ALIRAN-ALIRAN
PENDIDIKAN
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ilmu Pendidikan Islam
Dosen Pengampu: Dr. H. Darmu’in,
M.Ag.
DI
SUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD KHOIRUL ANAM ( 133111023 )
2. MUSTOFA ( 133111043 )
3. YUSUF HAMDANI (
133111044)
4. SITI CHAIZATUL MUNASIROH ( 133111045 )
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
WALISONGO SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Kondisi perkembangan abad terkini menghendaki adanyanya suatu sistem
pendidikan yang kompreshensif dan representative. Karena perkembangan
masyarakat dewasa ini menghendaki adanya pembinaan yang dilaksanakan secara
seimbang antara nilai dan sikap, pengetahuan, kecerdasan, ketrampilan dan
kemampuan berkomunikasi.
Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup manusia
dalam segala aspek kehidupan manusia. Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak
ada kelompok manusia yang tidak mengunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan
dan meningkatkan kualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih
terbelakang.
Apabila demikian, maka pendidikan memegang peranan exixtensi dan
perkembangan manusia, karena pendidikan merupakan usaha melestarikan dan
mengalihkan serta menstransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam segala
aspeknya dan jenisnya kepada generasi penerus, untuk mengangkat harkat dan
martabat manusia.
Begitu juga dalam Islam, Pendidikan Islam pada dasarnya
dilaksanakan atas dasar perintah yang ada di dalam Al Qur’an terutama yang
tertuang pada surat Al-Alaq: 1-5. Sebagimana hanya Islam yang mula-mula
diterima Nabi Muhammad SAW. Melalui Malaikat jibril di gua Hira. Ini merupakan
salah satu contoh dari opersionalisasi penyampaian dari pendidikan. Adapun Pendidikan
Islam ini pada intinya dilaksanakan dalam upaya menyahuti kehendak umat Islam
pada masa itu dan pada masa yang akan datang yang dianggap sebagai kebutuhan
hidup (need of life).
Mengingat pendidikan merupakan kebutuhan penting bagi setiap manusia, agama,
Negara, maupun pemerintah, maka pendidikan harus selalu di tumbuh kembangkan
secara sistematis oleh para pengambil kebijasanaan yang berwenang di republik
ini. Berangkat dari kerangka ini, maka upaya pendidikan disuatu bangsa selalu
memiliki hubungan yang siknifikan dengan rekayasa bangsa tersebut di masa
datang, sebab pendidikan selalu dihadapkan pada perubahan baik perubahan zaman
maupun perubahan masyarakat. Oleh karena itu, mau tidak mau pendidikan harus
didesain mengikuti irama perubahan tersebut, kalau tidak pendidikan akan
ketinggalan zaman.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Apa saja aliran pendidikan itu?
B. Bagaimana pandangan islam tentang aliran-aliran pendidikan tersebut?
III.
PEMBAHASAN
A.
ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, pendidikan memiliki nuansa berbeda antara satu
daerah dengan daerah lain, sehingga banyak bermunculan pemikiran-pemikiran yang
dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan dengan kebutuhan yang diperlukan,
di mana pemikiran-pemikiran ini adalah kemungkinan yang menjadi faktor penyebab
keberhasilan dalam pendidikan. Karenannya, banyak teori yang dikemukakan para
pemikir yang bermuara pada munculnya berbagai aliran pendidikan, di antaranya[1] :
1. Aliran Empirisme
Tokoh aliran
Empirisme ini adalah John Locke, filosof inggris yang hidup pada tahun
1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae rasae ( Meja lilin ), yang
menyebutkan bahwa anak yang lahir ke dunia seperti kertas putih yang bersih.
Kertas prutih akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan.
Faktor bawaan dari orang tua ( Faktor keturunan ) tidak dipentingkan.
Pengalaman diperoleh anak melalui hubungan dengan lingkungan ( sosial alam dan
budaya ). Pengaruh empiris yang diperoleh dari lingkungannya berpengaruh besar
terhadap perkembangan anak. Menurut aliran ini, pendidik sebagai faktor luar
memegang peranan sangat penting sebab pendidik menyediakan lingkungan
pendidikan bagi anak, dan anak akan menerima pendidikan sebagai pengalaman.
Pengalaman tersebut akan membentuk tingkah laku, sikap, serta watak anak sesuai
dengan tujuan pendidikan yang diharapkan.
Misalnya, suatu
keluarga yang kaya raya ingin memaksa anaknya menjadi pelukis. Segala alat yang
dibutuhkan untuk melukis diberikan dan pendidik ahli lukis didatangkan guna
untuk mengajari anak itu menjadi pelukis handal. Dari faktor pengaruh
lingkungan dan faktor pendidik ini maka anak tersebut berhasil menjadi seorang
pelukis.
