GOOD
AND CLEAN GOVERNANCE
MAKALAH
Disusun
Guna Memenuhi
Tugas mata kuliah : Pendidikan Kewargaan
Dosen
Pengampu :Dr. H.M Nur Hasan, M.Si
Disusun oleh:
1. Mustofa (133111043)
2. Yusuf Hamdani (133111044)
3. Siti Chaizatul Munasiroh (133111045)
4. Uswatun Khasanah (133111046)
5. Syamsul Ma’arif (133111048)
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik.
Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli
dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang
memburuk.
Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi
Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk
miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan
munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan
kesatuan negara Republik Indonesia.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan
penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena
demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan
saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber
ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).
Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar
segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses
pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan
tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya
yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa
optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar
berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan
masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka
mencapai tata pemerintahan yang baik.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimana
Pengertian good and clean governance?
B.
Bagaimana
Prinsip-prinsip good governance?
C.
Bagaimana
karakteristik dasar good governance?
D.
Bagaimana
hubungan good and clean governance dengan kontrol sosial ?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian good and clean governance
Istilah
good governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu politik.Ia muncul
pada awal 1990-an.Secara umum istilah good & clean governance memiliki
pengertian akan sagala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang
bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk
mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini
pengertian good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan
semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik pemerintahan maupun non-pemerintahan (lembaga swadaya masyarakat) dengan istilah
good corporate. Bahkan prinsip-prinsip good governance dapat pula diterapkan
dalam pengelolaan lembaga sosial dan kemahasiswaan dari yang paling sederhana
hingga yang berskala besar, seperti arisan, pengajian, perkumpulan olahraga
ditingkat rukun tetangga (RT), organisasi kelas, hingga organisasi diatasnya.[1]
Menurut
Andi faisal Bakti, dalam pemaknaanya istilah good governance memiliki
pengertian pengejawatahan nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga negara(citizens)
kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan
yang suci dan damai. Dalam konteks Indonesia subtansi wacana good governance
dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.
Lebih jauh, Bakti menyatakan bahwa pemerintahan yang baikadalah sikap di mana
kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai level
pemerintahan negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya,
politik, serta ekonomi.dalam praktiknya pemerintahan yang bersih (clean
goverment), lanjut Bakti, adalah model pemerintahan yang efektif, efisien,
jujur, transparana dan bertanggung jawab, sebagaimana akan dijelaskan lebih
lanjut.[2]
Senada
dengan Bakti, Santoso menjelaskan bahwa good governance sebagaimana
didefinisikan UNDP adalah pelaksanaan politik, ekonomi, dan administrasi dalam
mengelola masalah-masalah bangsa. Pelaksanaan kewenangan tersebut bisa
dikatakan baik (good atau sound) jika dilakukan dengan efektif dan efisien,
responsif terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta
transparan.
Tuntutan
pengelolaan pemerintahan yang profesional dan akuntabel, ketikia wacana
demokrasi berkembang menjadi kesadaran umum masyarakat Indonesia. Prinsip
demokrasi yang bertumpu pada peran sentral warga negara dalam proses sosial dan
politik bertemu dengan prinsip-prinsip dasar good govenance, yaitu pengelolaan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang dirumuskan bersama oleh pemerintah
dan komponen masyarakat madani.
Sejalan
dengan prinsip di atas, pemerintahan yang baik itu berarti baik dalam proses
maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara
sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat, dan bebas
dari gerakaan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses pembangunan.
Pemerintahan juga bisa dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal naqmun
dengan hasil yang sangat maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu
pemerintahan dapat dikatakan baik jika produktifitas bersinergi dengan
peningkatan indikator kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam aspek produktifitas,
daya beli, maupun kesejahteraan spiritualitasnya.
