IKHWANUL MUSLIMIN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Tugas mata kuliah : Sejarah
Peradaban Islam II
Dosen Pengampu : Dr.H.
Ruswan
Disusun oleh:
Kelompok
3 PAI 3-B
1.
Siti Chaizatul Munasiroh (133111045)
2.
Uswatun Khasanah (133111046)
3.
Maulana Arif Setiawan (133111047)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN WALISONGO SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Jamaah Ikhwanul Muslimin
adalah salah satu jamaah dakwah terbesar yang hingga kini terus melakukan
pelbagai kegiatannya. Para simpatisan, pendukung dan para kadernya tersebar di
pelbagai wilayah di seluruh dunia. Mereka melakukan kegiatan
dakwahnya dengan berpedoman kepada pelbagai arahan dan pemikiran
yang dicetuskan oleh pemikir besar Ikhwan Al-Muslimin sekaligus
pendirinya, Imam Syahid Hasan Al-Banna.
Meskipun jamaah ini lahir dalam
kurun waktu yang cukup lama, semangat perjuangannya hidup dan terus
berkembang. Ada nilai-nilai universal yang selalu diperjuangkannya, misalnya
keterbukaan, keadilan, clean government, dan sebagainya. Lebih khusus lagi
Ikhwan Al-Muslimin sejak semula menggaungkan perjuangan nilai-nilai
dakwah Islam, yang menjadi penting untuk dikaji oleh masayarakat
akademik dan pertubuhan dakwah.
Dalam prinsipnya, Ikhwan Al-Muslimin beranggapan bahawa Islam adalah
sistem yang menyeluruh yang menyentuh seluruh bidang dan sendi kehidupan. Ia
adalah Negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih
sayang dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan
peradilan, materi dan sumber daya alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan
dakwah, pasukan dan pemikiran, sebagaimana ia adalah akidah yang lurus dan
ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih. Dalam pernyataannya Imam
Hasan Al-Banna menyebut istilah syamil (universal), kamil (sempurna)
dan mutakamil (integral), untuk Islam dan nilai yang diperjuangkan.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A. Bagaimana
biografi pendiri Ikhwanul Muslimin?
B. Apa
latar belakang berdirinya Ikhwanul Muslimin?
C. Bagaimana
periode perkembangan Ikhwanul Muslimin?
D. Bagaimana
pemikiran-pemikiran Ikhwanul Muslimin?
E. Apakah
tujuan dari Ikhwanul Muslimin?
F. Bagaimana
Ikhwanul Muslimin di Indonesia?
III.
PEMBAHASAN
A. Biografi
pendiri Ikhwanul Muslimin
Hasan Al-Banna lahir tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah
Mesir. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal separuh isi
Al-Qur’an. Ayahnya, Syekh Ahmad Abdurrahman al-Banna adalah seorang ulama fiqih
dan ahli hadits, terus memberikan motivasi agar al-Banna melengkapi hafalannya.
Akhirnya pada usia 14 tahun, Hasan al-Banna berhasil menghafal seluruh isi
Al-Qur’an.[1]
Hasan Al-Banna memulai pendidikannya di madrasah Al-Rasyad, pada
madrasah tersebut beliau bersahabat dengan Syaikh Zahran. Setelah selesai dari
Madrasah tersebut, beliau melanjutkan pada sekolah guru pertama di Damanhur dan
Universitas Dar al-Ulum, Kairo. Pada
tahun 1927, beliau lulus dengan predikat cumlaude. Setelah lulus beliau
diangkat sebagai seorang guru di lingkungan pendidikan, kemudian ditempatkan di
kota Ismailiyah. Di samping menunaikan tugas mengajar beliau aktif berdakwah.
Aktibitasnya dimulai dari masjid ke masjid dan kedai-kedai kopi. Dengan
kekarismatikan dan teknik dakwah yang dapat menyentuh para audiens, semakin
banyak orang yang beragama Islam empati kepada beliau.[2]
Imam al-Banna mengajukan manhaj dakwah yang menurutnya Islam itu
sendiri. dalam bukunya Risalah Baina al-Ams wal Yaun, ia menulis, “sejujurnya,
Ikhwan sekalian, kita harus ingat bahwa kita berdakwah dengan dakwah Allah Swt
yang merupakan dakwah yang paling mulia. Kita mengajak manusia untuk memegang
pemikiran Islam, yang merupakan pemikiran yang paling lurus. Dan kita
mengajukan syari’at Al-qur’an kepada manusia, yang merupakan syari’at yang
paling adil.”[3]
Pemikiran Al Banna dan dakwahnya adalah Islam. Tidak ada unsur
selain islam. Dan ia tidak pernah mencampuradukkan Islam dengan unsur lain
sedikitpun, berupa agama, aliran atau kepercayaan selain Islam. Imam al-Banna
tidak membawa agama baru atau pemikiran baru namun yang ia bawa adalah apa yang
telah di sampaikan oleh Nabi Muhammad saw,. Oleh karena itu, pemikiran Imama
al-Banna menjadi istimewa dibandingkan pemikiran yang lain.