Contoh lain,
ketika dua anak kembar sejak lahir dipisahkan dan dibesarkan di lingkungan yang
berbeda. Satu dari mereka dididik di desa oleh keluarga petani golongan miskin,
yang satu dididik di lingkungan keluarga kaya yang hidup di kota dan
disekolahkan di sekolah modern. Ternyata pertumbuhannya tidak sama.
Kelemahan
aliran ini adalah hanya mementingkan pengalaman. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dikesampingkan. Padahal, ada anak yang berbakat dan
berhasil meskipun lingkungan tidak mendukung.
2.
Aliran
Nativisme
Tokoh aliran
Nativisme adalah Schopenhauer. Ia adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880.
Aliran ini berpandangan bahwa perkembangan individu ditentukan oleh faktor
bawaan sejak lahir. Faktor lingkungna kurang berpengaruh terhadap
pendididkan dan perkembangna anak. Oleh karena itu hasil pendidikan ditentukan
oleh bakat yang dibawa sejak lahir. Dengan demikian menurut aliran ini,
keberhasilan belajar ditentukan oleh individu itu sendiri. Nativisme berpendapat jika anak memiliki
bakat jahat dari lahir ia akan menjadi jahat dan sebaliknaya jika anak memiliki
bakat baik, ia akan menjadi baik. Pendidikan anak yang tidak akan berguna bagi
perkembangna anak itu sendiri.
Pandangan itu
tidak menyimpang dari kenyataan. Misalnya, anak mirip orangtuanya secara fisik
dan akan mewarisi sifat dan bakat orang tua. Prinsipnya pandangan Nativisme
adalah pengakuan tentang adanya daya asli yang telah terbentuk sejak manusia
lahir ke dunia, yaitu daya-daya psikologis dan fisiologis yang bersifat
herediter, serta kemampuan dasar lainnya yang kapasitasnya berbeda dalam diri
tiap manusia. Ada yang tumbuh dan berkembang sampai pada titik maksimal
kemampuannya, dan ada pula yang hanya sampai pada titik tertentu.
Misalnya, seorang anak yang berasal dari
orangtua yang ahli seni musik akan berkembang menjadi seniman musik yang
mungkin melebihi kemampuan orangtuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orangtuanya.
3.
Aliran Naturalisme
Tokoh aliran ini adalah
J.J. Rousseau. la adalah filosof Prancis yang hidup tahun 1712-1778.
Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai
pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena
pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.
Dalam aliran Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran
dintaranya adalah :
a. Anak didik belajar
melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara pengalaman
dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan didalam dirinya secara alami.
b. Pendidik hanya
menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan sebagai
fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu mendorong
keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadap
kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawab
belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c. Program pendidikan di sekolah harus
disesuaikan dengan minat dan bakat dengan menyediakan lingkungan belajar
yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas
diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan
minat dan perhatiannya.
Dengan demikian, aliran
Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat
paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusat
kegiatan proses belajar-mengajar.
4. Aliran Konvergensi
Tokoh aliran ini adalah
William Stern. Ia seorang tokoh pendidikan Jerman yang hidup tahun 1871-1939 .
Aliran konvergensi merupakan kompromi atau kombinasi dari aliran Nativisme
dan Empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa anak lahir di dunia ini telah
memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan
perkembangan anak selanjutnya akan di pengaruhi oleh lingkungan. Jadi
fakotr pembawaan dan lingkungan
sama-sama berperan penting.
Anak yang mempunyai
pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik akan menjadi
semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan berkembang
dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan bakat itu
sendiri. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangna
anak secara optimal jika tidak didukung oleh bakat baik yang dibawa anak.
Dengan demikian, aliran konvergensi menganggap bahwa
pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat dan lingkungan.
Hanya saja, William Stern tidak menerangkan seberapa besar perbandingna
kpengaruh kedua faktor tersebut. Sampai sekarang pengaruh dari kedua faktor
tersebut belum bisa ditetapkan.
5.
Aliran
Progresivisme
Tokoh aliran
Progresivisme adalah John Dewey. Aliran ini berpendapat bahwa manusia mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah
yang bersifat menekan, ataupun masalah-masalah yang bersifat mengancam
dirinya. Aliran ini memandang bahwa peserta didik mempunyai akal dan
kecerdasan. Hal itu ditunjukkan dengan fakta bahwa manusia mempunyai kelebihan
jika dibanding makhluk lain. Manusia memiliki sifat dinamis dan kreatif yang
didukung oleh ke-cerdasannya sebagai bekal menghadapi dan memecahkan masalah.