Demi
tercapai kondisi sosial di atas, proses pembentukan pemerintahan yang
berlangsung secara demokratis mutlak dilakukan. Sebagai sebuah paradigma
pengelolaan lembaga negara, good and clean governance dapat terwujud secara
maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait: negara dan
masyarakat madani yang didalam terdapat sektor swasta. Negara dengan birokrasi
pemerintahannya dituntut untuk mengubah pola pelayanan publik dari perspektif
birokrasi elitis menjadi birokrasi populis, yang berorientasi melayani dan
berpihak kepada kepentingan masyarakat pada saat yang sama, sebagai komponen di
luar birokrasi negara, sektor swasta harus pula terlibat dan dilibatkan oleh
negara untuk berperan serta dalam proses pengelolaan sumber daya dan perumusan
kebijakan publik.
Namun
demikian, keterlibatan sektor swasta ini akan berdampak positif jika prinsip
fundamental good governance pada saat bersamaan juga dijalankan oleh sektor
swasta dengan kata lain, implementasi prinsip good governance akan berjalan
maksimal jika ditopang oleh komitment untuk melaksanakan prinsip-prinsipnya
baik oleh negara maupun komponen masyarakat madani, yang didalam nya terdapat
sektor swasta. Jika komponen penting ini memahami dan menyadari arti penting
prinsip good governance dalamupaya pengembanngan demokrasi dan kemslahatan
bersama, sikap apatisme masyarakat atas kinerja dan pelayanan publik
birokarasi pemerintah maupun swasta
dapat diperkecil secara maksimal.
B.
Prinsip-prinsip good and clean governance
Untuk
merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntable yang bersandar pada
prinsip-prinsip good governance, lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan
sembilan aspek fundamental dalam good governance yang harus diperhatikan yaitu[3] :
a.
Partisipasi
( Participation )
Setiap warga
negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi
seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta
berpartisipasi secara konstruktif.
b.
Penegakan
hukum ( Rule of law)
Kerangka hukum
adil dan dilaksanakan tanpa padang bulu, terutama hukum untuk hak asasi
manusia.
c.
Transparansi
( Transparency)
Trnsparansi
dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses-proses, lembaga-lembaga
dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan.
Informasi harus dapat dipahami dan dapat dimonitor.
d.
Responsif
( Responsiveness)
Lembaga-lembaga
dan proses-proses harus mencoba untuk melayani setiap “stakeholders”
e.
Orientasi
kesepakatan (consensus orientation)
Good governance
menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan-pilihan
terbaik bagi kepentingan yag lebih luas baikk dalam hal kebijakan-kebijakan
maupun prosedur-prosedur.
f.
Keadilan
(equity)
Semua warga
negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk
meningkatkan atau menjaga kesejahteraan mereka.
g.
Efektivitas
(effectiveness) dan efisiensi (eficiency)
Proses-proses
dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan sesuai dengan apa yang
digariskan dengna menggunakan sumber-sumber yang tersedia.
h.
Akuntabilitas
(acountability)
Para pembuat
keputasan dalam pemerintahan, sektor ssasta dan masyarakat (civil society)
bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga “stakeholders”.[4]
Good
governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik maka harus
memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai,
yang meliputi:[5]
1.
Politik
Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah
karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good governance. Konsep
politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang berdampak pada berbagai
persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat ini terjadi di Indonesia dewasa
ini tidak lepas dari penataan sistem politik yang kurang demokratis. Maka perlu
dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:
a.
UUD
NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok penyelenggaraan
pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya harus dilakukan untuk mendukung
terwujudnya good governance. Konsep good governance itu dilakukan dalam
pemilihan presiden langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR,
kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan penambahan
pasal-pasal tentang hak asasi manusia. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang
lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
b.
Reformasi
agraria dan perburuhan.
c.
Mempercepat
penghapusan peran sosial politik TNI.
d.
Penegakan
supremasi hukum.
2.
Ekonomi
Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang
bahkan bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih
terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan
ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan
berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja
pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia masih
berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .
3.
