Langsung ke konten utama

RIBA



RIBA

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi
Tugas mata kuliah : Fiqh Mu’amalah
Dosen Pengampu : Ali Muhtar,Lc



Disusun oleh:
Kelompok 3 PAI 3-B

1.      Yusuf Hamdani                               (133111044)
2.      Siti Chaizatul Munasiroh                  (133111045)
3.      Wardah Ainur Rizqi                        (133111068)




FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.              LATAR BELAKANG
Diantara jual beli atau bertransaksi yang dilarang dengan pelarangan yang kerass oleh agama Islam dan Negara adalah jual beli yang bersifat Riba. Riba merupakan suatu tambahan yang tidak ketara tetapi riba itu dosanya sangat besar jika dilakukan oleh orang yang melakukannya, apalagi yang melakukannya itu otang yang tahu hukum tetapi tetap saja melakukan riba. Dengan demikian riba menurut istilah ahli fiqh adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini.
Tidak semua tambahan dianggap sebagai riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dari sebuah perdagangan dan tidak ada riba di dalamnya hanya saja tambahan yang di istilahkan dengan nama “riba” dan al-Qur’an datang menerangkan pengharamannya adalah tambahan yang diambil sebagian ganti dari tempo, qatadah berkata : “Sesungguhnya riba orang Jahiliah adalah seseorang menjadi satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya dia menambah utangnya dan melambatkan tempo”.

II.           RUMUSAN MASALAH
A.  Apakah yang dimaksud Riba dan bagaimana hukumnya ?
B.   Apa sajakah macam-macam Riba dan contohnya?
C.  Apa sajakah Hikmah keharaman Riba?

III.        PEMBAHASAN
A.     Pengertian Riba
         Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan dan ketinggian. Allah berfirman :
فَأِْذَا أَنزَلنَا عّلّيهَا المَأءَ اهتَزََّت وّرّبّت
Maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur.” (QS.Al-Hajj 22:5)
Artinya naik dan tinggi. Allah SWT juga berfirman :
اَن تَكون أمّةٌ هِيَ أَربَى مِن أمَّةٍ
“Disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain.” (QS.An-Nahl 16:92)
Artinya lebih banyak jumlah dan hartanya.
        Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti; “akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.”
        Kata “akad” mengandung makna ijab dan qabul, sehingga  jika tidak ada ijab dan qabul, maka akad tidak ada, sama seperti seseorang yang menjual dengan system mu’athah (saling memberi) artinya menyerahkan dan menerima tanpa ada ucapan, dan ini terjadi pada sekarang ini dan bukan termasuk riba, walaupun ia haram namun tidak seperti haramnya riba.
        Kata “ganti yang khusus” yaitu uang dan makanan. Riba tidak berlaku pada sselain keduanya, misalnya baju dan kain.
        Kata “tanpa diketahui persamaanya” bisa untuk yang diketahui perbedaannya dan yang tidak diketahui perssamaannya dan saling melebihi artinya pada benda yang sama jenisnya.
        kata “dalam timbangan syara’” terkait dengan masalah persamaan. Dan timbangan syara’ adalah takaran untuk barang yang ditakar dan timbangan untuk barang yang ditimbang dan hitungan untuk barang yang dihitung serta hasta untuk barang yang bisa diukur dengan hasta.
        Kata “ketika berakad” adalah salah satu pembatasan yang harus ada dan masuk dalam makna ini seandainya dia menjual dengan cara lelang segenggam tepung dengan segenggam tepung kemudian keduanya keluar bersama-sama, maka ini masuk dalam kategori tidak diketahui persamaannya dalam timbangan syara’ ketika berakad.
        Kata “atau bersama dengan mengakhirkan dua ganti atau salah satunya” artinya membayar satu barang dengan barang yang lain dengan mengakhirkan pembayaran keduanya atau salah satunya baik keduanya sama jenis atau berbeda. Namun sama dalam illat riba yaitu naqdiyah (bernilai uang) dalam uang dan tha’miyah (makanan) untuk bahan, makanan. Tidak masuk dalam ruang lingkup definisi seandainya ia menjual gandum dengan bebrapa dirham walaupun diakhirkan pembayrannya ini ttidak termasuk riba sebab ada perbedaan illat (alasan mendasar) riba. Dan yang dimaksud mengakhirkan mencakup mengakhirkan penerimaan barang atau meminta hak milik, maka ia bisa menjadi riba nasi’ah.
        Dengan demikian, riba menurut istilah ahli fiqh adalah penambahan pada salah satu dari dua ganti yang sejenis tanpa ada ganti dari tambahan ini. Tidak semua tambahan dianggap riba, karena tambahan terkadang dihasilkan dalam sebuah perdagangan dan tidak ada riba di dalamnya hanya ssaja tambahan yang diistilahkan dengan nama “riba” an al-Qur’an datang menerangkan pengahramannya adalah tambahanyang diambil sebagai aganti dari tempo, Qatadah berkata : “Sesungguhnya riba orang jahiliyyah adalah seseorang menjual satu jualan sampai tempo tertentu dan ketika jatuh tempo dan orang yang berutang tidak bisa membayarnya dia menambah utangnya dan melambatkan temponya.” Mujtahid berkata tentang riba yang dilarang oleh Allah: “Mereka di zaman jahiliyyah seseorang ada utang orang lain lalu ia berkata: “Bagimu begini dan begini dan tambah tempo bagiku, lalu pembayarannya diakhirkan.”[1]

