HADITS
DHA’IF
MAKALAH
Untuk
memenuhi Tugas: Ulumul
Hadits
Dosen
Pengampu : Drs. Ikhrom, M. Ag
Di susun oleh :
1.
Ahmad
Ulin Nuha (133111082 )
2.
Muhamad
Kafilludin ( 133111057 )
3.
Siti
Chaizatul Munasiroh ( 133111045 )
4.
Wahyu
prasetyo ( 123711032 )
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN
WALISONGO SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Hadits merupakan sumber hukum
Islam kedua setelah Al-Qur’an. Berdasarkan sistematika pembagiannya, hadits
dapat dilihat dari berbagai aspek, salah satunya adalah dilihat dari segi
kualitasnya.
Dilihat dari segi kualitasnya,
hadits dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu hadits shahih, hadits
hasan, hadits dha’if. Hadits dha’if dapat didefinisikan sebagai hadits yang
kehilangan salah satu syarat dari syarat-syarat hadits shahih atau hadits
hasan. Jika suatu hadits kehilangan dua atau tiga syarat, seperti perawinya
tidak adil, tidak dhabith, atau terdapat kejanggalan dalam matannya,maka hadits
tersebut dinyatakan sebagai hadits dha’if yang sangat lemah.
Berdasarkan sistematika
pembagiaannya, hadits dha’if dapat dilihat dari segi terputusnya sanad dan dari
segi selain terputusnaya sanad. Dalam makaalah ini penulis hanya akan membahas
pembagian hadits dha’if dari segi terputusnya sanad.
II.
RUMUSAN MASALAH
Dari
uraian diatas, penulis mengambil permasalahan sebagai berikut :
A. Ada berapa macamkah hadits dhaif
dilihat dari segi terputusnya sanad?
B. Dan bagaimana penjelasan dari
masing-masing hadits tersebut serta seperti apa contohnya ?
C. Apa dasar ( alasan ) keterputusan
sanad yang menjadikan kedhaifan hadits tersebut?
D. Bagaimana urutan hierarki antar masing-masing hadits tersebut dilihat
dari tingkat kedhaifannya?
III.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HADITS DHAIF
Hadits dha’if menempati urutan ketiga dalam
pembagian hadits menurut kualitas haditsnya.Atau yang paling tepat hadits yang
padanya tidak terdapat ciri hadits shahih dan hasan.
Menurut bahasa dha’if berarti yang lemah,
sebagai lawan dari Qawiyyu yang artinya kuat.Sedang menurut istilah, Ibnu
Shalah memberikan definisi:
الحسن ولاصفات الصحيح صفات يجمع لم ما
Artinya: “Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
الحسن ولاصفات الصحيح صفات يجمع لم ما
Artinya: “Yang tidak terkumpul sifat-sifat shahih dan sifat-sifat hasan”.
Zinuddin Al-Traqy menanggapi bahwa definisi
tersebut kelebihan kalimat yang seharusnnya di0hindarkan, menurut dia cukup :
الحسن صفات يجمع لم ما
Artinya: “yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan”
الحسن صفات يجمع لم ما
Artinya: “yang tidak terkumpul sifat-sifat hadits hasan”
Karena
sesuatu yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan sudah barang tentu tidak
memenuhi syarat-syarat hadits shahih.
Para ulama memberikan batasan bagi hadits dha’if :
الحسن الحديث صفات صحيح ولااللحديث صفاتايجمع لم الذي الحديث هوالضعيف الحديث
Artinya: “hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
الحسن الحديث صفات صحيح ولااللحديث صفاتايجمع لم الذي الحديث هوالضعيف الحديث
Artinya: “hadits dha’if adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan”.
Adapun kriteria hadits dha’if ialah :
a. Hadits yang salah satunya gugur perawiannya.
b. Hadits yang tiada disebutkan sanadnya.
c. Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang perawi yang menampakkan kepasikan dengan perbuatan atau perkataan dusta.
d. Hadits yang isinya berlawanan dengan riwayat orang-orang terpercaya yang lain atau disebut juga syad.
a. Hadits yang salah satunya gugur perawiannya.
b. Hadits yang tiada disebutkan sanadnya.
c. Hadits yang diriwayatkan oleh seseorang perawi yang menampakkan kepasikan dengan perbuatan atau perkataan dusta.
d. Hadits yang isinya berlawanan dengan riwayat orang-orang terpercaya yang lain atau disebut juga syad.
e. Hadits yang terbalik lafazhnya
pada matan, nama seseorang atau nasabnya dalam sanad.
B.