Dalam masalah Politik, Hasan al-Banna berpendapat, “Jika ada yang
menyangka bahwa agama tidak berkaitan dengan politik atau bahwa politik bukan
bagian dari sasaran agama, berarti orang itu telah medzalimi dirinya sendiri,
dan medzalimi keilmuannya terhadap Islam. Dan kita tidak mengatak bahwa dia
mendzalimi Islam, karena Islam adalah syari’at Allah yang tidak mengandung
kebatilan dari dalamnya maupun dari belakangnya. Alangkah indahnya perkataan
Imam al-Ghazali ra, “ketahuilah, syari’ah adalah dasar, dan raja adalah
penjaganya. Sesuatu yang tidak mempunyai dasar akan runtuh, dan sesuatu yang
tidak ada penjaganya akan hilang. Daulah Islam tidak akan berdiri kecuali
berdasarkan asas dakwah, sehingga dia menjadi agama risalah, bukan sekadar
urusan administrasi, dan tidak menjadi pemerintahan yang material, beku dan
tuli, yang tidak mempunyai ruh. Dan dakwah Islam pun tidak berdiri kecuali di
bawah naungan penjagaan negara, bantuan dan kekuatannya.”’[4]
Masa hidup al-Banna tidak lama, yaitu hanya 43 tahun. Ia
dibunuh pada 12 Februari 1949 oleh polisi Mesir, atas perintah Raja Farouk
I. Kejadiannya, ketika ia berada di dalam mobil untuk suatu keperluan
(dakwah), beserta sahabatnya, Dr. Abdul Karim Manshur. Kemudian tiba-tiba
datang beberapa polisi rahasia–beberapa waktu kemudian pengadilan mengganjar
para polisi itu dengan hukuman 25 tahun dan 15 tahun penjara—memberondong
mobilnya dengan peluru, setelah mematikan lampu di sekitar kota itu.
Al-Banna saat itu masih sempat hidup dan kemudian wafat di Rumah Sakit al-Qashr
al Aini.[5]
Al-Banna memang berhasil menuangkan pemikiran-pemikiran Ikhwan
secara mudah, misalnya ketika ia merumuskan tentang rukun baiat Al Ikhwan al
Muslimun, al-Banna memaparkan secara ringkas sepuluh perkara, yaitu: faham,
ikhlash, amal, jihad, berkorban, tetap pada pendirian, tulus, ukhuwah, dan
percaya diri. Kemudian al-Banna mengatakan, ”Wahai saudaraku yang sejati!
Ini merupakan garis besar dakwah Anda. Anda dapat menyimpulkan
prinsip-prinsip tersebut menjadi lima kalimat, Allah Tujuan Kami, Rasulullah
teladan kami, Al-Qur`an Dustur Undang-undang Dasar Kami, Jihad Jalan Kami dan
Mati Syahid Cita-cita Kami yang Tertinggi” (Allahu Ghayatuna Ar Rasul Qudwatuna Al Quran
Dusturuna Al Jihadu Sabiluna Al Mautu fi sabilillah Asma Amanina)[6]
Lambang Ikhwanul Muslimin adalah dua belah pedang menyilang
melingkari al-Qur`an, ayat al-Qur`an (wa’aiddu) dan tiga kata: haq
(kebenaran), quwwah (kekuatan) dan hurriyah
(kemerdekaan).
B. Latar
belakang berdirinya Ikhwanul Muslimin
Setelah runtuhnya khilafah Islamiyah di Turki yang di bubarkan oleh
bapak sekuler Kamal Atarturk pada tahun 1924 M. dunia Islam hidup dalam
kegelapan bagaikan anak ayam kehilangan induknya, maka bermunculan gerakan
sekulerisme di setiap Negara Islam bagaikan jamur di musim hujan, tiada yang
dapat menghentikannya, maka tampilah tokoh-tokoh masyarakat yang berkiblat ke
barat.