Peningkatan kecerdasan menjadi tugas utama pendidik, yang secara teori mengerti
karakter peserta didiknya. Peserta didik tidak hanya dipandang sebagai kesatuan
jasmani dan rohani, namun juga termanifestasikan di dalam tingkah laku dan
perbuatan yang berada dalam pengalamannya. Jasmani dan rohani, terutama
kecerdasan, perlu dioptimalkan. Artinya, peserta didik diberi kesempatan untuk
bebas dan sebanyak mungkin mengambil bagian dalam kejadian-kejadian yang
berlangsung di sekitarnya, sehingga suasana belajar timbul di dalam maupun di
luar sekolah.
6.
Aliran
Esensialisme
Aliran
Esensialisme bersumber dari filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang
diberikan keduanya bersifat eklektik. Artinya, dua aliran tersebut bertemu
sebagai pendukung Esensialisme yang berpendapat bahwa pendidikan harus
bersendikan nilai-nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya,
nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman hidup, sehingga
dapat mencapai kebahagiaan. Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal
dari kebudayaan dan filsafat yang korelatif selama empat abad yang lalu, yaitu
zaman Renaisans.
Adapun
pandangan tentang pendidikan dari tokoh pendidikan Renaisans yang pertama
adalah Johan Amos Cornenius (1592-1670), yaitu agar segala sesuatu diajarkan
melalui indra, karena indra adalah pintu gerbangnya jiwa. Tokoh kedua adalah
Johan Frieddrich Herbart (1776-1841) yang mengatakan bahwa tujuan pendidikan
adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan Tuhan. Artinya, perlu ada
penyesuaian dengan hukum kesusilaan. Proses untuk mencapai tujuan pendidikan
itu oleh Herbart disebut sebagai pengajaran. Tokoh ketiga adalah William T.
Harris (1835-1909) yang berpendapat bahwa tugas pendidikan adalah menjadikan
terbukanya realitas berdasarkan susunan yang tidak terelakkan dan bersendikan
ke-satuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
telah turun-temurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang pada masyarakat.
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa aliran Esensialisme menghendaki
agar landasan pendidikan adalah nilai-nilai esensial, yaitu yang telah teruji
oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah turun-temurun dari zaman ke zaman
sejak zaman Renaisans.
7. Aliran
Perenialisme
Tokoh
aliran Perenialisme adalah Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquino. Perenialisme
memandang bahwa kepercayaan aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu
dijadikan dasar pendidikan sekarang. Pandangan aliran ini tentang pendidikan
adalah belajar untuk berpikir. Oleh sebab itu, peserta didik harus dibiasakan
untuk berlatih berpikir sejak dini. Pada awalnya, peserta didik diberi
kecakapan-kecakapan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Selanjutnya
perlu dilatih pula kemampuan yang lebih tinggi seperti berlogika, retorika, dan
bahasa.
8. Aliran
Konstruktivisme
Gagasan
pokok aliran ini diawali oleh Giambatista Vico, ia seorang epistemolog Italia.
Ia dipandang sebagai cikal-bakal lahirna Konstruksionisme. Ia mengatakan bahwa
Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan ( Paul
Suparno, 1997: 24). Mengerti berarti mengetahui sesuatu jika ia mengetahui.
Hanya Tuhan yang daapt mengetahui segala sesuatu karena dia pencipta segala
sesuatu itu. Manusia hanya dapat mengetahui sesuatu yang dikonstruksikan Tuhan.
Bagi vico, pengaetahuan dapat menunji pada struktur konsep yang dibentuk.
Pengetahuan tidak bisa lepas dari subjek yang mengetahui.
Aliran
ini dikembangkan oleh Jean Piget. Melalui teori perkembangan kognitif, Piaget
mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan interaksi kontinu antara individu satu
dengan lingkungannya. Artinya pengetahuan merupakan suatu proses bukan suatu
barang. Menurut Peaget mengerti adalan prossis adaptasi intelektual antara
pengalaman dan ide baru dengan pengetahuan yang
telah dimilikinya sehingga dapat terbentuk pengertian baru (Paul
Suparno, 1997: 33).
Peaget
juga berpendapat bahwa perkembangna kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar
yaitu asimilasi akomodasi dan ekuilibrasi. Asimilasi adalah perpaduan data baru
dengan struktur kognitif yang telah dimiliki. Akomodasi adalah penyesuaian
struktur kognitif terhadap situasi baru dan ekuilibrasi adalah penyesuaian
kembali ang secara terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi (
Suwardi, 2004: 24)
Kesimpulannya
aliran ini menegaskan bahwa pengetahuan mutlak diperoleh dari hasil konstruksi
kognitif dalam diri seseorang melalui pengalaman yang diterima lewat panca
indra yaitu indra penglihatan, pendengaran, peraba, peciuman dan perasa. Dengan
demikian aliran ini menolak adanya transfer pengetahuan yang dilakukan dari
seseorang kepada orang lain dengna alasan pengetahuan bukan barang yang bisa
dipindahkan, sehingga jika pembelajaran ditujukan untuk mentransfer ilmu,
perbuatan itu akan sia-sia saja. Sebaliknya, kondisi ini akan berrbeda jida
pembelajaran ini ditujukan untuk menggali pengalaman.