MACAM-MACAM HADITS DHAIF DILIHAT
DARI SEGI TERPUTUSNYA SANAD BESERTA CONTOH DAN ALASANNYA
1. HADITS
MU’ALLAQ
Muallaq
menurut bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat atau tergantung.Sanad
seperti ini disebu mua’llaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian
atas saja, sementara bagian bawahnya terputus sehingga menjadi seperti sesuatu
yang bergantung pada atap dan yang semacamnya.Sementara menurut istilah adalah
hadits yang seorang atau lebih rawinya gugur dari awal sanad secara berurutan.[1]
Contoh:
Bukhari meriwayatkan dari Al- Majisyun dari Abdullah bin Fadhl dari Abu
Salamah, dari Abu Hurairah,bahwa Rasulullah bersabda:
الأنبياءلاتقاضلوابين
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
الأنبياءلاتقاضلوابين
Artinya:
“Jangan lah kamu melebihkan sebagian Nabi dan sebagian yang lain”. (HR. Bukhari)
Pada hadits ini, Bukhari tidak
pernah bertemu Al-Majisyun.
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad.
Menurut kesimpulan diatas tadi dapat diambil kesimpulan bahwa hadits dha’if karena gugurnya rawi artinya tidak adanya satu, dua, atau beberapa rawi, yang seharusnya ada dalam suatu sanad, baik pada permulaan, pertengahan, maupun diakhir sanad.
Hadits-hadits
mu’allaq dalam shahih al-Bukhari adakalanya disampaikan dengan ungkapan yang
mengesankan kepasitian,seperti qala fulanun (fulan berkata), haddatsa fulanun
(fulan menyampaikan hadits), rawa fulanun ( fulan meriwayatkan ), dzakara
fulanun (fulan menyebutkan ). Dan adakalanya disampaikan dengan ungkapan yang
tidak mengesankan kepastian seperti ruwiya ‘an fulanin ( diriwatkan dari fulan
) yuhka (diceritakan), ‘an fulanin (dari fulan), dan yuqalu’ (dikatakan).
Ungkapan yang demikian disebut shighat tamridh, sedangkan ungkapanyang
mengesankan kepastian disebut shighat jazm.
Hadits-hadits
mu’allaq kelompok pertama, yakni yang menggunakan shighat jazm dihukumi sebagai
hadits shahih, karena ungkapan-ungkapan itu dianggap sebagai penilaian atas
kesahihan suatu hadits sampai kepada orang yang darinya hadits itu di ta’liq
saja.
Sebab
al-Bukhari tidak membolehkan memastikan periwayatan suatu hadits dari seseorang
dan menisbatkannya kepadanya kecuali apabila menurutnya benar-benar orang
tersebut meriwayatkan hadits itu.Oleh karena itu, apabila ia menegaskan suatu
hadits dari Nabi SAW atau dari sahabatnya,maka hadist tersebutshahih.
Didalam Shahih Al Bukhary banyak terdapat hadits mu’allaq tetapi diberi hukum muttashil, walaupun derajatnya dipandang tidak setingkat dengan yang muttashil sendiri, kecuali jika ada disana akan pada tempat yang lain.
Didalam Shahih Al Bukhary banyak terdapat hadits mu’allaq tetapi diberi hukum muttashil, walaupun derajatnya dipandang tidak setingkat dengan yang muttashil sendiri, kecuali jika ada disana akan pada tempat yang lain.
2. HADITSMUNQATHI’
Hadits
munqati’ adalah hadis yang gugur seorang rawinya sebelum sahabat di satu
tempat,atau gugur dua orang pada dua tempat dalam keadaan tidak berturut-turut.[2]
Sedang
definisi yang paling utama tentang munqthi’ adalah definisi yang dikemukakan
oleh al-Hafizh Ibnu Abdil Barr,[3]) :
“Hadits munqathi’ adalah setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya, baik
yang disandarkan kepada Nabi SAW, maupun disandarkan kepada yang lain.”
Hadits
yang tidak bersambung sanadnya adalah hadits yang pada sanadnya gugur seorang
atau beberapa orang rawi pada tingkatan (thabaqat) manapun. Sehubungan dengan
itu, penyusun al-Manzhumah al-Baiquniyyah menyatakan bahwa setiap hadits yang
tidak bersambung sanadnya bagaimanapun keadaannya adalah termasuk hadits
munqathi’ (terputus) kesambungannya.
