Langsung ke konten utama

Hadits Dhaif


HADITS DHA’IF
MAKALAH
Untuk  memenuhi Tugas: Ulumul Hadits
Dosen Pengampu : Drs. Ikhrom, M. Ag






Di susun oleh :
1.                      Ahmad Ulin Nuha                 (133111082 )
2.                      Muhamad Kafilludin             ( 133111057 )
3.                      Siti Chaizatul Munasiroh      ( 133111045 )
4.                      Wahyu prasetyo                     ( 123711032 )


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN WALISONGO SEMARANG
2013
I.                   PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Berdasarkan sistematika pembagiannya, hadits dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah dilihat dari segi  kualitasnya. 
Dilihat dari segi kualitasnya, hadits dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hadits shahih, hadits hasan, hadits dha’if. Hadits dha’if dapat didefinisikan sebagai hadits yang kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits hasan. Jika suatu hadits kehilangan dua atau tiga syarat, seperti perawinya tidak adil, tidak dhabith, atau terdapat kejanggalan dalam matannya,maka hadits tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah.
Berdasarkan sistematika pembagiaannya, hadits dha’if dapat dilihat dari segi terputusnya sanad dan dari segi selain terputusnaya sanad. Dalam makaalah ini penulis hanya akan membahas pembagian hadits dha’if dari segi terputusnya sanad.  

II.                RUMUSAN MASALAH
Dari uraian diatas, penulis mengambil permasalahan sebagai berikut :
A.    Ada berapa macamkah hadits dhaif dilihat dari segi terputusnya sanad?
B.     Dan bagaimana penjelasan dari masing-masing hadits tersebut serta seperti apa contohnya ?
C.     Apa dasar ( alasan ) keterputusan sanad yang menjadikan kedhaifan hadits tersebut?
D.    Bagaimana urutan hierarki  antar masing-masing hadits tersebut dilihat dari tingkat kedhaifannya?
III.             PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN HADITS DHAIF
     Hadits dha’if menempati urutan ketiga dalam pembagian hadits menurut kualitas haditsnya.Atau yang paling tepat hadits yang padanya tidak terdapat ciri hadits shahih dan hasan.
     Menurut bahasa dha’if berarti yang lemah, sebagai lawan dari Qawiyyu yang artinya kuat.Sedang menurut istilah, Ibnu Shalah memberikan definisi:
الحسن
ولاصفات الصحيح صفات يجمع لم ما
Artinya: “Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
     Zinuddin Al-Traqy menanggapi bahwa definisi tersebut kelebihan kalimat yang seharusnnya di0hindarkan, menurut dia cukup :
الحسن صفات يجمع لم ما
Artinya: “yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan”
     Karena sesuatu yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan sudah barang tentu tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih.

Para ulama memberikan batasan bagi hadits dha’if :
الحسن الحديث صفات صحيح ولااللحديث صفاتايجمع لم الذي الحديث هوالضعيف الحديث
Artinya: “hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.

Adapun kriteria hadits dha’if  ialah :
a. Hadits yang salah satunya gugur perawiannya.
b. Hadits yang tiada disebutkan sanadnya.
c. Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang perawi yang menampakkan kepasikan dengan perbuatan atau perkataan dusta.
d. Hadits yang isinya berlawanan dengan riwayat orang-orang terpercaya yang lain atau disebut juga syad.
            e. Hadits yang terbalik lafazhnya pada matan, nama seseorang atau nasabnya dalam sanad.