Selepas Perang Dunia Pertama, golongan yang berkiblat ke barat
bergerak sangat aktif mempromoikan pemahaman mereka di Mesir. Seiring dengan
itu fahaman nasionalisme di dunia Islam mencapai puncaknya. Sementara
Pergerakan Emanspasi Wanita semakin bertambah kuat, para wanita kelas atas
Mesir memberontak; enggan memakai purdah. Mereka justru memakai fashion ala Eropa,
menghadiri temasya sosial yang bercampur bebas antara lelaki dan perempuan,
baik secara tertutup ataupun terbuka. Mereka juga mendesak supaya wanita diberi
hak yang setaraf dengan lelaki.
Para ulama tidak berdaya menahan serangan dari puak Modernis kecuali
hanya sekedar melabelkan murtad pada mereka. Keadaan ditambah parah dengan para
ulama jahat yang begitu mudah dipermainkan oleh pemerintah taghut. Kondisi
seperti ini telah mengenapkan kecelaruan sebahagian umat Islam dalam
kejahiliahan. Ulama Kairo saat itu jatuh ke lembah yang paling hina, kerena
mereka menyetujui fatwa yang diberi oleh Rektor Universiti al Azhar bahwa
Presiden Faruk layak untuk memerintah dan digelar Khalifatul Mu'min dengan
alasan "Faruk merupakan seorang Islam yang datang dari keturunan
Rasulullah SAW. Hassan Al Banna merasa gelisah mengenai situasi kritis ini.[7]
Pada bulan Dzul Qa’dah 1346
H yang bertepatan dengan bulan Maret 1928, Hasan Al-Banna didatangi oleh
beberapa orang yang mengaku tertarik kepribadian dan keuletan dakwahnya. Mereka
adalah Hafidz Abdul Hamid, Ahmad Al-Husyairi, Fuad Ibrahim Ismail Izz, Zaky
Al-Maghriby, dan Abdurrahman Hasbullah. Beberapa orang tersebut menyatakn
kesetiaan mereka kepada Al-Banna dan bermaksud menggabungkan diri ke dalam
sebuah perkumpulan yang dipimpinoleh Hasan Al-Banna. Sebagai bukti kesetian,
mereka rela meyumbangkan sebagian harta kekayaan yang dimiliki demi kepentingan
dakwah Islamiyah.[8]
Dengan senang hati Al-Banna menyambut niat baik mereka. Dari
pertemuan tersebut dimusyawarahkanlah nama sebuah organisasi, yang pada
akhirnya disepakati menggunakan nama Ikhwanul Muslimin. Dengan nama tersebut
dimaksudkan agar mereka dapat bersatu padu dalam sebuah ikatan tali
persaudaraan yang semata-mata untuk mengabdi kepada islam. Dalam bukunya, Hassan
Al Banna mengakui bahwa keputusannya mendirikan Jamaah Ikhwanul Muslimin
merupakan manifestasi dari sikap beliau dan sahabat yang anti terhadap
kejahilan Ummat Islam. Beliau menganggap bahwa masjid dan khutbah saja tidak
cukup untuk menyelesaikan masalah penyakit umat ini.
Dari segi bahasa, Ikhwanul Muslimin berasal dari dua lafal yaitu
al-ikhwan yang merupakan jama’ dari al-akh “saudara atau persaudaraan” dan
al-Muslimin yang merupakan bentuk jama’ dari Muslim “orang-orang yang beragama Islam atau orang-orang yang
berserah diri, patuh, dan tunduk kepada Allah agar selamat dan sejahtera di
dunia dan di akhirat” (Makluf, 1986: 5 dan Munawir, 1984: 13 ).[9]
Adapun Pimpinan Ikhwanul Muslimin
disebut Mursyid 'Am atau Ketua Umum. Adapun tugas dari Mursyid 'Am
adalah untuk mengatur organisasi Ikhwanul Muslimin di seluruh dunia. Berikut
ini adalah daftar Mursyid 'Am yang pernah memimpin Ikhwanul Muslimin:[10]
Adapun landasan dari Ikhwanul
Muslimin seperti pemikiran al-Banna, yaitu :[11]
Mereka berdakwah kepada Allah. Komitmen dengan firman Allah Taala,
“Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang
baik” (An-Nahl:125)
Walaupun begitu, Ikhwanul
Muslimin tetap mengikuti perkembangan teknologi dan tidak meninggalkannya.