Demikianlah
para ulama mutaqaddimin mengklasifikasikan hadits.Al-Nawawi berkata,
“klasifikasi tersebut adalah sahih dan dipilih oleh para fuqaha’, al-Khatib
Ibnu Abdil Barr, dan muhaddits lainnya.[4])
Misalnya
perkataan seorang rawi, “dari seseorang laki-laki”. Sedang menurut para ulama
lain bahwa hadits muntaqi’ ialah hadits yang dalam sanadnya terdapat seorang
rawi yang gugur (tidak disebutkan) dari rawi-rawi sebelum sahabat, baik dalam
satu atau beberapa tempat, namun rawi yang gugur itu tetap satu dengan syarat
bukan pada permulaan sanad.
Contoh hadits yang dari sanadnya menggugurkan perawinya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Abdurrazaq dari Ats-Tsauri, dari Abu Ishaq, dari Zain bin
Yutsayi’, dari Hadzaifah yang meriwayatkan secara Marfu’: jika kalian serahkan
urusan kekhalifahan lagi terpercaya…” Dari sanad hadits ini antara Ats-Tsauri
dan Abu Ishaq ada perawi yang digugurkan, yaitu Syarik. Sebab Ats-Sauri tidak
mendengar hadits ini secara langsung dari Abu Ishaq, melainkan lewat Syarik.
Dan Syarik inilah yang mendengar hadits dari Abu Ishaq.
3.HADISTMUA’DHAL
Hadits mua’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama memberi batasan hadits muadhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya: “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
(رواهمالك) بالمعروفوكسوتهطعامهللملك
Hadits mua’dhal menurut bahasa, berarti hadits yang sulit dipahami. Para ulama memberi batasan hadits muadhal adalah hadits yang gugur dua orang rawinya atau lebih secara beriringan dalam sanadnya, contohnya: “telah sampai kepadaku, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:
(رواهمالك) بالمعروفوكسوتهطعامهللملك
Artinya: “Budak itu harus diberi
makanan dan pakaian secara baik”. (HR. Malik)
Al Hakim berkata, “ Hadis ini
mu’adhal dari malik dalam kitab Al Muwatha’.”
Hadis ini yan gkita dapatkan
bersambung sanadnya pada kita, selain Al-Muwatha’, diriwayatkan dari malik bin
anas dari Muhammad bin ‘ajlan, dari bapaknya, dari abu hurairah. Letak ke-mu’adhalannya
karena gugurnya dua perawi dari sanadnya, yaitu Muhammad bin ‘ajlan dan
bapaknya secara berurutan.
4. HADITS MUDALLAS
4. HADITS MUDALLAS
Hadits mudallas adalah hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan bahwa Hadits itu tiada bernoda.[5]
Kata mudallas adalah ism maf’ul dari
dallasa yang berarti gelap atau berbaur dengan gelap.Hadits mudallas, ialah
“hadits yang tiada disebut dalam sanad atau sengaja digugurkan oleh perawi nama
gurunya dengan cara yang memberi waham, bahwa dia mendengar hadits itu dari orang
yang di sebut namanya itu”. Perbuatan itu dinamai”tad-lis”.Sipembuatnya,
dinamai “Mudallis”. Riwayat mudalilis itu tidak diterima, terkecuali
hadits-haditsnya yang memang didengarsendiridarigurunya.
Macam-macam Tadlis :
Macam-macam Tadlis :
a. Tadlis isnad ialah :
ان
يزور الراوي عمن عاصره مالم يسمعه منه موهما سماعه قاعلا: قال فلان او عن فلان
ونحوه, وربما لم يسقط شيخه او اسقط غيره ضعيفا او صغيرا تحسينا للحديث.
”bila seorang rawi meriwayatkan suatu hadits dariorang
yang pernahketemu denagan dia, tapi rawi tersebut tidak pernah mendengar hadits
daripadanya, agar Rawi tersebut mendengar dari rawi yang digugurkan ,ia
menggunakan lafadz menyamapikan hadits dengan. ’an fulanin (dari si
Fulan) atau ana fulanan ya qulu (bahwa sifulan berkata).”
Dari definisi di atas yang di maksud denganTadlis isnad adalah hadits yang
disampaikan oleh seseorang perawi dari orang yang sesama dengannya dan ia
bertemu sendiri dengan orang itu, meskipun ia tidak mendengar langsung darinya.
Atau dari orang yang sama dengannya, tetapi tidak pernah bertemu, menciptakan
gambaran bahwa ia mendengar langsung dari orang tersebut.
b.