B.     MACAM-MACAM HADITS DHAIF DILIHAT DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD BESERTA CONTOH DAN ALASANNYA

1.      HADITS MU’ALLAQ
     Muallaq menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat atau tergantung.Sanad seperti ini disebu mua’llaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja, sementara bagian bawahnya terputus sehingga menjadi seperti sesuatu yang bergantung pada atap dan yang semacamnya.Sementara menurut istilah adalah hadits yang seorang atau lebih rawinya gugur dari awal sanad secara berurutan.[1]

Contoh: Bukhari meriwayatkan dari Al- Majisyun dari Abdullah bin Fadhl dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah,bahwa Rasulullah bersabda:
الأنبياءلاتقاضلوابين
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
Pada hadits ini, Bukhari tidak pernah bertemu Al-Majisyun.
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad.
     Hadits-hadits mu’allaq dalam shahih al-Bukhari adakalanya disampaikan dengan ungkapan yang mengesankan kepasitian,seperti qala fulanun (fulan berkata), haddatsa fulanun (fulan menyampaikan hadits), rawa fulanun ( fulan meriwayatkan ), dzakara fulanun (fulan menyebutkan ). Dan adakalanya disampaikan dengan ungkapan yang tidak mengesankan kepastian seperti ruwiya ‘an fulanin ( diriwatkan dari fulan ) yuhka (diceritakan), ‘an fulanin (dari fulan), dan yuqalu’ (dikatakan). Ungkapan yang demikian disebut shighat tamridh, sedangkan ungkapanyang mengesankan kepastian disebut shighat jazm.
     Hadits-hadits mu’allaq kelompok pertama, yakni yang menggunakan shighat jazm dihukumi sebagai hadits shahih, karena ungkapan-ungkapan itu dianggap sebagai penilaian atas kesahihan suatu hadits sampai kepada orang yang darinya hadits itu di ta’liq saja.
     Sebab al-Bukhari tidak membolehkan memastikan periwayatan suatu hadits dari seseorang dan menisbatkannya kepadanya kecuali apabila menurutnya benar-benar orang tersebut meriwayatkan hadits itu.Oleh karena itu, apabila ia menegaskan suatu hadits dari Nabi SAW atau dari sahabatnya,maka hadist tersebutshahih.

      Didalam Shahih Al Bukhary banyak terdapat hadits mu’allaq tetapi diberi hukum muttashil, walaupun derajatnya dipandang tidak setingkat dengan yang muttashil sendiri, kecuali jika ada disana akan pada tempat yang lain.

2.      HADITSMUNQATHI’

     Hadits munqati’ adalah hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat di satu tempat,atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.[2]
     Sedang definisi yang paling utama tentang munqthi’ adalah definisi yang dikemukakan oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Barr,[3]) : “Hadits munqathi’ adalah setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya, baik yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain.”
     Hadits yang tidak bersambung sanadnya adalah hadits yang pada sanadnya gugur seorang atau beberapa orang rawi pada tingkatan (thabaqat) manapun. Sehubungan dengan itu, penyusun al-Manzhumah al-Baiquniyyah menyatakan bahwa setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya bagaimanapun keadaannya adalah termasuk hadits munqathi’ (terputus) kesambungannya.
     Demikianlah para ulama mutaqaddimin mengklasifikasikan hadits.Al-Nawawi berkata, “klasifikasi tersebut adalah sahih dan dipilih oleh para fuqaha’, al-Khatib Ibnu Abdil Barr, dan muhaddits lainnya.[4])
     Misalnya perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”. Sedang menurut para ulama lain bahwa hadits muntaqi’ ialah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang gugur (tidak disebutkan) dari rawi-rawi sebelum sahabat, baik dalam satu atau beberapa tempat, namun rawi yang gugur itu tetap satu dengan syarat bukan pada permulaan sanad. Contoh hadits yang dari sanadnya menggugurkan perawinya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Zain bin Yutsayi’, dari Hadzaifah yang meriwayatkan secara Marfu’: jika kalian serahkan urusan kekhalifahan lagi terpercaya…” Dari sanad hadits ini antara Ats-Tsauri dan Abu Ishaq ada perawi yang digugurkan, yaitu Syarik. Sebab Ats-Sauri tidak mendengar hadits ini secara langsung dari Abu Ishaq, melainkan lewat Syarik. Dan Syarik inilah yang mendengar hadits dari Abu Ishaq.
                     