Sebagai organisasi Islam moderat, Ikhwanul Muslimin diterima oleh segala
lapisan dan pergerakan. Ikhwanul Muslimin menekankan adaptasi Islam terhadap
era globalisasi. Pemikiran dan pergerakan Ikhwanul Muslimin mencakup delapan
aspek yang mencerminkan luasnya cakupan Islam sebagai ideologi yang mereka
anut, yaitu Dakwah salafiyah (dakwah salaf), Thariqah sunniyah (jalan sunnah), Hakikat shufiyah (hakikat sufi), Hai'ah siyasiyah (lembaga politik), Jama'ah riyadhiyah (kelompok olahraga), Rabithah 'ilmiyah tsaqafiah (ikatan ilmiah berwawasan), Syirkah
iqtishadiyah (perserikatan ekonomi), dan Fikrah ijtima'iyah (pemikiran sosial).
1.
Perkembangan 1930-1948
Pada tahun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul Muslimin dibuat dan disahkan pada Rapat Umum
Ikhwanul Muslimin pada 24 September1930. Pada tahun 1932, struktur administrasi Ikhwanul
Muslimin disusun dan pada tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin membuka cabang di Suez, Abu Soweir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun 1933, Ikhwanul
Muslimin menerbitkan majalah mingguan yang dipimpin oleh Muhibuddin Khatib.
Kemudian pada tahun 1934, Ikhwanul Muslimin membentuk
divisi Persaudaraan Muslimah. Divisi ini ditujukan untuk para wanita yang ingin
bergabung ke Ikhwanul Muslimin. Walaupun begitu, pada tahun 1941 gerakan Ikhwanul Muslimin masih
beranggotakan 100 orang, hasil seleksi dari Hassan al-Banna. Pada tahun 1948, Ikhwanul Muslimin turut serta
dalam perang melawan Israel di Palestina. Saat organisasi ini sedang berkembang pesat, Ikhwanul Muslimin justru
dibekukan oleh Muhammad Fahmi Naqrasyi, Perdana Menteri Mesir tahun 1948. Berita penculikan Naqrasyi di
media massa tak lama setelah pembekuan Ikhwanul Muslimin membuat semua orang
curiga pada gerakan Ikhwanul Muslimin.
2.
Perkembangan 1950-1970
Pada tahun pada 12 Februari 1949 pendiri Ikhwanul Muslimin, Hassan al-Banna meninggal dunia karena
dibunuh. Kemudian, tahun 1950, pemerintah Mesir merehabilitasi organisasi
Ikhwanul Muslimin. Pada saat itu, parlemen Mesir dipimpin oleh Mustafa an-Nuhas Pasha. Parlemen Mesir menganggap bahwa
pembekuan Ikhwanul Muslimin tidak sah dan inkonstitusional. Ikhwanul Muslimin
pada tahun 1950 dipimpin oleh Hasan al-Hudhaibi. Kemudian, tanggal 23 Juli 1952, Mesir dibawah
pimpinan Muhammad Najib bekerjasama dengan Ikhwanul
Muslimin dalam rencana menggulingkan kekuasaan monarki Raja Faruk pada Revolusi
Juli. Tapi, Ikhwanul Muslimin menolak rencana ini, dikarenakan tujuan Revolusi
Juli adalah untuk membentuk Republik Mesir yang dikuasai oleh militer
sepenuhnya, dan tidak berpihak pada rakyat. Karena hal ini, Jamal Abdul Nasir menganggap gerakan Ikhwanul
Muslimin menolak mandat revolusi. Sejak saat ini, Ikhwanul Muslimin kembali
dibenci oleh pemerintah.
3.
Perkembangan 1970-sekarang
Ketika Anwar Sadat mulai berkuasa, anggota Ikhwanul Muslimin yang dipenjara mulai dilepaskan.
Menggantikan Hudhaibi yang telah meninggal pada tahun 1973, Umar Tilmisani memimpin organisasi Ikhwanul
Muslimin. Umar Tilmisani menempuh jalan moderat dengan tidak bermusuhan dengan
penguasa. Rezim Hosni Mubarak saat ini juga menekan Ikhwanul
Muslimin, dimana Ikhwanul Muslimin menduduki posisi sebagai oposisi di Parlemen Mesir.