Tadlis
syu-yukh yaitu :
ان
يسمى شيخه او يكنيه او ينسبه او يصفه بما لايعرف
”Seorang
perawi member nama, gelar, nisbah,, atau sifat kepada gurunya dengan sesuatu
nama atau gelar yang tidak dikenal”
Apabila
seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits yang didengarnya dari seorang guru
dengan menyebutkan nama quniahnya, nama keturunannya atau mensifati gurunya
dengan sifat-sifat yang belum dikenal oleh orang banyak.
Seorang perawi
memberi nama, gelar, nisbah, atau sifat kepaa gurunya dengan sesuatu nama tau gelar yang tidak dikenal.Yakni perawi hadits dalam
menyampaikan sanad hadits yang diriwayatkannya, menyebut nama syekhnya dengan
gelaran atau sebutan-sebutan lainnya yang tidak dikenal sebagaiman populernya.
c.
Tadlis Taswiyah
Tadlis
taswiyah yaitu bila seorang rawi meriwayatkan sebuah hadits dari gurunya, yang
tsiqah, yang oleh guru tersebut diterima dari gurunya yan lemah, dan guru yang
lemah ini menerima dari seorang guru yang tsiqah tetapi nsi mudhalis tersebut
meriwayatkannya tanpa menyebutkan rawi-rawi yang lemah, bahkan ia meriwayatkan
dengan lafadz yang mengandung pengertian bahwa rawinya tsiqah semua.[6]
5. HADITS MURSAL
Kata “Mursal” secara etimologi diambil dari kata “irsal” yang berarti “Melepaskan”, adapun pengertian hadits mursal secara terminologi ialah hadits yang dimarfu’kan oleh tabi’in kepada Nabi Saw. baik berupa sabda, perbuatan dan taqrir, baik itu Tabi’i kecil ataupun besar. Artinya, seorang tabi’in secara langsung mengatakan, “bahwasanya Rasulullah Saw bersabda begini atau berbuat seperti ini…..”[7]
Defenisi seperti inilah yang banyak
digunakan oleh ahli Hadis, hanya mereka tidak memberikan batasan antara tabi’i
kecil dan besar. Namun ada juga sebgaian ulama hadis yang memberikan batasan
Hadis Mursal ini hanya di marfu’kan kepada tabi’i besar saja karena periwayatan
tabi’i besar adalah sahabat dan Hadis yang dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil
termasuk Hadis Munqoti’.
Secara etimologi Hadis Mursal ini
diungkapkan secara bahasa adalah isim maf’ul dari arsala yang berarti athlaqa,
yaitu melepaskan dan membebaskan. Secara istilah Hadis Mursal adalah Hadis
Mursal adalah Hadis yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah
tabi’i.
Maksud dari defenisi diatas dapat
dipaham bahwa seorang tabi’i mengatakan Rasulullah saw berkata demikian, den
sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan Rasulullah
saw. Dalam hal ini Tabi’i tersbut menghilangkan sahabat sebagai generasi
perantara antara Rasulullahh saw dengan tabi’i
Sebagai contoh,
seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik dalam kitab Al-Muwqaththa’,
dari Zaid bin Aslam, dari Atha’ bin Yasar, bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
ان سدة الحر من فيح جهنم
“sesungguhnya cuaca yang sangat panas itu bagian dari uap
neraka Jahannam”
Contoh
yang lain adalah, Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya
pada bagian “jual beli” (kitab al-buyu’) dia berkata : “telah menceritakan
kepadaku Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami Hujjain, telah
menceritakan kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu Shihab dari Ibnu Ssaid
ibnu Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual kurma yang masih berada
dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Said bin
Musayyab adalah seorang tabi’i besar. Dia meriwayatkan Hadits ini tanpa
menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara dirinya dengan
Rasulullah saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah menggugurkan akhir dari
perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari sahabat yang digugurkannya ada
tabi’i lain yang juga digugurkannya.
Sebagaimana diterangkan bahwa Hadits
mursal adalah hadits yang jalan sanadnya menggugurkan perawi yang terakhir
yaitu sahabat yang langsung menerima hadis tersebut dari Rasulullah saw.
Diitinjau dari segi siapa yang menggugurkan dan dari sifat-sifatnya, maka hadis
mursal ini terdiri dari tiga bagian:
1.
Mursal
Shahabi, yaitu: Pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada Rasulullah saw tetapi
ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia beritakan, lantaran
disaat Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atau
terbelakang masuk Islamnya. Hadis Mursal shahabi ini tidak dipermasalahkan
apabila seluruh perawi dalam sanadnya termasuk dalam kategori adil, sehingga
kemajhulannya tidak bersifat negatif.
2.
Mursal
Khafi’ yaitu: Hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang
meriwayatkan hadits tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah
mendengar ataupun menyaksikan hadits langsung dari Rasulullah saw.