Sosial
Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan
masyarakat yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good
governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga harus
memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai
kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan fungsi
pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun
keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu memberikan kedudukan masyarakat
yang berdaya di hadapan negara. Karena diberbagai bidang yang didasari
kepentingan sosial masih banyak timbul masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI
Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.
Masyarakat diberikan kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu
selama tidak bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan
yang masih sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa
ditegakkan. Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat
dengan konflik antar golongan tersebut.
4.
Hukum
Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai
istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam penegakan
good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan memberikan influence
terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan, karena good governanance
tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan hukum yang lemah. Penguatan
sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya
good governance. Hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada
lembaga penegak keadilan dan kalangan kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang
membuat ketidakpercayaan dan ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
C.
Karakteristik Dasar Good Governance
1.
Diakuinya semangat
pluralisme. Artinya, pluralitas telah menjadi se-buah keniscayaan yang tidak
dapat dielakkan sehingga mau tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah
yang abadi. Dengan kata lain, pluralitas merupakan sesuatu yang kodrati (given)
dalam kehidupan. Pluralisme bertujuan mencerdaskan umat melalui perbedaan
konstruktif dan dinamis, dan merupakan sumber dan motivator terwujudnya
kreativitas yang terancam keberadaannya jika tidak terdapat perbedaan. Satu hal
yang menjadi catatan penting bagi kita adalah sebuah peradaban yang kosmopolit
akan tercipta apabila manusia memiliki sikap inklusif dan kemampuan (ability)
menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar. Namun, dengan catatan,
identitas sejati atas parameter-parameter otentik agama tetap terjaga.
2.
Tingginya sikap
lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama maupun terhadap umat agama lain.
Secara sederhana, Toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan
menghargai pendapat dan pendirian orang lain. Senada dengan hal itu, Quraish
Shihab menyatakan bahwa agama tidak semata-mata mempertahankan kelestariannya
sebagai sebuah agama, namun juga mengakui eksistensi agama lain dengan
memberinya hak hidup, berdampingan, dan saling menghormati.
3.
Tegaknya prinsip
demokrasi. Demokrasi bukan sekadar kebebasan dan persaingan, demokrasi juga
merupakan suatu pilihan untuk bersama-sama membangun dan memperjuangkan
perikehidupan warga dan masyarakat yang semakin sejahtera. Masyarakat madani
mempunyai ciri-ciri ketakwaan yang tinggi kepada Tuhan, hidup berdasarkan sains
dan teknologi, berpendidikan tinggi, menga-malkan nilai hidup modern dan
progresif, mengamalkan nilai kewarganega-raan, akhlak, dan moral yang baik,
mempunyai pengaruh yang luas dalam proses membuat keputusan, serta menentukan
nasib masa depan yang baik melalui kegiatan sosial, politik, dan lembaga
masyarakat.
D.
Good & Clean Governance dan kontrol sosial[7]
Untuk mewujudkan
pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip pokok good governance,
setidaknya harus melakukan lima aspek pelaksanaan prioritas program, yakni :
1.
Penguatan fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
Penguatan peran lembaga
perwakilan rakyat, MPR, DPR, DPRD, mutlak dilakukan dalam rangka peningkatan
fungsi mereka sebagai pengontrol jalannya pemerintahan. Selain melakukan check
and balances , lembaga legislatif juga harus mampu menyerap dan
mengartikulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk usulan pembangunan yang
berorientasi pada kepentingan masyarakat kepada lembaga eksekitif.
2.
Kemandirian Lembaga Peradilan
Kesan yang paling buruk
dari pemerintahan orde baru adalah ketidak mandirian lembaga peradilan.
Intervensi eksekutif terhadap yudikatif masih sangat kuat,sehingga peradilan
tidak mampu menjadi pilar terdepan dalam penegakan asas rule of law. Hakim,
jaksa dan polisi tidak bisa dengan leluasa menetapkan perkara. Era reformasi
sebagai era pembaharuan juga masih belum memberikan angin segar bagi
independensi lembaga peradilan, karna mainstream pembaharuan independensi
lembaga peradilan sampai saat ini belum jelas. Untuk mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa berdasarkan prinsip good governance, peningkatan profesionalitas aparat penegak
hukum dan kemandirian lembaga peradilan mutlak dilakukan. Akuntabilitas aparat
penegak hukum dan lembaga yudikatif merupakan pilar yang menentukan dalam
penegakan hukum dan keadilan.