D. Pemikiran-pemikiran
Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin merupakan
sebuah organisasi Islam berlandaskan ajaran Islam. Bisa dilihat dari pemikiran
utama Ikhwanul Muslimin berikut. Ia merupakan salah satu jamaah dari beberapa
jamaah yang ada pada umat Islam, yang memandang bahwa Islam adalah dien yang universal dan menyeluruh,
bukan hanya sekedar agama yang mengurusi ibadah ritual (salat, puasa, haji, zakat, dll) saja.
Dalam perpolitikan di berbagai
negara, Ikhwanul Muslimin ikut serta dalam proses demokrasi sebagai sarana perjuangannya (bukan tujuan), sebagaimana kelompok-kelompok
lain yang mengakui demokrasi. Contoh utamanya adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir
yang mengikuti proses pemilu di negara tersebut[13].
1.
Al-Ikhwan Berbeda & Menolak Al-Qaeda
Di berbagai media khususnya media
negara-negara Barat, Ikhwanul Muslimin sering dikait-kaitkan dengan Al-Qaeda. Pada faktanya, Ikhwanul Muslimin berbeda jauh dengan Al-Qaeda. Ideologi,
sarana, dan aksi yang dilakukan oleh Al-Qaeda secara tegas ditolak oleh
pimpinan Ikhwanul Muslimin.Ikhwanul Muslimin lebih mendukung ide perubahan dan reformasi
melalui jalan damai dan dialog yang konstruktif yang bersandarkan pada al-hujjah (alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil). Kekerasan atau radikalisme bukan jalan perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat
Ikhwanul Muslimin berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Inipun, kekerasan di sini sebenarnya lebih tepat disebut
sebagai perlawanan, bukan radikalisme atau kekerasan sebagaimana yang dilakukan
oleh kelompok teroris. Sebagai contoh adalah Hamas yang merupakan perpanjangan tangan Ikhwanul Muslimin di Palestina. Syekh Ahmad Yassin pendiri Hamas adalah tokoh
Ikhwanul Muslimin.
2.
Mengutuk Terorisme
Al-Ikwan Al-Muslimun mengutuk
segala bentuk kriminalitas yang disebut dengan terorisme di seluruh belahan
bumi di dunia Arab dan Islam, sebagaimana di belahan negara lainnya di dunia,
seperti yang telah terjadi di New York dan Washington DC pada Serangan 11 September 2001. Begitu juga Al-Ikhwan sangan
mengecam peristiwa anarkisme yang terjadi di Riyadh, Bali, Madrid dan lainnya Dengan sangat jelas
Al-Ikhwan mengumumkan bahwa tindakan-tindakan kriminalitas seperti itu sama
sekali tidak didukung oleh Syariat, Agama, dan Undang-undang manapun.
3.
Al-Ikhwan Bukan Wahabi
Di berbagai media, Ikhwanul
Muslimin juga sering dikait-kaitkan dengan gerakan Wahabi. Pada faktanya, antara Al-Ikhwan
dengan Wahabi berbeda jauh. Pengkait-kaitan Al-Ikhwan dengan Wahabi pada
dasarnya disebabkan adanya kesamaan nama. Di dalam sejarah Wahabi di Arab Saudi, mereka memang pernah memiliki pasukan tempur yang bernama Al-Ikhwan, nama
yang sama persis dengan Al-Ikhwan yang di Mesir.
Seorang penulis bernama Robert
Lacey dalam catatan kaki bukunya yang berjudul "Kerajaan Pertrodolar Saudi
Arabia" di halaman 180 sudah mewanti-wanti bahwa kelompok Al-Ikhwan dari Nejd ini tidak ada kaitannya dan tak
boleh dicampuradukkan dengan Al-Ikhwan Al-Muslimun yang dibentuk di Mesir pada
tahun 1930-an dan masih aktif sampai saat ini. Secara pemikiran pun antara
Ikhwanul Muslimin dengan Wahabi saling bertolak belakang. Ikhwanul Muslimin
masuk ke dalam wilayah politik dalam perjuangannya (bahkan membentuk partai
politik), sedangkan Wahabi sebaliknya, yaitu antipati terhadap partai politik.
E.
Tujuan dari Ikhwanul Muslimin
Tujuan Ikhwanul Muslimin adalah mewujudkan terbentuknya :
1.