3.HADISTMUA’DHAL
             Hadits mua’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama memberi batasan hadits muadhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya: “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
(رواهمالك) بالمعروفوكسوتهطعامهللملك
Artinya: “Budak itu harus diberi makanan dan pakaian secara baik”. (HR. Malik)
Al Hakim berkata, “ Hadis ini mu’adhal dari malik dalam kitab Al Muwatha’.”
Hadis ini yan gkita dapatkan bersambung sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha’, diriwayatkan dari malik bin anas dari Muhammad bin ‘ajlan, dari bapaknya, dari abu hurairah. Letak ke-mu’adhalannya karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin ‘ajlan dan bapaknya secara berurutan.

4. HADITS MUDALLAS

                 Hadits mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa Hadits itu tiada bernoda.[5]    
     Kata mudallas adalah ism maf’ul dari dallasa yang berarti gelap atau berbaur dengan gelap.Hadits mudallas, ialah “hadits yang tiada disebut dalam sanad atau sengaja digugurkan oleh perawi nama gurunya dengan cara yang memberi waham, bahwa dia mendengar hadits itu dari orang yang di sebut namanya itu”. Perbuatan itu dinamai”tad-lis”.Sipembuatnya, dinamai “Mudallis”. Riwayat mudalilis itu tidak diterima, terkecuali hadits-haditsnya yang memang didengarsendiridarigurunya.

  Macam-macam Tadlis :
a.       Tadlis isnad ialah :

ان يزور الراوي عمن عاصره مالم يسمعه منه موهما سماعه قاعلا: قال فلان او عن فلان ونحوه, وربما لم يسقط شيخه او اسقط غيره ضعيفا او صغيرا تحسينا للحديث.

bila seorang rawi meriwayatkan  suatu hadits dariorang yang pernahketemu denagan dia, tapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadits daripadanya, agar Rawi tersebut mendengar dari rawi yang digugurkan ,ia menggunakan lafadz  menyamapikan hadits dengan. ’an fulanin (dari  si Fulan) atau  ana fulanan ya qulu (bahwa sifulan berkata).”
     Dari definisi di atas yang di maksud denganTadlis isnad adalah hadits yang disampaikan oleh seseorang perawi dari orang yang sesama dengannya dan ia bertemu sendiri dengan orang itu, meskipun ia tidak mendengar langsung darinya. Atau dari orang yang sama dengannya, tetapi tidak pernah bertemu, menciptakan gambaran bahwa ia mendengar langsung dari orang tersebut.
b.      Tadlis syu-yukh yaitu :  
ان يسمى شيخه او يكنيه او ينسبه او يصفه بما لايعرف
”Seorang perawi member nama, gelar, nisbah,, atau sifat kepada gurunya dengan sesuatu nama atau gelar yang tidak dikenal”

        Apabila seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits yang didengarnya dari seorang guru dengan menyebutkan nama quniahnya, nama keturunannya atau mensifati gurunya dengan sifat-sifat yang belum dikenal oleh orang banyak.
        Seorang perawi memberi nama, gelar, nisbah, atau sifat kepaa gurunya dengan sesuatu nama tau gelar yang tidak dikenal.Yakni perawi hadits dalam menyampaikan sanad hadits yang diriwayatkannya, menyebut nama syekhnya dengan gelaran atau sebutan-sebutan lainnya yang tidak dikenal sebagaiman populernya.

c.       Tadlis Taswiyah
        Tadlis taswiyah yaitu bila seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits dari gurunya, yang tsiqah, yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yan lemah, dan guru yang lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah tetapi nsi mudhalis tersebut meriwayatkannya tanpa menyebutkan rawi-rawi yang lemah, bahkan ia meriwayatkan dengan lafadz yang mengandung pengertian bahwa rawinya tsiqah semua.[6]

