Langsung ke konten utama

Fiqh Jinayah

QADZAF

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu: Drs. Rifngan M.Ag,






DI SUSUN OLEH :

1.      MUHAMMAD KHOIRUL ANAM          (133111023)
2.      MUSTOFA                                               (133111043)
3.      YUSUF HAMDANI                                  (133111044)
4.      SITI CHAIZATUL MUNASIROH            (133111045)
                 


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN WALISONGO SEMARANG
2015


I.                   PENDAHULUAN
Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keadaan hambanya, Seperti halnya dalam masalah pernikahan. Banyak permasalahan yang akan bermunculan, apabila seorang hamba Allah yang telah terpenuhi syarat untuk menikah, namun menundanya. Tidak hanya godaan untuk melakukan perbuatan zina yang membayangi diri manusia tersebut, melainkan tuduhan berzina pun akan mungkin terjadi terhadapnya. Islam tidak hanya melarang dan melaknat bagi hambanya yang melakukan perzinahan, akan tetapi menuduh wanita baik-baik melakukan perzinahan merupakan perbuatan yang amat keji dan terlaknat.
Sejalan dengan beratnya hukuman bagi pelaku jarimah zina, hukum Islam melalui ayat di atas  mengancamkan hukuman yang tak kalah beratnya bagi seseorang yang melakukan tuduhan berzina kepada orang lain.
Perzinaan adalah kejahatan yang memalukan dan termasuk dosa besar. Bila perzinaan itu dilemparkan kepada seseorang secara fitnah berarti mendatangkan malu besar atau penghinaan kepada seseorang yang dituduh. Perbuatan itu disebut merusak harga diri seseorang yang dituduh. Harga diri itu termasuk salah satu sendi kehidupan manusia. Hal itu disebut kejahatan yang dilarang Allah dan termasuk perbuatan maksiat yang diancam dengan dosa di akhirat dan hukuman di dunia.[1]
Untuk memperdalam pengetahuan kita tentang qadzaf maka dalam makalah ini pemakalah akan membahasnya secara lebih rinci dan mendalam.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.     Bagaimana dasar hukum larangan qadzaf ?
B.     Apa saja unsur-unsur jarimah qadzaf?
C.     Bagaimana hukuman untuk jarimah qadzaf?
D.     Bagaimana cara pembuktian untuk jarimah qadzaf?
III.             PEMBAHASAN
A.     Dasar hukum larangan qadzaf
Secara etimologi qadzaf berarti melempar dengan kuat dan keras. Adapun melakukan qadzaf kepada orang yang sudah menikah (baik perempuan maupun laki-laki) secara istilah ilmu fiqh berarti menuduhnya melakukan zina atau menafikkan hubungan nasab anak kepada sang bapak.[2]
Syaria’at islam menetapkan qadzaf adalah orang yang menjatuhkan kehormatan laki-laki atau wanita yang sudah menikah, dengan memberikan tuduhan zina, namun dia tidak dapat menghadirkan bukti pasti atas apa yang dikatakan atau dituduhkannya. Dalil atau bukti pasti yang diminta islam dalam kasus ini sangat sulit dihadirkan, karena tuduhan tidak akan terealisasikan melainkan dengan mendatangkan empat orang saksi yang benar-benar adil, yang memberikan kesaksian bahwa dengan mata kepala sendiri mereka melihat perbuatan zina itu dilakukan, dalam bentuk yang tidak ada keraguan sedikitpun.[3]
Dasar atau dalil masalah ini adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 4 dan ayat 23 yang berbunyi:

وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٤
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nuur : 4)

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ٱلۡغَٰفِلَٰتِ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ لُعِنُواْ فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٞ ٢٣
Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (QS. An-Nuur : 23)

Juga hadits Nabi SAW yang artinya “Jauhilah tujuh hal keji” lalu para sahabat bertanya, “Apakah itu, wahai Rasulullah?” “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri pada saat berkecamuknya perang, menuduh wanita yang baik-baik yang lengah lagi beriman (dengan tuduhan zina).”
Dalam masalah ini, islam tidak membedakan, baik orang yang menuduh adalah orang terhormat atau orang rendahan, terkenal jujur atau tidak.
B.     Unsur-unsur jarimah qadzaf
Suatu tuduhan yang dileparkan kepada seseorang disebut dengan qadzaf yang diancam dengan hukuman berat bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
1.      Tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab atau hubungan keturunan. Hal ini mengandung arti bahwa tuduhan selain dari berbuat zina atau tidak berkaitan dengan meniadakan nasab tidak disebut qadzaf. Contohnya apabila seorang berkata “Dia bukan ayahmu”. Ucapan tersebut sama dengna ucapan “Dia berbuat zina”.[4]
2.      Orang yang dituduh berzina itu adalah seseorang yang muhsan, dalam arti seseorang muslim yang dewasa, berakal sehat, dan dalam kehidupannya tidak pernah tersentuh oleh perbuatan zina atau yang berdekatan dengan itu atau dalam istilah tidak pernah terlibat dalam skandal seks. Hal ini mengandung arti bila yang dituduh adalah orang yang biasanya terlibat dengan perzinaan atau biasa berbuat maksiat lainnya, ucapan ini tidak dapat disebut  qadzaf.[5]
3.      Adanya kesengajaan berbuat qadzaf; yang ia tahu bahwa yang dituduhnya tidak berbuat zina dan dia mengetahui pula bahwa apa yang diucapkannya itu adalah tidak benar dan dengan ucapannya itu dia sengaja untuk mempermalukan orang yang dituduh. Bila ucapan itu terlontar sambil bermain atau dalam dialog sandiwara, atau muncul dari ucapan orang yang sedang tidur atau terlontar karena kesalahan ucapan, tidak disebut ucapnnya itu dengan qadzaf.[6]

