Langsung ke konten utama

PSIKOLOGI PENDIDIKAN



PENGERTIAN DAN TEORI-TEORI BELAJAR

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Pendidikan
Dosen Pengampu:Dra. Hj. Srijatun M.Si



DI SUSUN OLEH :

1.      LAELY NURAINI                                    (123111091)
2.      MARTHA JULIA M                                  (1403016071)
3.      MUHAMAD KHOIRUL ANAM              (133111023)
4.      SITI CHAIZATUL MUNASIROH            ( 133111045)
5.      AHMAD LUKMANUL HAKIM              (133111081 )


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN WALISONGO SEMARANG
2015
I.                   PENDAHULUAN
Kita sebagai manusia dilahirkan ke dunia ini adalah sebagai khalifah yang sudah pasti memiliki beban tanggung jawab yang tinggi baik untuk dirinya sendiri, atau hubungan dengan sesamanya, maupun antar manusia dengan khaliqnya. Manusia disamping sebagai manusia individu juga sebagai makhluk sosial, karena masalah mendidik sebenarnya telah ada sejak adanya manusia di dunia. Maka untuk lebih meningkatkan hal tersebut perlu mempelajari dan menghayati tentang psikologi pendidikan. Kegunaan psikologi pendidikan adalah untuk mempelajari faktor-faktor  manusia sewaktu belajar, mengajar,  keadaan perkembangan jamani dan rohani seseorang, perbedaan dan persamaannya dengan orang lain serta motivasi-motivasi dalam belajar.
Psikologi pendidikan adalah alat bantu, terutama bagi calon pendidik sehingga mengetahui lebih dalam tentang faktor-faktor psikologi yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia untuk memperoleh prinsip-prinsip dasar mengenai belajar dan mengajar.[1]
Untuk memperjelas pengertian belajara dan proses yang mempengaruhinya, maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa itu teori belajar dan apa saja macam-macamnya.     

II.                RUMUSAN MASALAH
A.     Bagaimana definisi dari belajar?
B.     Apa sajakah macam-macam teori belajar?
C.     Bagaimana seorang pendidik dalam menyikapi teori-teori belajar?

III.             PEMBAHASAN
A.     Pengertian belajar
1.      Hilgard dan bower, dalam buku Theories of learning (1975) mengemukakan. “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannnya yang berulang-ulang dalam sitauasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaaan sesaat seseorang ( misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya).”[2]
2.      Gagne, dalam buku The Conditions of Learning (1977) menyatakan bahwa : “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengna isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami sitasi itu ke waktu sesuadah ia mengalami situasi tadi.”[3]
3.      Morgan, dalam buku Introduction to Psychology (1978) mengemukakan : “Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengaaman.”[4]
4.      Witherington,dalam buku Educational Psychology, mengemukakan “ Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian.”[5]
Maka secara umum Belajar adalah proses perubahan tingkah laku sebagai akibat pengalaman atau latihan. Proses perubahan tingkah laku atau proses belajar terjadi pada diri individu itu merupakan proses internal psikologis yang tidak dapat diketahui secara nyata. Oleh karena terjadinya proses belajar itu tidak diketahui secara jelas, maka timbulah perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi, sehingga akibatnya terjadi bermacam-macam teori belajar.[6]

B.     Macam-macam teori belajar
Teori belajar dimunculkan oleh para psikologi pendidikan setelah mereka mengalami kesulitan untuk menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Teori belajar adalah alat bantu yang sistematis dalam proses belajar.
Teori-teori belajar di kalangan psikolog bersifat eksperimental. Artinya, teori-teori yang mereka kemukakan merupakan konklusi dari pengalaman mereka ketika berinteraksi dalam kegiatan belajar, baik  sebagai pelajar maupun pengajar. Mereka membuat proposisi-proposisi dari penelitian yang mereka geluti. Sebagai catatan, proposisi yang mereka kemukakan merujuk pada pandangan yang melandasi pola pikirnya masing-masing.[7]
Menurut Wheeler, teori adalah suatu prinsip yang menerangkan sejumlah hubungan antara berbagai fakta dan meramalkan hasil-hasil baru berdasarkan fakta-fakta tersebut. Secara umum, teori adalah pendapat yang dilatar belakangi orang yang berpendapat. Sedangkan teori belajar adalah prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta atau penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.[8]
Berikut ini akan dikemukakan beberapa teori belajar, yang merupakan hasil penyelidikan para ahli psikologi sesuai dengan aliran psikologinya masing-masing.
Teori belajar yang terkenal dalam psikologi antara lain ialah :
1.      Conditioning
Teori ini menekankan bahwa belajar terdiri atas pembangkitan respons dengna stimulus yang pada mulanya bersifat netral atau tidak memadai. Melalui persinggungan stimulus dengan respons, stimulus yang tidak memadai untuk menimbulkan respons tadi akhirnya mampu menimbulkan respons. Drill praktik, pengulangan, dan kejadian-kejadian sesuai dengan teori ini.[9]
Penganut teori ini mengatakan bahwa segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil daripada contioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat/ perangsang-perangsang tertentu yang dialaminya di dalam kehidupannya.[10]
a.       Teori Conditioning Pavlov
Teori klasik ini dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlov pada awal tahun 1900 an.  Untuk menghasilkan teori ini Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara sistimatis dan saintifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran berlaku pada suatu organisme. mengadakan percobaan dengan menggunakan seekor anjing yang dimasukka ke dalam kamar ddan diikat. Anjing tersebut sudah dibedah sedemikian rupa , sehingga kelenjar ludahnya berada di luar pipinya. Pada moncongnya yang sudah dibedah tersebut dipasang sebuah selang yang dihubungkan dengan sebuah tabung di uar kamar. Di kamar tersebut hanya ada satu lubang di depan moncong anjing untuk meletakkan makanan dan menyorotkan lampu. Dalam percobaannya, Pavlov menggunakan alat-alat berupa makanan, lampu, dan bunyi-bunyian.[11] Percobaan dilakukan sebagai berikut:
1)      Pada saat anjing lapar, dimasukkan sebuah makanan di dalam kamar bersamaan dengan itu dinyalakan sebuah lampu dan dibunyikan sebuah bunyi-bunyian. Maka keluarlah air liur.
2)      Setelah diadakan percobaan tersebut berulang kali, percobaan sedikit diubah dengan cara anjing yang lapar tersebut tidak diberi makanan tetapi hanya dinyalakan lampu dan bunyi-bunyian. Maka keluarkah air liur.
3)      Anjing yang lapar lalu dinyalakan lampu kamar maka keluarlah air liur.
4)      Anjing yang lapar dibunyikan bunyi-bunyian maka keluarlah air liur.
Kesimpulan dari percobaan Pavlov ini adalah:                      
1)      Gerakan-gerakan reflek itu dapat dipelajari dan dapat berubah karena mendapat latihan.
2)      Gerakan reflek dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu:
a)                  Uncontioned reflex (reflek wajar) seperti keluar air liur ketika melihat makanan lezat.
b)                  Conditioned reflex (reflek bersyarat) yaitu reflek yang dipelajari seperti keluar air liur karena melihat warna sinar tertentu atau bunyi tertentu.
b.      Teori Conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus dan respon tertentu.  Stimulus dan respon merupakan faktor kritis dalam belajar.  Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan lebih langgeng.  Suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan menjadi kebiasaan) apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai stimulus.[12]
Guthrie mengemukakan bahwa hukuman memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaan seseorang.  Contoh seorang anak perempuan yang setiap kali pulang sekolah selalu mencampakkan baju dan topinya dilantai.  Ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya.  Lalu kembali keluar, dan masuk rumah kembali sambil mengantungkan baju dan topinya di tempat gantungannya.  Setelah beberapa kali melakukan hal itu, respon menggantung topi dan baju menjadi terasosiasi dengan stimulus memasuki rumah.[13]
c.       Teori Operant Conditioning ( skinner )
Seperti Pavlov dan Watson, Skinner juga memikirkan tingkah laku sebagai hubungan antara perangsang dan respons. Menurut penelitian yang dilakukan Skinner hubungan antara Stimulus (rangsangan) dengan respons menjadi lebih kuat bila disertai dengna hadiah (reward) yang menyenangkan.[14]
Skinner membedakan adanya dua macam respon[15], yaitu:
1)      Respondent Response ∕Reflexive Response yaitu respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu seperti keluar air liur setelah melihat makanan tertentu.
2)      Operant Respon∕Instrumental Response, yaitu respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu, yang demikian itu disebut reinforcing stimuli atau reinforcer (stimulus penguat). Dinamakan demikian karena perangsang ini memperkuat respon yang telah ada. Seperti anak yang telah merespon belajar, kemudian diberi hadiah (reinforcer) maka ia akan lebih giat belajar.
Dari kedua bentuk respon di atas, bentuk yang pertama yaitu Respondent Response ada pada diri manusia sangat terbatas. Sedangkan jenis yang kedua Operant Respon ada pada diri manusia hampir tak terbatas. Oleh karena itu guru hendaknya selalu mencari dan mengembangkan respon jenis kedua ini untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.[16]
d.      Teori Systematic Behavior ( Hull )
Clark C. Hull mengemukakan teorinya, yaitu bahwa suatu kebutuhan atau “keadaan terdorong” ( oleh motif, tujuan, maksud, aspirasi, ambisi) harus ada dalam diri seseorang yang belajar, sebelum suatu respon dapat diperkuat atas dasar pengurangan kebutuhan itu. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar itu oleh respon-respon yang dibuat individu itu. Setiap obyek, kejadian atau situasi dapat mempunyai nilai sebagai penguat apabila hal itu dihubungkan dengan penurunan terhadap suatu keadaan deprivasi (kekurangan) pada diri individu itu; yaitu jika obyek, kejadian atau situasi tadi dapat menjawab suatu kebutuhan padasaaat individu itu melakukan respon.[17]
Prinsip penguat (reinforcer) menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan ganjaran bagi seseorang (misalnya: uang, perhatian, afeksi, dan aspirasi sosial tingkat tinggi). Jadi, prinsip utama adalah suatu kebutuhan atau motif harus ada pada seseorang sebelum belajar itu terjadi, dan bahwa apa yang dipelajari itu harus diamati oleh orang yang belajar sebagai sesuatu yang dapat mengurangi kekuatan kebutuhannya atau memuaskan kebutuhannya.[18]
2.      Teori Connectionism Thordike
Dasar teori ini adalah trial and error (mencoba dan salah). Setiap organisme jika dihadapkan dalam situasi baru maka ia akan melakukan kegiatan mencoba-coba (trial) yang kemudian dalam kegiatannya itu akan mendapatkan kesalahan atau kegagalan (error). Namun berdasarkn kesalahan-kesalahan tersebut ia akan mendapat jalan untuk menyelesaikan masalah terhadap situasi baru tersebut sehingga semakin lama dia akan bertindak lebih efisien dalam menyelesaikan masalah tersebut.[19]Contoh: seekor kucing yang dibuat lapar dimasukkan ke dalam sebuah kandang. Pada kandang itu dibuat lubang pintu yang tertutup yang dapat terbuka jika suatu pasak di pintu itu tersentuh. Di luar kandang diletakkan sepiring makanan (daging). Mula-mula kucing itu bergerak kesana kemari mencoba-coba hendak keluar mealui berbagai jeruji kandang itu. Lama-kelamaan pada suatu ketika secara kebetulan tersentuhlah pasak lubang pintu oleh salah satu kakinya. Pintu kandang terbuka dan kucing itu pun euar menuu makanan.
Percobaan diulang lagi. Tingkah laku kucing itu pun pada mulanya sama seperti percobaan pertama. Hanya waktu yang diperlukan untuk bergerak esana kemari lebih singkat. Setelah diadakan percobaan berkali-kali akhirnya kucing itu tidak lagi kian kemari mencoba-coba tetapi langsung menyentuh pasak pintu dan terus kelua mendapatkan makanan.Jadi proses belajar menurut Thorndike mealui proses:[20]
a.       Trial and Error (mencoba-coba dan mengalami kegagalan)
b.      Law of Effect (hukum tentang hasil) segala sesuatu yang memuaskan (hasil) akan diingat atau dipelajari (hukum), sedangkan segala sesuatu yang tidak menyenangkan (hasil) akan dilupakan (hukum).