3.
Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
Birokrasi di Indonesia
tidak hanya dikenal buruk dalam memberikan pelayanan publik, tapi juga telah
memberi peluang berkembangnya praktik-praktik kolusi, korupsi dan nepotisme
(KKN). Dengan demikian pembaharuan konsep, mekanisme dan paradigma aparatur
negara dari birokrasi elitis menjadi birokrasi populis (pelayanan rakyat) harus
dibarengi ddengan peningkatan profesionalitas dan integritas moral jajaran
birokrasi pemerintah. Akuntabilitas jajaran birokrasi akan berdampak pada
naiknya akuntabilitas dan legitimasi birokrasi itu sendiri. Aparatur birokrasi
yang mempunyai karakter tersebut dapat bersinergi dengan pelayanan birokrasi secara
cepat, efektif, dan berkualitas.
4.
Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif
Peningkatan partisipasi
masyarakat adalah unsur penting dalam merealisasikan pemerintahan yang bersih
dan berwibawa. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan publik mutlak
dilakukan dan difasilitasi oleh negara. Masyarakat mempunyai hak untuk
menyampaikan usulan, mendapat informasi, dan hak untuk melakukan kritik
terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Kritik dapat dilakukan melalui
lembaga-lembaga perwakilan, pers maupun dilakukan secara langsung lewat
dialog-dialog terbuka dengan jajaran birokrasi bersama LSM, partai politik,
maupun organisasi sosial lainnya. Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dalam
Kerangka Otonomi Daerah.
Salah satu kelemahan
dari pemerintahan masa lalu adalah kuatnya sentralisasi kekuasaan pada
pemerintah pusat, sehingga potensi-potensi daerah dikelola oleh pemerintah
pusat. Kebijakan ini menimbulkan akses yang amat parah, karena banyak daerah
yang amat kaya dengan sumber daya alamnya, justru menjadi kantong-kantong
kemiskinan nasional. Untuk merealisasikan prinsip-prinsip good governance,
kebijaksanaan ekonomi daerah dapat dijadikan sebagai media transformasi
pewujudan model pemerintahan yang menopang tumbuhnya kultur demokrasi di
Indonesia. Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah telah
memberikan wewenang pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan
masyarakat dalam politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga
keutuhan NKRI. Dengan pelaksanaan otonomi daerah pencapaian tingkat
kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat agar pada akhirnya akan
mendorong kemandirian masyarakat.
Implementasi otonomi
daerah di Indonesia dapat dilihat sebagai sebuah strategi yang memiliki tujuan
ganda. Pertama, diberlakukannya otonomi daerah merupakan strategi dalam
merespons tuntutan masyarakat di daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu
sharing of powers, distribution of incomes, dan kemandirian sistem manajemen di
daerah. Kedua, otonomi daerah dimaksudkan sebagai strategi untuk memperkuat
perekonomian daerah dalam memperkokoh perekonomian nasional menuju kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat.
Demikian pula dengan
semakin besarnya partisipasi masyarakat, desentralisasi kemudian akan
mempengaruhi komponen pemerintahan lainnya, seperti bergesernya orientasi
pemerintah dari command and control menjadi berorientasi pada demand (tuntutan)
and public needs (kebutuhan public). Orientasi inilah kemudian akan menjadi
dasar bagi pelaksanaan peran pemerintah sebagi stimulator, fasilitator,
koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembagunan. Oleh
karenanya, otonomi daerah akan menjadi formulasi yang tepat apabila diikuti
dengan serangkaian perubahan di sektor publik. Dimensi reformasi sektor publik
tidak saja sekedar perubahan format institusi, akan tetapi mencakup pembaharuan
alat-alat yang digunakan untuk mendukung berjalannya lembaga-lembaga publik
tersebut secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel sehingga
cita-cita mewujudkan good governance benar-benar akan tercapai. Cara untuk
menggunakan khazanah kekayaan negara itu dengan sebaik-baiknya ialah:
a. Melibatkan rakyat atau paling tidak orang miskin untuk memiliki saham dalam
mengusahakan pengeluaran khazanah itu. Dengan diberikan saham kepada mereka secara
subsidi dari pemerintah.