C.      Hukuman untuk jarimah qadzaf
Qadzaf merupakan perbuatan dosa besar. Syariat islam menjatuhkan dua sanksi yang dipersiapkan bagi mereka, sanksi utama yang diberikan untuk fisik, yaitu dengan hukum dera sebanyak delapan puluh kali; yang kedua adalah sanksi abadi untuk eksistensi, kehormatan, dan rasa percaya diri si penuduh. Dan sanksi ini menyebabkannya tidak dapat diterima lagi kesaksiannya sepanjang hidupnya sampai dia bertaubat.[7] Ini berdasarkan firmannya :

وَٱلَّذِينَ يَرۡمُونَ ٱلۡمُحۡصَنَٰتِ ثُمَّ لَمۡ يَأۡتُواْ بِأَرۡبَعَةِ شُهَدَآءَ فَٱجۡلِدُوهُمۡ ثَمَٰنِينَ جَلۡدَةٗ وَلَا تَقۡبَلُواْ لَهُمۡ شَهَٰدَةً أَبَدٗاۚ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡفَٰسِقُونَ ٤  إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُواْ مِنۢ بَعۡدِ ذَٰلِكَ وَأَصۡلَحُواْ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٥
(4) Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik
(5) kecuali orang-orang yang bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ada pula hadits Nabi SAW mengenai had qadzaf, yang berbunyi :
عن عائشة رضي الله عنهاقالت: لمانزل عذرى قام رسول الله صلى الله عليه وسلم على المنبر فذكر ذالك رتلا القران, فلما نزل امربرجلين وامرأة فضربواالحد,) اخرجه احمدوالاربعة, وأشاراليه البخاري(.

“Dari Aisyah. Ia berkata: Tak kala turun (ayat) pembebasanku. Rasulullah saw berdiri di atas mimbar, lalu ia sebut yang demikian dan membaca Quran. Maka tak kala turun dari mimbar ia perintah supaya (didera) dua orang laki-laki dan seseorang perempuan, lalu dipukul mereka dengan dera. (Riwayat oleh Ahmad dan Imam  Empat, dan Bukhari telah menyebutnya dengan isyarat).[8]
Jika yang menuduh seorang budak, didera empat puluh kali baik budak murni, budak mudabbar, mukatab, ummul-walad ataupun budak muba’adh, karena Abu Bakr, Umar, dan Ali r.a. dan orang-orang sesudahnya hanya memukul empat puluh kali dan tak seorangpun yang menyalahkan mereka. Dan juga karena had dapat di bagi-bagi, maka budak didera separuh dalam hal menuduh zina, sebagaimana had zina juga dikenakan separuhnya.[9]
Dalam menegakkan had qadzaf, disyaratkan hal-hal berikut: [10]
1.      Yang menuduh ( al-qadzif) harus muslim, berakal, dan balig.
2.      Pihak yang tertuduh (al makdzuf)  hendaknya orang yang suci, yang tidak dikenal sebagai orang pembuat keburukan di tengah-tengah masyarakat.
3.      Pihak tertuduh (al makdzuf) hendaknya mengajukan tuntutan had kepada si penuduh karena dia berhak untuk itu. Jika dia menghendakinya, maka ditegakkan hukum itu; dan bila tidak menghendakinya, penuduh dapat dimaafkan.
4.      Pihak qadzif (penuduh) menghadirkan 4 orang saksi yang menyaksikan kebenaran tuduhannya kepada tertuduh. Jika hilang salah satu persyaratan ini, maka had tidak bisa diterapkan.
Adapun hikmah had qadzaf adalah untuk memelihara keselamatan fisik seorang muslim dan kehormatannya. Hukuman ini juga dimaksudkan untuk menjaga masyarakat dari perbuatan buruk dan ketersebarluasnya keburukan di antara kaum muslim padahal sesungguhnya mereka itu adalah kaum yang adil dan bersih.[11]