5. HADITS MURSAL

            Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminologi ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil ataupun besar. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw bersabda begini atau berbuat seperti ini…..”[7]
           Defenisi seperti inilah yang banyak digunakan oleh ahli Hadis, hanya mereka tidak memberikan batasan antara tabi’i kecil dan besar. Namun ada juga sebgaian ulama hadis yang memberikan batasan Hadis Mursal ini hanya di marfu’kan kepada tabi’i besar saja karena periwayatan tabi’i besar adalah sahabat dan Hadis yang dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil termasuk Hadis Munqoti’.
            Secara etimologi Hadis Mursal ini diungkapkan secara bahasa adalah isim maf’ul dari arsala yang berarti athlaqa, yaitu melepaskan dan membebaskan. Secara istilah Hadis Mursal adalah Hadis Mursal adalah Hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i.
            Maksud dari defenisi diatas dapat dipaham bahwa seorang tabi’i mengatakan Rasulullah saw berkata demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersbut menghilangkan sahabat sebagai generasi perantara antara Rasulullahh saw dengan tabi’i
     Sebagai contoh, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwqaththa’, dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
ان سدة الحر من فيح جهنم
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap neraka Jahannam”
Contoh yang lain adalah, Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata : “telah menceritakan kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami Hujjain, telah menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu Shihab dari Ibnu Ssaid ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual kurma yang masih berada dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”

Said bin Musayyab adalah seorang tabi’i besar. Dia meriwayatkan Hadits ini tanpa menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara dirinya dengan Rasulullah saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah menggugurkan akhir dari perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari sahabat yang digugurkannya ada tabi’i lain yang juga digugurkannya.
Sebagaimana diterangkan bahwa Hadits mursal adalah hadits yang jalan sanadnya menggugurkan perawi yang terakhir yaitu sahabat yang langsung menerima hadis tersebut dari Rasulullah saw. Diitinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari sifat-sifatnya, maka hadis mursal ini terdiri dari tiga bagian:
1.      Mursal Shahabi, yaitu: Pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran disaat Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atau terbelakang masuk Islamnya. Hadis Mursal shahabi ini tidak dipermasalahkan apabila seluruh perawi dalam sanadnya termasuk dalam kategori adil, sehingga kemajhulannya tidak bersifat negatif.
2.      Mursal Khafi’ yaitu: Hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang meriwayatkan hadits tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah mendengar ataupun menyaksikan hadits langsung dari Rasulullah saw.
3.      Mursal Jali, yaitu: apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat diketahui jelas sekali oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita langsung dari Rasulullah saw.

C.    URUTAN HIERARKI ANTAR MASING-MASING HADITS DILIHAT DARI TINGKAT KEDHA’IFANNYA

            Karena sebab-sebab kedhaifan hadits tersebut berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya , maka tingkatan hadits dhaif itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar kelemahannya kecil sehingga hampir-hampir dihukumi sebagai hadits hasan dan ada juga hadits yang terlalu dhaif.

Keputusan sanad ada dua macam,Adapun urutannyasebagai berikut:
1). Keterputusan yang tidak jelas dan tersembunyi.
Ini tidak dapat diketahui kecuali para ulama yang ahli dan mendalami jalan hadits dan illat-illat sanadnya,yaitu : Mudallas
2). Keguguran secara zhahir dan dapat diketahui oleh ulama hadist karena faktor perawi yang tidak pernah bertemu dengan guru (syaikhnya), atau tidak hidup di zamannya.
Keguguran sanad dalam hal ini, ada yang gugur pada awal sanad,atau akhirnya, atau tengahnya.Para ulama memberikan nama hadist yang sanadnya gugur secara zhahir tersebut itu dengan 4 istilah sesuai dengan tempat dan jumlah perawi yang gugur:
a.     Mua’dhal
b.     Munqathi’
c.      Mursal
d.     Muallaq




IV. KESIMPULAN
     Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits yang lemah,     yakni para ulama masih memiliki dugaan, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Hadits dhaif sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
-          Mursal
-          Munqathi’
-          Mua’dhal
-          Mu’allaq
-          Mudallas

V.    PENUTUP
       Demikianlah makalah ini kami buat apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah semata-mata karena kekurangan kami karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyamilik Allah SWT. Untuk itu kami meminta kritik dan saran agar makalah kami kedepannya menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang mebacanya. Aminn.......
