        Adapun hukum riba itu adalah haram, berikut adalah dasar keharaman riba dalam Alqur’an surat al-Baqarah ayat 276-279 yang berbunyi :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ -٢٧٥- يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ -٢٧٦- إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ -٢٧٧- يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ -٢٧٨- فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).

B.     Macam-macam Riba
         Jumhur ulama membagi riba dalam dua bagian, yaitu Riba Fadhl dan Riba Nasi’ah.[2] Namun dalam makalah ini kami akan membahas empat macam riba, yaitu : Riba fadhl, Nasi’ah, Yadd, Qardhi.

1.      Riba fadhl
Menurut Ulama Hanafiyah, riba Fadhl adalah :
زيادة عين مال في عقد بيع على المعيار الشرعي عند اتحاد الجنس
Artinya : Tambahan zat harta pada akad jual-beli yang diukur dan sejenis.
Dengan kata lain, riba Fadhl adalah jual-beli yang mengandung unsur riba pada barang sejenis dengan adanya tambahan pada salah satu benda tersebut.
Menurut Ibnu Qayyum, riba Fadhl adalah riba yang kedudukannya sebagai penunjang diharamkannya nasi’ah. Dengan kata lain bahwa riba fadhl diharamkan supaya seseorang tidak melakukan riba nasi’ah yang sudah jelas keharamannya. Oleh karena itu jika melaksanakan akad jual-beli antarbarang yang sejenis, tidak boleh dilebihkan salah satunya agar terhindar dari unsur riba.[3]
Misalnya si A menjual 15 gram emas”perhiasan” kepada si B dengan 13 gram emas “batangan”, ini adalah riba karena jenis barangnya sama tapi timbangannya berbeda. Contoh kedua; menjual dengan sistim barter 1 lembar uang kertas senilai Rp.100.000,- dengan uang kertas pecahan seribu senilai Rp.95.000,- atau 110.000,-.
2.      Riba yadd (tangan)
Riba yadd adalah jual beli dengan mengakhirkan penyerahan kedua barang ganti atau salah satunya tanpa menyebutkan waktunya.[4] Riba yad adalah riba yang terdapat pada jual beli tidak secara tunai karena adanya penangguhan pembayaran. Dalam hal ini, penjual menetapkan harga yang yang berbeda pada barang yang sama antara pembeli tunai dan pembeli tidak tunai. Perbedaan harga inilah yang menurut sebagian ulama termasuk riba karena adanya penambahan harga. Menurut para ulama, hal ini merugikan pembeli.
Misalnya, sebuah televise jika membeli secara tunai harga 1 juta rupiah, tetapi jika membeli secara kredit harganya menjadi 1,5 juta rupiah. Tambahan 500 ribu rupiah tersebut termasuk riba.
Berbeda halnya jika penjual tidak menyebutkan harga tunai. Artinya, penjual memang menjual televisinya secara kredit, tidak secara tunai. Dalam hal ini, penjualan tersebut tidak termasuk riba karena tidak ada penambahan harga dari harga beli secara tunai. Itu sebabnya, penjual menjual televise secara kredit, tidak secara tunai. Jadi otomatis tidak ada perbedaan harga.[5]
3.      Riba Nasi’ah
Menurut Satria Efendi, riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa risiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba ini terjadi dalam utang-piutan oleh sebab itu disebut juga dengan riba Jahiliyyah. Dan sering disebut juga dengan riba jali atau qath’i karena jelas keharamannya di dalam al-Qur’an. [6]
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa riba Nasi’ah itu mengandung 3 unsur, yaitu :
a.       Adanya tambahan pembayaran atau modal yang dipinjamkan.
b.      Tambahan itu tanpa risiko kecuali sebagai imbalan dari tenggang waktu yang diperoleh si peminjam
c.       Tambahan itu disyaratkan dalam pemberian piutang dan tenggang waktu.
Tambahan dalam membayar utang oleh orang yang berutang ketika membayar dan tanpa ada syarat sebelumnya, hal itu diperbolehkan bahkan dianggap perbuatan ihsan dan Rosulullah pun pernah melakukannya.