b. Membuat perusahaan untuk mengusahakan pengeluaran kekayaan bumi tsb, supaya
hasilnya merata dan melimpah-ruah kepada negara dan rakyat, sekaligus menambah
pendapatan rakyat.
c. Good Governance dan Gerakan
Antikorupsi. Korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum
dan Negara secara spesifik. Korupsi menjadi penyebab ekonomi menjadi berbiaya
tinggi, politik yang tidak sehat, dan kemerosotan moral bangsa yang terus -
menerus merosot.
1) Gerakan Antikorupsi
CEREMY Pope menawarkan strategi untuk memberantas korupsi yang
mengedepankan control kepada dua unsur paling berperan di dalam tindak korupsi.
Pertama, peluang korupsi; kedua, keinginan korupsi. Menurutnya, korupsi terjadi
jika peluang dan keinginan dalam waktu bersamaan. Peluang dapat dikurangi
dengan cara membalikkan siasat ”laba tinggi, risiko rendah” menjadi “laba
rendah, risiko tinggi”; dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif,
dan menegakka mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan tindakan korupsi dapat dilakukan antara lain dengan: Pertama, adanya political will dan
political action dari pejabat Negara dan pimpinan lembaga pemerintah pada
setiap satuan kerja organisasi untuk melakukan langkah proaktif pencegahan dan
pemberantasan perilaku dan tindak pidana korupsi. Tanpa kemauan kuat pemerintah
untuk memberantas korupsi di segala lini pemerintahan, kampanye pemberantasan
korupsi hanya slogan kosong belaka.
Kedua, penegakan hokum secara tegas dan berat. Proses
eksekusi mati bagi koruptor di Cina, misalnya, telah membuat sejumlah pejabat
tinggi dan pengusaha di negeri itu menjadi jera untuk melakukan tindak korupsi.
Hal yang sama terjadi pula di Negara-negara maju di Asia, seperti Korea
Selatan, Singapura, dan Jepang termasuk Negara yang tidak kenal kompromi dengan
pelaku korupsi. Tindakan tersebut merupakan shock therapy untuk membuat
tindakan korupsi berhenti.
Ketiga, membangun lembaga-lembaga yang mendukung upaya
pencegahan korupsi, misalnya, Komisi Ombudsman sebagai lembaga yang memeriksa
pengaduan pelayanan administrasi publik yang buruk. Pada beberapa Negara,
mandat Ombudsman mencakup pemeriksaan dan inspeksi atas sistem administrasi
pemerintah dalam hal kemampuannya mencegah tindakan korupsi aparat birokrasi.
Di Indonesia telah di bentuk Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), Tim Penuntasan
Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) dengan tugas melakukan investigasi
individu dan lembaga, khususnya aparatur di pemerintah yang melakukan korupsi.
Selain lembaga bentukan pemerintah, masyarakat juga membentuk lembaga yang
mengemban misi tersebut, seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) dan lembaga
sejenis.
Keempat, membangun mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan yang menjamin terlaksananya praktik good
governance, baik di sektor pemerintah, swasta atau organisasi kemasyarakatan.
Kelima, memberikan pendidikan antikorupsi, baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal. Dalam pendidikan formal, sejak
pendidikan dasar sampai perguruan tinggi diajarkan bahwa nilai korupsi adalah
bentuk lain dari kejahatan.
Keenam, gerakan agama antikorupsi, yaitu gerakan membangun
kesadaran keagamaan dan mengembangkan spiritualitas antikorupsi.