Karena adanya hubugan (connection) antara reaksi dengan hasil maka teori Thorndike disebut teori connectionism. Namun, dalam teori Thorndike ini terdapat kelemahan-kelemahan diantaranya:
1)      Terlalu memandang manusia sebagai makhluk mekanismus otomatisme sehingga disamakan dengan binatang.
2)      Memandang belajar hanya merupakan asosiasi (hubungan) antara stimulus dan respon.
3)      Mengabaikan unsur pengertian dalam belajar.[21]

3.      Teori Kognitif
Teori belajar kognitif menjelaskan belajar dengan berfokus pada perubahan-perubahan proses mental internal yang digunakan dalam upaya memahami dunia eksternal. Proses tersebut digunakan mulai dari mempelajari tugas-tugas sederhana seperti memecahkan masalah matematik yang mendetail.
Menurut teori ini, tingkah laku seseorang didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi belajar, seseorang terlibat langsung dalam situasi itu dan memperoleh insight dalam memecahkan masalah. Jadi kaum kognitif berpandangan, bahwa tingkah laku seseorang lebih bergantung kepada insight terhadap hubungan-hubungan yang ada di dalam suatu situasi.[22]
Dengan demikian, teori-teori kognitif menekankan bahwa dalam proses belajar pembelajaran aktif dalam mengembangkan pemahaman mereka sendiri tentang topik yang mereka pelajari.Diantara teori-teori kognitif yang terkenal adalah:
a.      Teori Cognitive Field
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil daridua macam kekuatan, satu dari struktur medan kognisi itu sendiri yang lainnya dari kebutuhan motivasi internal individu.
b.      Teori Schema
Teori Schema mengemukakan keberadaan struktur pengetahuan yang disebut dengan schema atau schemata yang memiliki dua bentuk, yaitu secara umum disebut script. Meski scemata kadang-kadang menyebabkan kita salah pengertian atau salah mengingat segala sesuatu, schemata mampu membuat kita memecahkan masalah secara lebih baik dan sangat membantu dalam mengkategorisasi, memahami, dan memngingat segala sesuatu.[23]
c.       Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi adalah teori kognitif tentang belajar yang menggambarkan pemrosesan, penyimpanan dan perolehan pengetahuan oleh pikiran.[24]
Menurut teori ini, belajar adalah menyangkut tentang bagaimana informasi dari lingkungan dapat disimpan dalam memori. Untuk menggambarkan proses tersebut digunakan pomodelan. Model proses penyimpanan informasi yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah model yang dikemukakan oleh Atkinson dan Shiffrin pada tahun 1968. Model tersebut memiliki tiga komponen mayor, yaitu penyimpanan informasi, proses kognitif, dan metakognisi.
4.      Teori Konstrutivis
Konstruktivisme adalah teori tentang pengetahuan dan belajar, yang menguraikan tentang apa itu ‘mengetahui’ dan bagaimana seseorang ‘menjadi tahu’.[25] Konstruktivisme memandang ilmu pengetahuan bersifat non objective, temporer, selalu berubah. Hal ini sesuai dengan pendapat radical constructivist yang menyatakan bahwa pengetahuan itu terbentuk dalam struktur kognisi si pembelajar, bukan berada secara terpisah di luar disi si pembelajar.
Dari berbagai pandangan konstruktivis yang ada, ada dua pandangan yang mendominasi yaitu:
a.       Teori individual cognitive constuctivist
Teori ini berfokus pada kontruksi internal individu terhadap pengetahuan. Pengetahuan tidak berasal dari lingkungan sosial, akan tetapi interaksi sosial penting sebagai stimulus terjadinya konflik kognitif internal pada individu.
b.      Teori socio cultural constructivist
Teori ini berpandangan bahwa pengetahuan berada dalam konteks sosial, karenanya ditekankan pentingnya bahasa dalam belajar yang timbul dalam situasi-situasi yang berorientasi pada aktivitas.[26]
5.      Teori Psikologi Gestalt
Teori ini disebut juga field teori (teori kancahllapangan) atau disebut juga insight full learning (belajar penuh pengertian). Belajar menurut teori psikologi Gestalt bukan hanya sekedar proses asosiasi antara stimulus-respon yang makin lama semakin kuat karena adanya latihan atau ulangan, tetapi belajat menurut teori ini terjadi jika ada pengertian. Belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan pengalaman-pengalaman yang sudah ada.[27]
Menurut teori ini, jiwa manusia adalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada daam keseluruhan menurut struktur yang telah terbentuk dan saling berinteraksi saru sama lain.[28]
Teori psikologi Gestalt sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.       Dalam belajar faktor pengalaman atau pengertian atau pemahaman (insight) merupakan faktor penting.
b.      Dalam belajar faktor pribadi atau organisme memegan peranan paling sentral
c.       Individu berada dalam keadaan keseimbangan yang dinamis, adanya gangguan terhadap keseimbangan itu akan mendorong terjadinya tingkah laku.
d.      Belajar menitikberatkan pada situasi sekarang, dalam situasi tersebut menemukan dirinya.