Sosok
individu muslim dengan mengacu 10 muwashafat:
a. saliimul
'aqiidah ('aqidah yang selamat)
b. shahihul
'ibadah (ibadah yang shahih)
c. matiinul
khuluuq (akhlak yang mantap)
d. qaadirun
'alalkasbi (mampu bekerja)
e. mutsaqaful
fikr (berpengetahuan luas)
f. qawiyyul
jism (tubuh yang kuat)
g. hafiizhun
'ala waqtihi (sangat menjaga waktunya)
h. mujahidun
li nafsihi (berjihad dengan dirinya sendiri)
i. munazhamun
syu'unihi (teratur urusannya)
j. naafi'un
lighirihi (bermanfaat kepada orang lain)
2.
Rumah
Tangga islami
a. Didik keluarga dengan cara Islam & hormat fikrah
b. Dahulukan kewajiban & Tanggungjawab
3.
Masyarakat
Islami
a. kembang aspek dan budaya Islam dlm msykt
b. Amar Makruf Nahi Munkar
4.
Pemerintahan
yang Islamiyah
5.
Menyatukan
perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, dengan menyatukan
negara-negara Islam
6.
Membawa
bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman
dengan ajaran-ajaran Islam
F.
Ikhwanul Muslimin di Indonesia[14]
Ikhwanul Muslimin masuk ke
Indonesia melalui jamaah haji dan kaum pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada
zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Waktu itu, Agus Salim menyempatkan untuk bertemu kepada sejumlah delegasi Indonesia. (Templat:Hassan, M.Z. 1980. Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri.
Bulan Bintang. Jakarta. Hal. 220). Agus Salim, Ketua Delegasi RI, bersama H. Rasyidi menyampaikan terima
kasih bangsa Indonesia kepada Syaikh Hasan Al-Banna, Mursyid Am Al-Ikhwan
Al-Muslimun, yang kuat sekali menyokong perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Ikhwanul Muslimin memiliki peran
penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul
Muslimin, negara Mesir (masih dalam status belum sepenuhnya merdeka - en:Unilateral Declaration of Egyptian Independence, Mesir merdeka penuh dari
Inggris pada tanggal 18 Juni 1953) menjadi negara pertama yang mengakui secara
de facto (bukan de jure) kemerdekaan Republik Indonesia, setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia.. Hal ini akhirnya diikuti oleh beberapa negara dengan
status seperti Mesir dan akhirnya Vatican sebagai negara berdaulat penuh yang pertama mengakui Indonesia.Dengan
demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik
Indonesia.
Ikhwanul Muslimin kemudian
semakin berkembang di Indonesia setelah Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin, yaitu Partai Masyumi.
Partai Masyumi kemudian dibredel
oleh Soekarno dan dilarang keberadaannya. Kemudian pada Pemilu tahun 1999 berdiri partai
yang menggunakan nama Masyumi, yaitu Partai Masyumi Baru dan Partai Politik Islam Indonesia
Masyumi (PPII Masyumi).
Selain itu berdiri juga Partai Bulan Bintang (PBB) dan Partai Keadilan (PK) yang sebelumnya banyak dikenal dengan jamaah atau kelompok Tarbiyah.
PBB mendeklarasikan partainya sebagai keluarga besar pendukung Masyumi. Sedangkan menurut Yusuf Qaradhawi, Partai Keadilan (kini berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera atau PKS) merupakan perpanjangan
tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin Mesir yang mewadahi komunitas terbaik
kalangan muda intelektual yang sadar akan agama, negeri, dunia, dan zamannya.
Namun tulisan ulama yang kini bermukim di Qatar itu belum pernah mendapat
konfirmasi dari para pengurus DPP PKS. Jika dilihat dari Piagam Deklarasi PKS
dan AD/ART PKS, PKS tidak pernah menyebutkan hubungannya dengan Ikhwanul
Muslimin.
Selain partai-partai di atas, ada
juga ormas Islam di Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin ini,
paling tidak itu terlihat dari nama ormas tersebut. Ormas yang dimaksud, antara
lain adalah Parmusi (Persaudaraan Muslimin Indonesia) yang berafiliasi ke PPP, dan Ikhwanul Muslimin Indonesia (IMI). Parmusi saat ini diketuai oleh Bachtiar Chamsyah. Sedangkan IMI yang dideklarasikan di Depok pada tahun 2001, diketuai oleh Habib Husein Al Habsyi.