2) Tata kelola kepemerintahan yang baik dan kinerja
birokrasi pelayanan publik
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh
pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada
masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau
kepentingan masyarakat. Dengan demikian, yang bisa memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat luas bukan hanya instasi pemerintah, melainkan juga pihak
swasta. Pelayanan publik yang dijalankan oleh instasi pemerintah bermotif
sosial dan politik, yakni menjalankan tugas pokok serta juga mencari dukungan
suara. Sedangkan, pelayanan publik oleh pihak swasta bermotif ekonomi, yakni
mencari keuntungan. Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi
titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan good governance di Indonesia
:
a) Pertama, pelayanan publik selama ini menjadi area di mana Negara yang di
wakili pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam
pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja
birokrasi.
b) Kedua, pelayanan publik adalah wilayah dimana berbagai aspek good and clean
governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.
c) Ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance,
yaitu pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian, pelayanan
publik menjadi tidak pangkal efektifnya kinerja birokrasi.
3) Faktor – faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi
Kinerja birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor ini:
Struktur biroksasi
sebagai hubungan internal yang berkaitan dengan fungsi yang menjalankan
aktivitas birokrasi. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran,
dan tujuan dalam perencanaan strategis pada birokrasi.Sumber daya manusia, yang
berkaitan dengan kualitas kerja dan kapasitas diri untuk bekerja dan berkarya
secara optimal.Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan
data base dalam kerangka mempertinggi kinerja birokrasi. Sarana dan prasarana
yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi bagi penyelenggaraan
birokrasi pada setiap aktifitas birokrasi.
IV.
KESIMPULAN
good & clean governance memiliki pengertian akan sagala hal
yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan,
mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun beberapa prinsip-prinsip dari good governance yaitu :
1.
Partisipasi
( Participation )
2.
Penegakan
hukum ( Rule of law)
3.
Transparansi
( Transparency)
4.
Responsif
( Responsiveness)
Ada tiga karakteristik dasar good governance menurut Srijanti dkk :
1. Diakuinya semangat pluralisme
2. Tingginya sikap lolcransi, baik terhadap saudara sesama agama maupun
terhadap umat agama lain.
3. Tegaknya prinsip demokrasi.
Adapun hubungan antara good
governance dan kontrol sosial :
1. Penguatan fungsi dan Peran Lembaga Perwakilan
2. Kemandirian Lembaga Peradilan
3. Masyarakat Madani yang Kuat dan Partisipatif
4. Aparatur Pemerintah yang Profesional dan Penuh Integritas
DAFTAR PUSTAKA
Irfan
,Ali dkk. Demokrasi, Ham, Dan Masyarakat Madani. Jakarta : ICCE UIN
jakarta.
Rahayu
,Ani Sri. 2013. Pendidikan pancasila
& Kewarganegaraan. Jakarta : Rosdakarya.
Effendi,
Sofian. 2005. Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance.
Srijanti
dkk. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta : Graha
Ilmu.
[1]
Ali Irfan dkk, Demokrasi,
Ham, Dan Masyarakat Madani, ( Jakarta : ICCE UIN jakarta, 2007), hlm. 216
[2]
Ali Irfan dkk, Demokrasi,
Ham, Dan Masyarakat Madani, ( Jakarta : ICCE UIN jakarta, 2007), hlm. 216
[3] Ali Irfan dkk,
Demokrasi, Ham, Dan Masyarakat Madani, ( Jakarta : ICCE UIN
jakarta, 2007), hlm. 218
[4] Ani Sri
Rahayu, Pendidikan pancasila & Kewarganegaraan, (Jakarta : Rosdakarya,
2013), hlm. 204
[5] Sofian Effendi,
2005. Membangun Budaya Birokrasi Untuk Good Governance.
[6]
Srijantidkk, Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, ( Jakarta : Graha Ilmu, 2009 ).
[7]
Ali Irfan dkk, Demokrasi,
Ham, Dan Masyarakat Madani, ( Jakarta : ICCE UIN jakarta, 2007), hlm. 228
Komentar