Misalnya; seorang nasabah meminjam uang ke salah satu bank sebanyak Rp.100 juta dengan bunga 10% dalam jangka waktu 10 bulan, maka setiap bulan pihak nasabah harus mencicil hutangnya Rp.11 juta, jadi selama 10 bulan itu dia harus membayar Rp.110 juta.
Misalnya lagi, apabila si A meminjam uang ke bank B sebanyak Rp. 100 juta dengan bunga 10% dalam jangka waktu 10 bulan, setiap bulannya pihak peminjam harus mencicil Rp. 11 juta, maka selama 10 bulan itu dia paling tidak harus membayar Rp. 110 juta, jika dia tidak menunda pembayaran (ini sudah jelas riba). Tapi jika sudah jatuh tempo dan dia belum bisa melunasi hutangnya maka hutangnya berbunga 15% dan begitu seterusnya (dalam kondisi seperti ini telah terhimpun dua bentuk riba sekaligus yaitu riba nasi`ah dan riba fadhl), dan inilah yang berlaku di bank-bank konvesional yang disebut dengan istilah bunga.
4.      Riba Qardhi
Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari orang yang meminjami. Contoh, A meminjam uang kepada B sebesar Rp. 5.000 dan B mengharuskan kepada A mengembalikan uang itu sebesar Rp. 5.500. Tambahan lima ratus rupiah adalah riba qardhi.

C.     Hikmah keharaman Riba
         Islam dengan tegas dan pasti mengharamkan riba. Hal itu untuk menjaga kemaslahatan hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak), sosial dan ekonominya.
         Menurut Yusuf Qardhawi, para ulama telah menyebutkan panjang lebar hikmah diharamkannya riba secara rasional, antara lain :
1.      Riba berarti mengambil harta orang lain tanpa hak.
2.      Riba dapat melemahkan kreativitas manusia untuk berusaha atau bekerja, sehingga manusia melalaikan perdagangannya, perusahaanya. Hal ini akan memutus kreativitas hidup manusia di dunia. Hidupnya bergantung kepada riba yang diperolehnya tanpa usaha. Hal ini merusak tatanan ekonomi.
3.      Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dalam utang piutang. Keharaman riba membuat jiwa manusia menjadi suci dari sifat lintah darat. Hal ini mengandung pesan moral yang sangat tinggi.
4.      Biasanya orang member utang adalah orang kaya dan orang yang berutang adalah orang miskin. Mengambil kelebihan utang dari orang yang miskin sangat bertentangan dengan sifat Rahmah Allah SWT. Hal ini akan merusak sendi-sendi kehidupan sosial.
Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena di dalamnya terdapat 4 unsur yang merusak :
1.    Menimbulkan permusuhan dan menghilangkan semangat tolong menolong. Semua agama terutama Islam sangat menyeru tolong menolong dan membenci orang yang mengutamakan kepentingan pribadi dan egois serta orang yang mengeksploitasi kerja orang lain.
2.    Riba akan melahirkan mental pemboros yang tidak mau bekerja, menimbulkan penimbunan harta tanpa usaha tak ubahnya seperti benalu (pohon parasit) yang nempel di pohon lain. Islam menghargai kerja keras dan menghormati orang yang suka bekerja dan menjadikan kerja sebagai sarana mata pencaharian, menunutun orang kepada keahlian dan akan mengangkat semangat seseorang.
3.    Riba sebagai salah satu cara menjajah.
4.    Islam menghimbau agar manusia memberikan pinjaman kepada yang memerlukan dengan baik untuk mendapat pahala bukan mengeksploitasi orang lemah. (Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Beirut : Dar al-fikr, 2006, juz III, hlm.868)
Dampak negative yang diakibatkan dari riba sebagaimana tesebut di atas sangat berbahaya bagi kehidupan manusia secara individu, keluarga, masyarakat dan berbangsa.
Jika praktik riba ini tumbuh subur di masyarakat, maka terjadi system kapitalis di mana terjadi pemerasan dan penganiayaan terhadap kaum lemah. Orang kaya semakin kaya dan miskin semakin tertindas.