Lalu pada Pemilu tahun 2004,
Partai Masyumi Baru dan PPII Masyumi tidak dapat mengikuti pemilu lagi karena
tidak lolos electoral threshold. Partai Masyumi Baru bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). PBB masih dapat terus
mengikuti pemilu. Sedangkan PK mengikuti Pemilu 2004 setelah berganti nama
menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Setelah pemilu 2004, PBB
hampir tidak bisa mengikuti pemilu 2009 karena tidak lolos electoral threshold.
Pada akhirnya PBB bisa mengikuti pemilu 2009 sebagaimana PKS dan PPP yang masih
dapat terus mengikuti pemilu 2009 karena lolos electoral threshold.
Jadi secara umum, Ikhwanul
Muslimin cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-organisasi di
Indonesia. Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan secara resmi
dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir.
Jika diringkas, organisasi di
Indonesia yang terinspirasi dari Ikhwanul Muslimin antara lain:
IV.
KESIMPULAN
Hasan Al-Banna
lahir tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah Mesir. Ayahnya bernama
Syekh Ahmad Abdurrahman al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan ahli hadits. Masa
hidup al-Banna tidak lama, yaitu hanya 43 tahun. Ia dibunuh pada 12
Februari 1949 oleh polisi Mesir, atas perintah Raja Farouk I.
Hassan Al Banna
mengakui bahwa keputusannya mendirikan Jamaah Ikhwanul Muslimin merupakan
manifestasi dari sikap beliau dan sahabat-sahabatnya yang anti terhadap
kejahilan Ummat Islam.
Adapun Periode
perkembangan Ikhwanul Muslimin dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu:
1.
Perkembangan 1950-1970
2.
Perkembangan 1930-1948
3.
Perkembangan 1970-sekarang
Pemikiran-pemikiran Ikhwanul
Muslimin :
1.
Al-Ikhwan Berbeda & Menolak Al-Qaeda
2.
Mengutuk Terorisme
3.
Al-Ikhwan Bukan Wahabi
Adapun tujuan dari Ikhwanul
Muslimin adalah :
1. Sosok individu muslim dengan mengacu 10 muwashafat
2.
Rumah
Tangga islami
3.
Masyarakat
Islami
4.
Pemerintahan
yang Islamiyah
5.
Menyatukan
perpecahan kaum muslimin dan negara mereka yang terampas, dengan menyatukan
negara-negara Islam
6.
Membawa
bendera jihad dan da’wah kepada Allah sehingga dunia mendapatkan ketentraman
dengan ajaran-ajaran Islam
secara umum, Ikhwanul Muslimin
cukup banyak memberikan inspirasi pada organisasi-organisasi di Indonesia.
Namun tidak jelas mana yang benar-benar berhubungan secara resmi dengan
Ikhwanul Muslimin di Mesir.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jabari, Abdul Muta’al. 1986. Pembunuhan Hasan al-Banna. ____:
Pustaka.
Mahrus, Syamsul Kurniawan & Erwin. 2013. Jejak Pemikiran
Tokoh Pendidikan Islam.
Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Mohammad, Herry dkk. 2006. Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh
Abad 20. Jakarta :
Gema Insani.
http://assunnah.cjb.net, diambil pada tanggal 28 Sep. 14 , pukul 12.45 WIB
http://Hidayatullah.com.htm , diambil pada tanggal 29 September 14 pukul 21.00 WIB
http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin,diambil pada tanggal
28 Sep. 14 , pukul
12.45 WIB
[1] Herry Mohammad
dkk,Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh Abad 20, (Jakarta : Gema Insani,
2006), hlm. 201
[2] Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 156
[3]
Herry Mohammad
dkk,Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh Abad 20, (Jakarta : Gema Insani,
2006), hlm. 203
[4]
Herry Mohammad
dkk,Tokoh-tokoh Islam Yang berbengaruh Abad 20, (Jakarta : Gema Insani,
2006), hlm. 203
[5] Abdul Muta’al
al-Jabari, Pembunuhan Hasan al-Banna, (____: Pustaka, 1986), hal.
164-165
[8] Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 159
[9] Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 159
[11]
Syamsul
Kurniawan & Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam,
(Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 161
[12]http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin,diambil
pada tanggal 28 Sep. 14 , pukul 12.45 WIB
[14]http://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin,diambil
pada tanggal 28 Sep. 14 , pukul 12.45 WIB
Komentar