3.
Mursal
Jali, yaitu: apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i) dapat
diketahui jelas sekali oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut tidak
pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkannya atau yang menerima berita
langsung dari Rasulullah saw.
C.
URUTAN HIERARKI ANTAR MASING-MASING HADITS
DILIHAT DARI TINGKAT KEDHA’IFANNYA
Karena sebab-sebab kedhaifan hadits
tersebut berbeda-beda kekuatan dan pengaruhnya , maka tingkatan hadits dhaif
itu dengan sendirinya berbeda-beda. Ada yang kadar kelemahannya kecil sehingga
hampir-hampir dihukumi sebagai hadits hasan dan ada juga hadits yang terlalu
dhaif.
Keputusan sanad ada dua macam,Adapun
urutannyasebagai berikut:
1). Keterputusan yang tidak jelas dan tersembunyi.
Ini
tidak dapat diketahui kecuali para ulama yang ahli dan mendalami jalan hadits
dan illat-illat sanadnya,yaitu : Mudallas
2). Keguguran
secara zhahir dan dapat diketahui oleh ulama hadist karena faktor perawi yang
tidak pernah bertemu dengan guru (syaikhnya), atau tidak hidup di zamannya.
Keguguran sanad
dalam hal ini, ada yang gugur pada awal sanad,atau akhirnya, atau
tengahnya.Para ulama memberikan nama hadist yang sanadnya gugur secara zhahir
tersebut itu dengan 4 istilah sesuai dengan tempat dan jumlah perawi yang
gugur:
a.
Mua’dhal
b. Munqathi’
c.
Mursal
d.
Muallaq
IV. KESIMPULAN
Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa pengertian hadits dha’if adalah hadits yang
lemah, yakni para ulama masih
memiliki dugaan, apakah hadits itu berasal dari Rasulullah atau bukan. Hadits
dha’if itu juga bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih tetapi
juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.
Hadits
dhaif sendiri terbagi menjadi beberapa bagian, diantaranya :
-
Mursal
-
Munqathi’
-
Mua’dhal
-
Mu’allaq
-
Mudallas
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah
ini kami buat apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah semata-mata
karena kekurangan kami karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyamilik Allah
SWT. Untuk itu kami meminta kritik dan saran agar makalah kami kedepannya
menjadi lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi yang mebacanya.
Aminn.......
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad.
Muhammad. M. Mudzakir, Ulumul Hadits, Bandung, CV. Pustaka Setia. 2006.
Al Khatib, Muhammad ‘Ajaj. Ushul Al-Hadits.Terj.H.M.Qodirun Nur dan
Ahmad Musyafiq.Jakarta:Gaya Media Pratama.2003.
Alwi Al-Maliki. Muhammad, Ilmu Usul Hadits,
Yugyakarta; Pustaka pelajar. 2006.
Anwar
Br. Moh, Ilmu Mustalah Hadits, Surabaya: Al-Iklas, 1981.
As-Shalih. Subtu, Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, Jakarta: Pustaka
Firdaus.1997.
Azami, M.M. Studies in Hadis Methodology
and Literature. Terj. Meth kieraha.jakarta:lentera.2003.
Fathur
Rahman, Ikhtisar Musthalah al-Hadits, Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1974
Ismail,
M. Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits,Jakarta, Bulan Bintang, 1987.
Solahudin, dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.
[1]
Solahudin dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.hlm.151
[2]
Fatchru Rahman. Ikhtisar Musthalah Hadis.Bandung: Alma’arif. 1991. Hlm.218
[3]Pada pembukaan kitabnya
al-Tahmid li ma fi al-Muwaththa’ min al-Ma’ani wa al-Asanid, 1:21.
[4]At-taqrib naskah syarah, hlm.
126-12;al-Kifayah, hlm.21: para pensyarah uraian al-Hafizh dalam syarah
al-Nukhbah menafsirkannya demikian. Lihat
pula syarh al-Syarh,hlm. 114: Laqth al-Durar, 65-66.
[5]
Fatchru Rahman. Ikhtisar Musthalah Hadis.Bandung: Alma’arif. 1991. Hlm.215
[6]
Solahudin dkk.Ulumul Hadis.Bandung:CV Pustaka Setia.2011.hlm.155
[7]
Muhammad ‘Ajaj Al Khatib. Ushul Al-Hadits.Terj.H.M.Qodirun Nur dan Ahmad
Musyafiq.Jakarta:Gaya Media Pratama.2003.hlm.337
Komentar