D.     Pembuktian untuk jarimah qadzaf
1.      Persaksian
Persaksian Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian. Persaksian dua orang saksi yang muslim, laki-laki dewasa dan berakal sehat, adil, kuat ingatan, mampu bicara, tidak punya hubungan kerabat dan permusuhan dengan orang yang disaksikan. Kesemua saksi secara langsung menyaksikan ucapan yang dilontarkan oleh yang menuduh.[12]
2.      pengakuan
Pengakuan Yakni si penuduh mengakui bahwa telah malakukan tuduhan zina kepada seseorang dan ia sadar penuh dengan apa yang diakuinya itu.[13] Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang melakukan zina harus jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid dalwi ilal bi’ri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu mengandung kebenaran yang martabat dan harga diri seseorang. Para hakim dalam hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu yang tak terbayangkan.
3.      Penolakan bersumpah
Jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan.[14] Caranya adalah orang yang dituduh (korban) meminta kepada orang menuduh (pelaku) untuk bersumapah bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah tersebut. Demikian pula sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang yang dituduh (korban) bahwa penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila orang yang dituduh enggan melakukan sumpah maka tuduhan dianggap benar dan penuduh dibebaskan dari hukuman had qadzaf.
Penuntutan dan pembuktian sebagaimana disebutkan di atas dilakukan di pengadilan oleh hakim yang ditugaskan untuk itu.

IV.              KESIMPULAN
Qadzaf adalah menuduhnya melakukan zina atau menafikkan hubungan nasab anak kepada sang bapak. Dasar hukumnya adalah firman Allah SWT dalam surat An-Nur 4 dan 23. Adapun unsur-unsur qadzaf adalah tuduhan yang dilemparkan itu adalah perbuatan zina atau meniadakan nasab atau hubungan keturunan. kemudian yang dituduh berzina itu adalah seseorang yang muhsan. Serta adanya kesengajaan berbuat qadzaf. Adapun ancama hukumannya adalah 80 kali cambuk dan tidak diterima kesaksiannya untuk selamanya. Pembuktian jarimah qadzaf yaitu melalui Persaksian, Pengakuan, dan Penolakan bersumpah.
V.                 PENUTUP
Perbuatan menuduh hanya akan menjadikan diri kita selalu mencampuri urusan orang lain yang sepatutnya tidak kita campuri. Hal ini hanya merupakan perbuatan yang sia-sia yang sangat merugikan dan tidak disukai oleh Sang Pencipta. Banyak hal yang lebih penting yang seharusnya kita lakukan, demi keselamatan dan keberuntungan di hari hisab kelak.
Akan tetapi pastinya manusia yang lemah ini  akan tetap terjerumus dalam lobang yang dangkal maupun dalam. Namun perlu diingat sebaik-baiknya manusia yang berbuat salah adalah orang yang langsung mengingat kekhilafannya dengan segera bertaubat kepada Sang Khalik dan tidak akan pernah mengulanginya.
Semoga pemaparan tentang qadzaf dalam makalah ini bisa memberikan manfaat untuk kita semua dan bertambahlah ilmu kita tentang jinayah.


























DAFTAR PUSTAKA


Abu Bakr, Imam Taqiyyudin.Kifayatul Akhyar(Kelengkapan Orang Saleh). Surabaya: Bina Iman.
El-Jazair, Abu bakar Jabir. 1991. Pola hidup Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Jauhar, Ahmad Al-Mursi Husain. 2009. Maqashid Syariah. Jakarta: AMZAH.
Msyhur, Kahar. 1992. Terjemahan Bulughul Maram jilid II. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Syarifuddin, Amir. 2010. Garis-garis besar Fiqh. Jakarta: Prenada Media Group.


[1] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 284
[2] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 138
[3] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 138
[4] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 284
[5] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 284
[6] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 284
[7] Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: AMZAH, 2009), hlm. 138-140
[8] Kahar Msyhur, Terjemahan Bulughul Maram jilid II, ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1992), hlm. 208
[9] Imam Taqiyyudin Abu Bakr, Kifayatul Akhyar(Kelengkapan Orang Saleh), ( Surabaya : Bina Iman), hlm.382
[10] Imam Taqiyyudin Abu Bakr, Kifayatul Akhyar(Kelengkapan Orang Saleh), ( Surabaya : Bina Iman), hlm.380
[11] Abu bakar Jabir El-Jazair, Pola hidup Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), hlm.336
[12] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 287
[13] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 287
[14] Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 287

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an

PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu: M ufidah , M.Pd.i DI SUSUN OLEH : 1.     MUSTOFA                              ( 133111043 ) 2.     YUSUF   HAMDANI                ( 133111044 ) 3.     SITI CHAIZATUL   M.            ( 133111045 ) 4.     USWATUN   KHASANAH      ( 133111046 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2013 I.        PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kita...

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelema...

FILSAFAT SUHRAWARDI

PEMIKIRAN FILSAFAT SUHRAWARDI (1153-1191 M) MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Islam Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.   DI SUSUN OLEH : 1.       SITI CHAIZATUL MUNASIROH             ( 133111045) 2.       AGUNG SUPRAYITNO                           (133111051 ) 3.       DEWI HUSNAWATI                                 (133111079 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2014 I.          PENDAHULUAN Ketika filsafat muncul dalam kehid...