DAFTAR PUSTAKA

Ahmad. Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung, CV. Pustaka Setia. 2006.
Al Khatib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Al-Hadits.Terj.H.M.Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq.Jakarta:Gaya Media Pratama.2003.
Alwi Al-Maliki. Muhammad, Ilmu Usul Hadits, Yugyakarta; Pustaka pelajar. 2006.
Anwar Br. Moh, Ilmu Mustalah Hadits, Surabaya: Al-Iklas, 1981.
As-Shalih. Subtu, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus.1997.
Azami, M.M. Studies in Hadis Methodology and Literature. Terj. Meth kieraha.jakarta:lentera.2003.
Fathur Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadits, Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1974
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits,Jakarta, Bulan Bintang, 1987.
Solahudin, dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.


[1] Solahudin dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.hlm.151
[2] Fatchru Rahman. Ikhtisar Musthalah Hadis.Bandung: Alma’arif. 1991. Hlm.218
[3]Pada pembukaan kitabnya al-Tahmid li ma fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid, 1:21.

[4]At-taqrib naskah syarah, hlm. 126-12;al-Kifayah, hlm.21: para pensyarah uraian al-Hafizh dalam syarah al-Nukhbah menafsirkannya demikian. Lihat  pula syarh al-Syarh,hlm. 114: Laqth al-Durar, 65-66.
[5] Fatchru Rahman. Ikhtisar Musthalah Hadis.Bandung: Alma’arif. 1991. Hlm.215

[6] Solahudin dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.hlm.155
[7] Muhammad ‘Ajaj Al Khatib. Ushul Al-Hadits.Terj.H.M.Qodirun Nur dan Ahmad Musyafiq.Jakarta:Gaya Media Pratama.2003.hlm.337

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian,Objek,Ruang lingkup serta Sejarah dan Pertambahan Ulumul Qur'an

PENGERTIAN, OBJEK, RUANG LINGKUP, SERTA SEJARAH DAN PERTAMBAHAN ULUMUL QUR’AN MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Ulumul Qur’an Dosen Pengampu: M ufidah , M.Pd.i DI SUSUN OLEH : 1.     MUSTOFA                              ( 133111043 ) 2.     YUSUF   HAMDANI                ( 133111044 ) 3.     SITI CHAIZATUL   M.            ( 133111045 ) 4.     USWATUN   KHASANAH      ( 133111046 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2013 I.        PENDAHULUAN Al-Quran adalah kitab suci umat Islam. Diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril. Kita...

Mengatasi kelemahan tes obyektif dan subyektif

UPAYA YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENGATASI KELEMAHAN-KELEMAHAN TES OBYEKTIF DAN SUBYEKTIF TUGAS Mata kuliah : EVALUASI PEMBELAJARAN Dosen Pengampu : Drs. H. Karnadi M.Pd. DI SUSUN OLEH : Khairul Anam                               (133111038) Siti Chaizatul Munasiroh             ( 133111045) Laila Romdhoningsih                  (133111073) Faizatul Dina                                (133111135) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2015 A.      Kelema...

FILSAFAT SUHRAWARDI

PEMIKIRAN FILSAFAT SUHRAWARDI (1153-1191 M) MAKALAH Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Filsafat Islam Dosen Pengampu: Dr. Mahfud Junaedi, M. Ag.   DI SUSUN OLEH : 1.       SITI CHAIZATUL MUNASIROH             ( 133111045) 2.       AGUNG SUPRAYITNO                           (133111051 ) 3.       DEWI HUSNAWATI                                 (133111079 ) FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN IAIN WALISONGO SEMARANG 2014 I.          PENDAHULUAN Ketika filsafat muncul dalam kehid...