C.     Seorang Pendidik dalam Menyikapi Teori-teori Belajar
Teori-teori belajar yang ada hendaklah disikapi dengan bijaksana. Beberapa catatan dalam menyikapi keberagaman teori belajar yaitu:
1.      Teori-teori belajar tersebut hendaknya tidak dipandang sebagai teori yang bertentangan satu dengan yang lain, sehingga yang satu benar dan lainnya salah.
2.      Perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam teori belajar tersebut disebabkan oleh perbedaan jenis-jenis belajar yang diselidiki, karena belajar itu ada yang bertahap rendah dan ada yang bertahap tinggi, ada yang dalam tingkatan bioligis dan ada yang dalam tingkatan rohaniah, ada yang bersifat skill (kecakapan) dan ada yang bersifat rasionil.
3.      Yang penting bagi kita sebagai pendidikk adalah mnggunakan teori-teori yang sesuai tersebut berlaku bagi manusia.[29]

IV.              PENUTUP

Demikian makalah yang dapat kami susun semoga dapat bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran “ Psikologi Pendidikan” dengan judul: pengertian dan teori-teori belajar.Tentu saja dalam pembuatan makalah masih banyak kekeliruan, oleh karena itu kami mohon maaf sebesarnya. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang membangun.





























Daftar Pustaka
Sutrisno Ahmad, dkk, Psikologi Pendidikan, Cet. II, (Ponorogo: Darussalam Press, )
M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014).
M. Alisuf Sabri,  Psikologi pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007),
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009),
Muhamad Yaumi, Prinsip-prinsip desain pembelajaran, (Jakarta: Kencana,2013),

Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014).




[1] Sutrisno Ahmad, dkk, Psikologi Pendidikan, Cet. II, (Ponorogo: Darussalam Press, ), hlm. 7.
[2]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 84
[3] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 84
[4] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 84
[5] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 84
[6] M. Alisuf Sabri,  Psikologi pendidikan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2007), hlm. 62.
[7]Mahmud,  Psikologi Pendidikan,  (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 73.
[8]Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 63.
[9]Oemar Hamalik,  Psikologi Belajar & Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010). Hlm. 49
[10] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 91
[11]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 91
[12]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 92
[13] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 92-93
[14] Muhamad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2010). Hlm. 18
[15]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 95
[16] Sutrisno Ahmad, dkk, Psikologi Pendidikan,Cet. II (Ponorogo: Darussalam Press, 1425H), hlm. 74-77.
[17] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 97
[18] M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 97
[19]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 98
[20]M. Ngalim purwanto, Psikologi pendidikan,  ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014). Hlm. 99
[21] Sutrisno Ahmad,dkk, Psikologi Pendidikan,Cet. II (Ponorogo:Darussalam Press, 1425H), hlm.78-79.
[22] M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 34-35.
[23]Muhamad Yaumi, Prinsip-prinsip desain Pembelajaran, (Jakarta : Kencana,2013), hlm. 34
[24]Muhamad Yaumi, Prinsip-prinsip desain Pembelajaran, (Jakarta : Kencana,2013), hlm. 30
[25]Muhamad Yaumi, Prinsip-prinsip desain Pembelajaran, (Jakarta : Kencana,2013), hlm. 41
[26]Nyanyu Khodijah, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014),hlm. 76-84.
[27]Sutrisno Ahmad, dkk, Psikologi Pendidikan,Cet. II (Ponorogo: Darussalam Press, 1425H), hlm. 79-80.
[28]Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hlm. 41.
[29] Sutrisno Ahmad, dkk, Psikologi Pendidikan,Cet. II (Ponorogo: Darussalam Press, 1425H), hlm 80.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an

PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu: M ufidah , M.Pd.i DI SUSUN OLEH : 1.     MUSTOFA                              ( 133111043 ) 2.     YUSUF   HAMDANI                ( 133111044 ) 3.     SITI CHAIZATUL   M.            ( 133111045 ) 4.     USWATUN   KHASANAH      ( 133111046 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2013 I.        PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kita...

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelema...

FILSAFAT SUHRAWARDI

PEMIKIRAN FILSAFAT SUHRAWARDI (1153-1191 M) MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Islam Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.   DI SUSUN OLEH : 1.       SITI CHAIZATUL MUNASIROH             ( 133111045) 2.       AGUNG SUPRAYITNO                           (133111051 ) 3.       DEWI HUSNAWATI                                 (133111079 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2014 I.          PENDAHULUAN Ketika filsafat muncul dalam kehid...