IV.         KESIMPULAN
Riba secara bahasa berarti penambahan, pertumbuhan, kenaikan dan ketinggian.
Sedangkan menurut terminologi syara’, riba berarti; “akad untuk satu ganti khusus tanpa diketahui perbandingannya dalam penilaian syariat ketika berakad atau bersama dengan mengakhirkan kedua ganti atau salah satunya.”
Adapun hukum riba itu adalah haram, dasar keharaman riba ada dalam Alqur’an surat al-Baqarah ayat 276-279.
Sedangkan dalam makalah ini kami hanya memaparkan empat macam riba yaitu: Riba fadhl, Nasi’ah, Yadd, Qardhi.
Hikmah dari menjauhi riba adalah untuk menjaga kemaslahatan hidup manusia dari kerusakan moral (akhlak), sosial dan ekonominya.

V.            PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami susun semoga dapat bermanfaat dalam kegiatan pembelajaran ‘Fiqh Mu’amalah’ dengan judul: IRiba dan Permasalahanny. Tentu saja dalam pembuatan makalah masih banyak kekeliruan, oleh karena itu kami mohon maaf sebesarnya. Terima kasih atas segala kritik dan saran yang membangun.


























DAFTAR PUSTAKA

Ghazali, Abdul Rahman dkk. 2010. Fiqh Muamalah. Jakarta : kencana.
Muhammad Aam,Abdul Aziz. 2010. Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Islam.
            Jakarta: Amzah.
Syafei, Rachmat. 2001. Fiqh Muamalah. Bandung : CV Pustaka Setia.
15.00 WIB.




[1] Muhammad Aam,Abdul Aziz, Fiqh Muamalat Sistem Transaksi dalam Islam, Jakarta: Amzah, April 2010, hlm.215-217
[2] Rachmat Syafei,Fiqh Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001),hlm.262
[3] Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalah,  ( Jakarta : kencana, 2010), hlm. 219
[4] Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalah,  ( Jakarta : kencana, 2010), hlm. 218
[5] http://atikkwok.blogspot.com/2010/11/riba-yad.html tanggal 19 Sep. 14 pukul 15.00 WIB
[6] Abdul Rahman Ghazali dkk, Fiqh Muamalah,  ( Jakarta : kencana, 2010), hlm. 218

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an

PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu: M ufidah , M.Pd.i DI SUSUN OLEH : 1.     MUSTOFA                              ( 133111043 ) 2.     YUSUF   HAMDANI                ( 133111044 ) 3.     SITI CHAIZATUL   M.            ( 133111045 ) 4.     USWATUN   KHASANAH      ( 133111046 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2013 I.        PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kita...

FILSAFAT SUHRAWARDI

PEMIKIRAN FILSAFAT SUHRAWARDI (1153-1191 M) MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Islam Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.   DI SUSUN OLEH : 1.       SITI CHAIZATUL MUNASIROH             ( 133111045) 2.       AGUNG SUPRAYITNO                           (133111051 ) 3.       DEWI HUSNAWATI                                 (133111079 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2014 I.          PENDAHULUAN Ketika filsafat muncul dalam kehid...

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelema...