishaq bin Abdullah bin Ja’far, Isma’il bin Abdullah bin Ja’far, Sa’du bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Abbas bin Sahal bin Sa’din As-Sa’diyyu. Periwayat pertama ini merupakan sahabat Nabi SAW yang diajar langsung oleh beliau maka tidak diragukan lagi kedhabitannya.[9]
2.      Periwayat yang kedua adalah Sa’din bin Ibrahim (w. 125 H). Nama aslinya adalah Sa’du bin Ibrahim bin Abdirrahman bin Auf al-Qurasyiyu az-Zuhriyyu. Guru beliau di antaranya, Ibrahim bin Abdirrahman bin Auf, Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib. Sedangkan muridnya antara lain, Ibnuhu Ibrahim bin Sa’din, Khammad bin Salamah.
Menurut Muhammad bin Sa’din, Muhammad bin Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in beliau adalah seorang tsiqah.[10]  Begitu juga dengan beberapa Ulama kritikus lain, yang mengatakan bahwa beliau adalah tsiqah sehingga metode periwayatan ‘An yang digunakan beliau dapat diterima dan sanad antara beliau dengan Abdullah bin Ja’far itu bersambung karena beliau merupakan muridnya.
3.      Periwayat yang ketiga adalah Ibrahim bin Sa’id (L. 108 H dan w. 183 H) yang mempunyai nama asli Ibrahim bin Sa’din bin Ibrahim bin Abdirrahman bin Auf al-Qurasyiyu al-Zuhriyyu. Guru beliau di antaranya, Abi Shahrah Khumaid bin Ziyad al-Madaniyyu, ayahnya sendiri yaitu Sa’din bin Ibrahim. Sedangkan murid beliau di antaranya, Ibrahim bin Khamzah al-Zubairiyyu, Abdillah bin ‘Aun al-Hilaaliy al-Khorrozi, Isma’il bin Musa al-Fazariyyu.[11]
Menurut Abdullah bin Ahamad bin Hanbal, Ahmad bin Abdullah bin Shalih al-‘Ijli dan Abu hatim beliau adalah seorang yang tsiqah. Adapun Persambungan sanadnya bisa dilihat tidak ragu lagi adalah bersambung karena beliau merupakan putra sekaligus murid dari Sa’din bin Ibrahim.
4.      Periwayat yang keempat adalah Isma’il bin Musa al-Fazariyyu (w. 245 H). Guru beliau adalah Ibrahim bin Sa’din, Abdillah bin Bukair al-Ghonawiyyi, Malik bin Anas, Abi Ma’mar Sa’id bin Khutsaim al-Hilaliy. Adapun muridnya antara lain At-Tirmidzi, Abu Dawud, Abu Ya’la Ahmad bin Ali bin al-Matsna al-Mausiliyy, Isma’il bin Harun al-Kufiy.[12]
Menurut Abdurrahman bin Abi Hatim, Muhammad bin Abdullah al-Khadhramiyyu dan An-Nasa’i beliau adalah orang yang Shoduq. Artinya beliau adalah orang yang benar (cukup dibenarkan apa yang dikatakannya dalam hadits tersebut). Jadi Shoduq di sini merupakan lafadz at-Ta’dil yang kedhabitannya berkurang sedikit dari level tsiqah. Shoduq ini dapat mempengaruhi keshahihan sanad hadits dan membuat hadits menjadi bestatus hasan.[13]  Adapun sanadnya bersambung karena beliau adalah murid dari Ibrahim bin Sa’din.
5.      Imam At-Tirmidzi (w. 299 H) memiliki nama lengkap Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin adh-dhahak. Di antara guru-guru beliau adalah Qutaibah bin Sa’id, Mahmud bin Ghailan, Isma’il bin Musa al-Fazariy, Imam Bukhari, Ahmad bin Mani’. Sedang murid-muridnya antara lain Abu Bakr Ahmad bin Isma’il bin Amir As-Samarkandi, Abu Hamid Ahmad bin Abdullah bin Dawud, Ahmad bin Yusuf an-nisafiy.[14]
Abu Ya’la al-Khalili menuturkan bahwa beliau seorang yang tsiqah menurut kesepakatan para Ulama, terkenal dengan amanah dandan keilmuannya. Adapun persambungan sanadnya bisa dilihat bahwa sanadnya bersambung karena At-Tirmidzi merupakan murid dari Isma’il bin Musa al-Fazariy.

D.     Natijah Sanad
Unsur keshahihan sanad menurut M. Syuhudi Isma’il adalah sanadnya bersambung dari Mukharrij sampai Nabi SAW, periwayatnya tsiqah dan tidak ada kejanggalan dan cacat.[15] Dari skema I’tibar sanad dan Jam’ur Ruwah hadits tentang memakan mentimun dari riwayat Imam At-Tirmidzi dapat diketahui bahwa periwayat haditsnya bersambung mulai dari Imam At-Tirmidzi sampai dengan Nabi Muhammad SAW. Sebagai bukti persambungan sanadnya dilihat dari kesambungan sebagai guru, murid, atau ayah dan anak serta dapat dilihat dari tahun kelahiran dan kewafatan yang menunjukkan bahwa mereka pernah saling bertemu.
Adapun kualitas Para Perawinya dari data yang disampaikan di dalam bagian Naqd al-Sanad, para ulama menyatakan mereka adalah tsiqah kecuali Isma’il al-Fazariy yang seorang shoduq. Lafadz at-Ta’dil Shoduq ini mengakibatkan kualitas sanad tidak shahih dan kualitas hadits menjadi bestatus hasan. Ini sesuai dengan pendapat M. Syuhudi Ismail tentang hadits hasan, yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, para periwayatnya bersifat adil namun kedhabitannya agak kurang sedikit, serta terhindar dari syudzuz dan illat.[16] Jadi kualitas sanadnya adalah hasan li dzatih. Namun kualitasnya terangkat menjadi shahih li ghairih karena mendapat sokongan dari mukharrijul hadits lain yang mempunyai sanad shahih dan periwayat yang tsiqah.

E.      Naqd al- Matn
Setelah melakukan Naqd al-Sanad yang kesimpulannya adalah shahih li ghairih maka selanjutnya adalah melakukan Natijah Matn yaitu dengan melakkukan telaah Lafadz. Hal ini dilakukan karena hadits yang sampai kepada para mukharrij memiliki keberagaman lafadz sehingga perlu dilakukannya telaah lafadz pada hadits-hadits tersebut.  Ulama-ulama hadits berpendapat bahwa perbedaan lafadz yang tidak mengakibatkan perbedaan makna dan sanadnya shahih maka hal ini dapat ditoleransi.[17]
Adapun matn yang kualitasnya baik atau shahih menurut Sahahud-Din al-Adlabi  yaitu :
1.      Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur’an
2.      Tidak bertentangan dengan hadits yang lebih kuat
3.      Tidak bertentangan dengan akal yang sehat, indera, dan sejarah
4.      Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian
Dalam hadits memakan buah mentimun dengan kurma yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi, Imam Ahmad, Imam Muslim, Ibnu Majah, dan Abu Dawud memiliki susunan lafadz dan makna yang sama, yaitu :
رسول الله صلى الله عليه و سلم يأكل القثاء بالرطب
Namun dalam periwayatan Imam Bukhari lafadznya dibalik menjadi kurma terlebih dahulu baru kemudian mentimun, berikut ini lafadznya :
رسول الله صلى الله عليه و سلم يأكل الرطب بالقثاء
Perbedaan tersebut hanya pada susunan lafadznya namun arti dan kandungan maknanya sama, yaitu menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah memakan dua buah secara bersamaan dalam waktu yang sama antara buah mentimun dengan buah kurma.
Setelah melakukan Naqd al-Matn dapat dipahami bahwa hadits ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 19 yang berbunyi :
فَأَنْشَأْنَا لَكُمْ بِهِ جَنّتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَأَعْنبٍ لَكُمْ فِيْهَا فَوَاكِهُ كَثِيْرَةٌ وَمِنْهَا تَأْكُلُوْنَ {19}
“Lalu dengan (air) itu, kami tumbuhkan untukmmu kebun-kebun kurma dan anggur, di sana kamu memperoleh buah-buahan yang banyak dan sebagian dari (buah-buahan) itu kamu makan.” (QS. Al-Mukminun: 19)

Tafsir ayat ini adalah Allah SWT menurunkan air ke bumi sehingga terbuka mata air dan sungai yang dapat mengairi kebun-kebun yang di dalamnya terdapat berbagai macam tanaman dan buah-buahan. Dan ketika sudah masak dan matang, sebagian dari buah-buahan itu kamu makan.[18] Tafsir tersebut mencerminkan bahwasannya Allah SWT membolehkan manusia memakan buah-buahan yang sudah disediakan oleh-Nya dan boleh dimakan secara bersamaan.

F.      Fiqh al-Hadits
Adapun kandungan makna dari hadits yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi yaitu tentang memakan mentimun dengan kurma, dimana hadits ini diawali dari Abdullah bin Ja’far yang melihat langsung Rasulullah SAW telah memakan mentimun dengan kurma. Dan di dalam hadits ini terdapat bebarapa pelajaran penting di antaranya : dibolehkannya memakan dua jenis buah tersebut secara bersamaan, boleh memakan dua jenis buah-buahan secara bersamaan,  memperbanyak jenis makanan yang dimakan. Adapun yang diriwayatkan dari sebagian Salafus Shalih hukumnya makruh membiasakan makan dengan berbagai macam makanan secara berlebihan, begitu juga memperbanyak macam makanan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.[19]
Nabi mencampur buah kurma dengan mentimun adalah supaya yang satu memperbaiki yang lain dan menghilangkan kekurangan yang lain. Buah mentimun menghilangkan haus, menyegarkan badan, sedang kurma masak menguatkan maidah yang basah, tetapi dapat mengakibatkan haus. Maka dengan bercampur dua macam makanan itu badan menjadi segar dan subur.[20] Jadi perpaduan satu kalimat dan syarah di atas dapat diketahui bahwa Nabi SAW memakan dua buah itu yaitu Mentimun dan kurma adalah dengan cara bersamaan.
Dari pemaparan di atas dapat diketahui bahwa matn dan kandungan hadits ini tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan memenuhi standar kualitas matn yang Shahih. Oleh karena itu, dapat disampaikan bahwa matn hadits ini berkualitas Shahih.

III.             KESIMPULAN
Dari penelitian hadits di atas, yang diawali dengan kegiatan Takhrijul Hadits sudah diketahui bahwa hadits tentang Rasulullah SAW pernah memakan mentimun dengan kurma itu diriwayatkan oleh banyak Mukharrij seperti, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Imam Ahmad, Imam At-Tirmidzi, dan Abu Dawud. Kemudian kesimpulan dari langkah I’tibar sanad diketahui ada 6 periwayat dan ada 6 sanad berdasarkan tingkat periwayatannya.  Kesimpulan langkah selanjutnya yaitu dari Jam’ur Ruwah dan Natijah Sanad, para perawinya itu bersambung karena ada hubungan antar guru dan murid serta kualitas para perawinya itu sebagian ulama memberikan pendapat bahwa mereka itu tsiqah keculai periwayat keempat.
Selanjutnya untuk Natijah Matn, lafadz dari beberapa Mukharrij seperti Imam Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, Imam Ahmad, At-Tirmidzi, susunan matnnya sama hanya berbeda dalam riwayat Imam Bukhari yang membalik antar lafadz “Qitsa’” dengan “Rutab”. Akan tetapi arti yang dikandung adalah sama, yaitu Nabi SAW pernah memakan dua buah tersebut secara bersamaan.
Adapun kandungan maknanya dapat disimpulkan bahwa memakan dua buah secara bersamaan itu diporbolehkan. Serta buah mentimun dan kurma sendiri memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Jadi hadits tentang memakan mentimun dengan kurma yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi ini adalah hadits yang Shahih li ghairih karena sanadnya bersambung dari awal sampai Nabi SAW dengan mendapat sokongan dari para mukharrij hadits lain yang shahih seperti Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ahmad serta matnnya memenuhi standar kualitas matn yang Shahih.
IV.              PENUTUP
Demikian makalah yang kami susun dengan judul “Laporan Penelitian Hadits tentang Buah Mentimun”, kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih banyak kekurangan, serta kekeliruan, baik dalam segi penulisan, maupun isi makalah. Oleh karena itu, pemakalah mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun. Terima kasih.




























DAFTAR PUSTAKA

Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. 2007. Musnad Imam Ahmad. Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Bukhari, Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il. 2012. Ensiklopedia Hadits Shahih Bukhari II. Jakarta: Almahira.
Al-Mazzi, Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahdzibul Kamal Juz 1. Beirut : Dar al-Fikr.
  , Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahdzibul Kamal Juz 10. Beirut : Dar al-Fikr.
  , Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahdzibul Kamal Juz 17. Beirut : Dar al-Fikr.
  , Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahdzibul Kamal Juz 2. Beirut : Dar al-Fikr.
  , Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf. Tahdzibul Kamal Juz 7. Beirut : Dar al-Fikr.
An-Naisaburi, Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi.  2012. Ensiklopedia Hadits Shahih Muslim II. Jakarta: Almahira.
An-Nawawi. 2013. Syarah Shahih Muslim Jilid 9. Jakarta: Darul Sunnah.
Ash-Shiddiqie, Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 6. Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa. 2013. Ensiklopedia Hadits Jami’ At-Tirmidzi. Jakarta: Almahira.
Ibnu Majah, Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini. 2013. Ensiklopedia Hadits Sunan Ibnu Majah. Jakarta: Almahira.
Isma’il, Muhammad Syuhudi.  1992. Metodologi Penelitian Hadits Nabi. Jakarta: PT Bulan Bintang.
Musbikin, Miftahul Asrar & Imam. 2015. Membedah Hadits Nabi SAW. Madiun: Jaya Star Nine.
Sulaiman, Abu Dawud. 2013. Ensiklopedia Hadits Sunan Abu Dawud. Jakarta: Almahira.
Syakir, Syaikh Ahmad. 2014. Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir. Jakarta: Darus Sunnah Press.
Wensinck, A.J. dkk. 1965. Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Afadzil Hadits An-Nabawi. Leiden: E.J. Brill. Juz V.


[1] M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), hlm. 43
[2] A.J. Wensinck dkk, Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Afadzil Hadits An-Nabawi, (Leiden: E.J. Brill, 1965), Juz V, hlm. 304-305
[3] Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 670
[4] Abu Abdullah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Ensiklopedia Hadits Shahih Bukhari II, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm. 418
[5] Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia Hadits Sunan Ibnu Majah, (Jakarta: Almahira, 2013), hlm. 603
[6] Abu Dawud Sulaiman, Ensiklopedia Hadits Sunan Abu Dawud, (Jakarta: Almahira, 2013), hlm. 804
[7] Abu Isa Muhammad bin Isa at-Tirmidzi, Ensiklopedia Hadits Jami’ At-Tirmidzi, (Jakarta: Almahira, 2013), hlm. 632
[8] Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Ensiklopedia Hadits Shahih Muslim II, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm. 306
[9] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal Juz 10, (Beirut : Dar al-Fikr), hlm. 57-60
[10] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal Juz 10, hlm. 72-75
[11] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal Juz 1, hlm. 349-354
[12] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal Juz 2, hlm. 236-237
[13] Baca Miftahul Asrar & Imam Musbikin, Membedah Hadits Nabi SAW, (Madiun: Jaya Star Nine, 2015) , hlm. 68-78
[14] Jamaluddin Abu al-Hajjaj Yusuf al-Mazzi, Tahdzibul Kamal Juz 17, hlm. 133-135
[15] M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, hlm. 65
[16] M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, hlm. 37
[17] M. Syuhudi Isma’il, Metodologi Penelitian Hadits Nabi, hlm. 131
[18] Syaikh Ahmad Syakir, Mukhtasar Tafsir Ibnu Katsir, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2014) ,hlm. 779-780
[19] Imam An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim Jilid 9, (Jakarta: Darul Sunnah, 2013), hlm. 804
[20] Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqie, Mutiara Hadits 6, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2003) , hlm. 227

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an

PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu: M ufidah , M.Pd.i DI SUSUN OLEH : 1.     MUSTOFA                              ( 133111043 ) 2.     YUSUF   HAMDANI                ( 133111044 ) 3.     SITI CHAIZATUL   M.            ( 133111045 ) 4.     USWATUN   KHASANAH      ( 133111046 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2013 I.        PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kita...

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelema...

FILSAFAT SUHRAWARDI

PEMIKIRAN FILSAFAT SUHRAWARDI (1153-1191 M) MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Islam Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.   DI SUSUN OLEH : 1.       SITI CHAIZATUL MUNASIROH             ( 133111045) 2.       AGUNG SUPRAYITNO                           (133111051 ) 3.       DEWI HUSNAWATI                                 (133111079 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2014 I.          PENDAHULUAN Ketika filsafat muncul dalam kehid...