B.
PANDANGAN ISLAM TENTANG ALIRAN-ALIRAN PENDIDIKAN
Dalam masalah
aliran-aliran pendidikan ini, Islam
mempunyai pandangan yang berbeda dengan pendirian yang dikemukakan para pemikir-pemikir
di atas. Islam menampilkan teori potensi positif ( Fitrah ) sebagai dasar
perkembangan manusia[2].
Potensi ini dapat berupa keyakinan beragama perilaku untuk menjadi baik atupun
menjaddi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus di kembangkan agar ia
bertumbuh secara wajar sebagai hamba Allah.[3]
Dasar konseptualisasinya mengacu pada firman Allah SWT maupun sabda Nabi SAW.
Allah dalam
salah satu firman-Nya menyatakan :
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” ( QS. Ar Rum: 30 )
Sementara dalam salah satu hadits nabi disebutkan :
“setiap anak dilahirkan dalam firtrahnya ( potensi untuk beriman-bertauhid
kepada Allah dan kepada yang baik). Kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak
itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau
Majusi.”
Makna yang
terkandung dalam ayat dan hadits di atas ialah bahwa setiap manusia pada
dasarnya baik, memiliki fitrah dan jiwanya sejak lahir tidak kosong seperti
kertas putih, tetapi berisi kesucian dan sifat-sifat dasar yang baik. Pandangan
ini sama sekali berbeda dengan konsep perkembangan manusia menurut
aliran-aliran pendidikan di atas.
Fitrah yang
dibawa anak sejak lahir bersifat potensial sehingga memerlukan upaya-upaya
manusia itu sendiri untuk mengembangtumbuhkannya menjadi faktual dan aktual.
Untuk melakukan upaya tersebut, islam memberikan prinsip-prinsip dasarnya
berupa nilai-nilai islami sehingga pertumbuhan potensi manusia terbimbing dan
terarah. Dalam proses inilah faktor ajar sangat besar peranannya bahkan
menentukan bentuk dan corak kepribadian seseorang.
Berdasarkan
konseptualisasi itulah pendidikan islam dapat berfungsi sebagai wahana
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan fitrahnya. Pendidikan
merupakan proses pengembangan fitrah peserta didik tersebut agar menjadi aktual
sehingga mampu membentuk kepribadian muslim yang bermoral ( berakhlaqul karimah
). Dengan demikian, tampak jelas bahwa islam mengakui peranan faktor dasar dan
ajar dalam perkembangan anak. Hanya saja konsep islam mengenai sifat dasar
manusia maupun proses ajar yang diperlukan berbeda dengan pendirian
aliran-aliran di atas. Fitrah atau
potensi ( ketauhidan, kebenaran, dan kemanusiaan ) seseorang akan berkembang
secara dinamis dengan bantuan pendidikan.[4]
IV.
KESIMPULAN
Adapun
aliran-aliran pendidikan itu antara lain :
A.
Aliran
Empirisme
B.
Aliran
Nativisme
C.
Aliran Naturalisme
D.
Aliran
Progresivisme
E.
Aliran Konvergensi
F.
Aliran
Esensialisme
G. Aliran
Perenialisme
H. Aliran
Konstruktivisme
pandangan Islam berbeda dengan pendirian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai aliran-aliran
pendidikan. Islam menampilkan teori potensi
positif ( Fitrah ) sebagai dasar perkembangan manusia. Potensi ini dapat berupa keyakinan beragama perilaku untuk menjadi
baik atupun menjaddi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus di
kembangkan agar ia bertumbuh secara wajar sebagai hamba Allah.
DAFTAR PUSTAKA
Roqib,
Moh . 2009. Ilmu Pendidikan Islam . Jogjakarta : LkiS yogyakarta .
Suwarno,
Wiji . 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Uhbiyati, Nur . 2012. Dasar-dasar
Ilmu pendidikan Islam .Semarang : FITK IAIN WS Semarang.
[1]
Wiji suwarno, Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009), hlm. 48-58
[2]
Moh Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam , ( Jogjakarta : LkiS yogyakarta, 2009), hlm. 61
[3]
Nur Uhbiyati, Dasar-dasar
Ilmu pendidikan Islam, (Semarang : FITK IAIN WS Semarang, 2012), hlm. 127
[4]
Moh Roqib, Ilmu
Pendidikan Islam , ( Jogjakarta : LkiS yogyakarta, 2009), hlm. 62
Komentar